✓And Drew The Destiny [VerKwa...

By KwonFire3424

407K 54.3K 9K

Bisakah takdir digambarkan dengan rangkaian kata demi kata? Tentu bisa. Warn! BxB Mpreg Less than 1000 words... More

Hola!
Awal
Kenal
Kwanie
Vernon
Langsung
Jatuh
Cinta
Pada
Pandangan
Pertama
dan
Mereka
Akhirnya
Ditakdirkan
Untuk
Hidup
Bersama
Selamanya
Karena
Mencintai
Satu
Sama
Lain
.
ByeBye~
Omake
Omake 2
Last
Side Story
Side Story (2)
Side Story (3)
Side Story (4)
Side Story (5)
Penutup

Saling

10.5K 1.5K 161
By KwonFire3424

Tidak terasa sudah 20 chapters, 20k total readers, 4k total votes, 1k total comments, tapi masih ada pembaca ini work yang belum nyadar konsep judul di setiap chapter?

Sini dah, kita berantem.

Ga pekaan bat lu kek bonon.

Canda syg, maap.
:)

Btw hatur nuhun ya 😗

--

Pengajuan cuti tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Vernon sudah dua kali bolak balik menghadap atasannya tapi sulit.

Bulan ini adalah libur musim panas. Pekerjaannya tak bisa begitu saja ditukar jadwal. Diganti. Reschedule apalah itu sebab Vernon bukan hanya mengabdi pada Seungkwan, tapi juga seluruh dunia.

Maka seingin apapun ia mewujudkan permintaan sang istri, nampaknya mustahil terealisasi.

'Tapi membayangkan Bononie yang berdiri di samping Kwanie nanti saat dioperasi, sepertinya tidak terlalu menakutkan ya.'
Adalah kalimat terakhir Seungkwan yang ia ingat. Dan menjadi beban pikirannya selama sebulan belakangan.

Vernon memang tak pernah mengangguk.
Tak pernah setuju.
Tak pernah menyanggupi secara gesture maupun lisan.

Entah Seungkwan menyadarinya atau tidak, yang jelas Vernon tau kalau permintaan ini sudah berat dari awal.

"You can take a day off but not a month, mr. Chwe."

"But my wife-"

"I know.
But you're also a captain here. If you were a co-pilot maybe it wouldn't be such a matter. You see-"

Selalu seperti ini. Tanggal sudah semakin dekat, ia tidak bisa bersujud memohon hanya demi Seungkwan.

Bagaimanapun juga, dia masih tau diri soal profesionalitas.

"Okay. A day off."

"Tomorrow?"

"Yes."

Bisa apa cuti satu hari? Dipakai tidur juga tidak akan terasa, kan.

Seungkwan tidak tau kepulangan Vernon hari itu hanyalah kunjungan singkat. Bukan cuti seperti yang ia harapkan.

Dan si suami, tak bisa berkata apa-apa. Terlebih saat melihat istrinya sudah mengepakkan barang seorang diri untuk dibawa ke rumah sakit hari ini.

"Bononie mau istirahat dulu? Mau makan? Atau mandi dulu, mungkin?
Gwaenchana, Kwanie janji sama dokter jam 3 sore kok. Masih ada waktu-"

"Sayang.."

"Ne."

Bagaimana bisa Vernon jujur disaat wajah Seungkwan ceria seperti ini?
Bagaimana bisa ia tega menghancurkan kebahagiaan Seungkwan?

Ah, shit.
Benar kan, akhirnya namja itu hanya diam seribu bahasa. Sebuah pelukan diharap dapat menyalurkan kalimat yang tak bisa terucap.

Sayang Seungkwan malah menganggapnya sebagai rindu semata.

"Mwoya? Kok malah peluk? Aishhh jangan lebih dekat lagi, kasihan pangeran!"

"Boo."

"Apasih panggil panggil mulu daritadi?!"

"Kkk~ ani."

"Cih."

"......"

"........."

"Bononie-"

"Do you love me?"

Seungkwan mengerjapkan mata bingung. Ucapannya disela Vernon dengan pertanyaan aneh begini.

Ia tak bisa melihat jelas ekspresi sang suami karena posisi mereka, tapi kenapa Seungkwan merasa ada kesedihan di pertanyaannya?

"Jawab, Boo.."

"Tentu. Aku mencintaimu. Sangat. Very very love."

"Ah, jangan membuatku tertawa.."

Suaranya bergetar. Tapi tetap memaksakan senyum kala Seungkwan menarik diri dari dekapan. Membulatkan mata melihat wajah Vernon yang basah karena linangan air dari manik terangnya.

"W-wae? Yah, kau kena-"

"I'm sorry."

"Huh?"

"Maaf.
Maaf aku tidak bisa-
Ah, shit. Bagaimana bilangnya.."

Sampai sini, Seungkwan paham.

Makanya kedua tangan kecil itu perlahan turun. Lemas sekujur tubuh karena firasatnya mengatakan bahwa ini bukanlah kabar baik yang ia harapkan.

"Aku hanya bisa libur di hari ini.

Dua bulan ke depan jadwalku penuh, jadi-"

"No.."

"Boo, dengar dulu-"

"No, Bononie.. jebal, bononie sudah-"

"Aku tidak pernah janji!"

"..."

"Aku tau pasti akan begini jadinya."

"..kau tega?"

"Mana ada, Boo! Mana ada suami yang tega melihat istrinya berjuang sendiri?!
Aku sudah memohon untuk ini tapi-"

"Bahkan sampai akhir pun, aku harus sendirian ya, Hansol-ssi?"

"Yah-"

"Kenapa begini?
Apa ini nasib?
Atau takdir?

Kenapa jahat sekali?"

Mata Seungkwan langsung memanas, membayangkan semua ketakutan yang ia benci akan dihadapinya seorang diri.

Kemana nanti ia berpegangan?

Siapa yang akan menenangkannya?

Hancur sudah bayangan indah seorang Vernon dengan sang bayi yang Seungkwan impikan untuk lihat pertama kali saat siuman nanti pasca operasi.

Air matanya baru sekali menetes, namun tubuh ringkih itu kembali didekap sang suami dengan lembut.

"Uljima."

"...."

"Jebal, uljima..
Aku tidak bercanda saat berkata bahwa air matamu membuatku ingin bunuh diri, Boo."

Curang.

Vernon boleh menangis, tapi Seungkwan tidak.

Butuh waktu lama untuk keduanya kembali tenang. Namun waktu seakan enggan menunggu.

Jam sudah menunjukkan pukul dua siang saat Vernon menaikkan barang ke mobil. Membuka pintu penumpang untuk Seungkwan, namun tak diacuhkan sama sekali.

Sampai rumah sakit pun, mereka bagaikan orang asing.
Mendengar penjelasan dokter tanpa minat sama sekali sampai siapapun tau kalau pasangan ini pasti sedang dilanda masalah.

"Seungkwan-ssi,
Kalau kondisi tubuhmu sedang tidak baik, akan sangat berpengaruh pada si bayi."

"H-huh?"

"Apa yang kau pikirkan? Apa.. prosedur ini membuatmu takut? Katakan saja."

"Ah, ani.."

Siapa yang paling merasa bersalah?

Tentu Vernon.

Dia yang membuat Seungkwan stress di saat yang tidak tepat.
Makanya diam-diam ia menyelipkan jarinya di telapak tangan Seungkwan. Masa bodo kalau sedetik setelahnya ada tanda pemberontakan, tapi si dominan enggan melepas genggaman sama sekali sampai mereka ditinggal berdua di kamar inap.

"Kau dengar sendiri kan, berhenti overthinking."

"....."

"Masih tidak mau bicara denganku?"

"....."

"Kay."

Aksi mogok bicara Seungkwan bukanlah sifat merajuk kekanakkan meski berlangsung hampir seharian.

Ia diam-diam berfikir, berintrospeksi, maka saat pagi menjelang, ia balikkan posisi tidurnya sehingga punggung tak lagi menghadap Vernon.
Berganti dengan wajah sendu lengkap dengan genangan air di pelupuk mata.

"Ayo baikan."

"Aku tidak pernah marah padamu, sayang."

"Yasudah, Kwanie minta baikan."

"Aku sudah memaafkanmu sejak kemarin."

"Cium Kwanie."

"Come here."

Sebuah kecupan menjadi awal sentuhan ringan nan intim diantara keduanya. Sekedar mencairkan suasana. Sampai akhirnya Vernon kedapatan melirik jam di sela ciuman mereka.

"Kau harus pergi."

"....."

"Bononie-"

"Bagaimana kalau aku rela kehilangan pekerjaan demi menemanimu disini?"

"Kau gila?"

"Ne."

"Kkk~ sudahlah. Kwanie tidak apa-apa kok. Kwanie bisa. Jangan khawatir."

"Aish, Boo-"

"Kenapa kau senang sekali memanggilku 'Boo', huh, padahal margaku sudah berganti jadi 'Choi'?"

Ia tau kok jawabannya. Tentu saja itu hanyalah panggilan sayang yang terbentuk dari sebuah kebiasaan.

Tapi guyonan ini berhasil merilekskan otot wajah Vernon. Ia tersenyum, kemudian mengecup punggung tangan Seungkwan yang sedari tadi digenggamnya.

"Untuk pertama kalinya aku benci pekerjaan ini."

"Ck, Bononiiie~ daripada bersungut begitu mending kamu berangkat sana. Nanti telat."

Benar.
Vernon pun menurut. Sekarang berdiri tegap, menghasilkan senyum kebanggaan dari sang istri.

"Safe flight, captain~"

"Aku janji akan segera memberinya nama saat pulang nanti.
Jadi jaga diri kalian sampai aku kembali. Arachi?"

"Ung!"

"Kalau begitu..
..sampai jumpa."

Ia membalas lambaian suaminya saat keluar dari kamar rumah sakit, kemudian tak lama setelah itu,

tangisnya pecah.

Seungkwan terisak, sendirian.

Bohong.
Dia bohong semuanya pada Vernon.

Apanya yang baik-baik saja?
Tidak ada ketakutan yang bisa kau atasi dalam semalam.

Seungkwan masih dilanda gundah gelisah. Dan sekarang ditambah Vernon yang pergi lama, tanpa sempat memberi nama terlebih dahulu untuk si bayi.

Sudah tidak jelas lagi mana alasan terbesar yang membuatnya sesak seperti ini. Deras air mata tak lagi ada yang bisa mengusap.
Ia berusaha keras untuk tidak menangis di depan Vernon. Berusaha keras tersenyum supaya pria itu bisa bekerja dengan tenang.

Dan sekarang puncaknya.

Seungkwan  bahkan tidak peduli kalau tenggorokannya mulai sakit. Wajah sudah memerah dengan bibir yang bergetar hebat tanpa henti.

15? Tidak. 30 menit ia meraung raung memanggil nama Vernon beserta celotehan yang tercampur air mata, tapi tak digubris sama sekali.

Padahal pria itu masih disana.

Selama 30 menit pula, ia berdiri dengan pintu bangsal bertuliskan 'Seungkwan' sebagai sandaran. Mendengarkan semua jerit tangis orang di dalamnya, sambil menahan diri untuk tidak masuk dan membawa orang tersebut ke dalam dekapan.

Mungkin, Vernon sudah bisa belajar mengelus punggung sang istri disaat menyedihkan seperti ini.

Tapi ada satu hal yang tak pernah berubah,

'Aku ingin sekali mati kalau melihatmu menangis.'
-HVC

Continue Reading

You'll Also Like

396K 57.5K 45
"Ya ampun Mah, Felix belum mau nikah sama siapapun ..." Hidup seorang bocah yang bernama Felix Adhitama berubah total ketika pemuda yang mengaku 23...
2.4K 292 16
Lanjutan serendipity i Reinkarnasi terus berulang, kembali mempertemukan keduanya dan kembali menjalani kehidupan sebagai sepasang soulmate untuk sel...
85.5K 12.6K 28
Jeonghan menganggap Seungcheol tak lebih dari cowok menyebalkan perebut gebetan orang. Sedangkan dimata Seungcheol, Jeonghan itu hanya cowok pengecut...
1M 131K 60
Bukan Book 2 Hey Daddy pokoknya. JeongCheol SeokSoo Meanie JunHao SoonHoon VerKwan Warn! MxB (Age Gap) Mpreg Incest NC 17. Harap sadar diri. One Coup...