BINHWAN_PERHAPS LOVE_🔚

By sooinkang7

22.2K 2.3K 1.3K

Seorang pria muda tengah tertidur di atas kasur mewahnya. Mata tertutupnya bergerak-gerak gelisah, kepalanya... More

1. THOSE DREAMS
2. BROTHERS
3. CONNECTED
4. DILEMMA
5. TIE THE KNOT
6. HIS SECRET
7. ABOUT YOU
8. SO CLOSE YET SO FAR
9. UNEXPECTED
10. MISSING YOU
11. CONFESSION
12. HEAD OVER HEELS
13. SERENDIPITY
14. FAREWELL
15. THOSE MEMORIES
16. APOLOGY
17. REVENGE
18. THAT DAY - PART 1
19. THAT DAY - PART 2
20. ANGEL OR DEVIL?
21. THE TRUTH
22. NO METTER WHAT
23. HURT
24. WAIT FOR ME
THE CHARACTERS
25. LET IT GO

26. BEST I EVER HAD

1.5K 102 176
By sooinkang7

Jinhwan akhirnya diperbolehkan pulang setelah tiga hari dirawat inap di rumah sakit, dan Hanbin juga setia menemaninya, tidak pernah beranjak dari sisi Jinhwan.

Meski sebenarnya dia masih ingin bersama Hanbin namun hari ini Hanbin harus memenuhi panggilan dari perusahaan yang meminta Hanbin untuk kembali ke Kim Corp. karena Jiwon akhirnya melepas jabatannya sebagai CEO.

Dan seperti biasa, jika Hanbin tidak bersamanya Jinhwan akan uring-uringan sendiri sepanjang hari.

Ibunya bilang itu wajar sebagai bentuk perubahan hormon dan psikologis pada wanita yang sedang hamil.

Sepanjang hari hingga malam tiba, Jinhwan hanya bisa menunggu Hanbin pulang dan masih bertahan dengan suasana hatinya yang buruk.

Hanbin segera masuk ke kamar mencari istrinya yang sedang bergelung di ranjang, membelakanginya.

Saat sudah semakin dekat, Hanbin menyadari bahwa Jinhwan sedang menangis, terlihat dari bahunya yang bergetar.

Hanbin memeluk Jinhwan dari samping dan perlahan menariknya untuk menghadapnya.

"Hey..kenapa? Apa yang membuatmu sedih sampai menangis begini?"

Jinhwan enggan menjawab, juga enggan melihat wajah Hanbin, hanya merengut yang terlihat imut di mata Hanbin.

"Kau marah padaku? Aku yang membuatmu menangis?"

Hanya sebuah anggukan yang diberikan Jinhwan sebagai jawaban.

"Maaf..tapi aku benar-benar harus pergi tadi..perusahaan membutuhkanku.."

"..karena Jiwon hyung mengundurkan diri sementara ayah juga June masih dirawat di rumah sakit jadi mau tidak mau aku harus mengambil alih semuanya.."

"Apa kau pikir aku tidak membutuhkanmu? Perusahaan lebih penting bagimu dibandingkan aku dan calon anakmu?" protes Jinhwan dengan suara keras.

Hanbin yang pulang dalam keadaan lelah, mencoba bersabar menghadapi istrinya yang semakin menuntut dari hari ke hari.

Dan sepertinya kesabarannya sudah hampir habis karena kini dia beranjak dari kasur meninggalkan Jinhwan dan menuju ke kamar mandi.

"Aku mau mandi dulu..pertanyaanmu akan kujawab setelah aku mandi.."

"Kenapa tidak sekarang saja?" tuntut Jinhwan.

"Aku takut akan menyakitimu nanti jika aku menjawabnya dalam keadaan lelah seperti ini.."

"Hanbin jahat..kau jahat.."

"Yaa..Kim Jinhwan..apa kau tidak keterlaluan?" balas Hanbin, kali ini dengan suara keras juga, membuat Jinhwan seketika gentar melihat suaminya yang sedang emosi saat ini.

"Kau..membentakku??" tanya Jinhwan tidak percaya.

"Maaf..maafkan aku, Jinanie..." Hanbin merasa bersalah karena sudah membentak istrinya.

Jinhwan bangkit dari ranjang dengan mata berkaca-kaca lalu beranjak keluar kamar.

"Aku akan tidur di kamarku yang dulu..kau tidur saja sendiri..aku tidak akan memaafkanmu..Hanbin pabo.."

Dan kali ini Hanbin bahkan tidak berusaha menghentikan istrinya karena menurutnya akan percuma membujuknya jika Jinhwan sudah semarah ini.

Hanbin pun melanjutkan rencananya untuk mandi, membersihkan diri sekaligus mendinginkan hati dan kepalanya untuk menghadapi istri mungilnya yang pemarah namun cantik itu.

Selesai mandi Hanbin menyusul istrinya di kamar yang dulu ditempati Jinhwan sebelum mereka memutuskan untuk memakai kamar yang sama.

Dilihatnya istrinya sudah terlelap lalu dengan mudah digendongnya Jinhwan dan dipindahkan ke kamar mereka.

Jinhwan menggeliat di pelukan Hanbin.

"Aku masih marah padamu..jangan coba-coba merayuku.." ucap Jinhwan, entah mengigau entah dalam keadaan sadar karena matanya masih terpejam.

Hanbin hanya tersenyum, lalu dibaringkannya istrinya perlahan ke atas ranjang.

Saat hendak melepas pelukannya, Jinhwan menahan Hanbin dengan tidak melepas kedua lengannya yang masih melingkar di leher Hanbin hingga posisi Hanbin saat ini berada di atas Jinhwan.

"Jangan pergi.."

"..aku..merindukanmu..seperti orang bodoh.."

"Kau bilang kau marah padaku.."

"Iyaa..tapi..aku merindukanmu.."

Jinhwan kembali menangis lalu dengan tiba-tiba Hanbin mencium bibir Jinhwan, melumatnya dengan penuh gairah.

Jinhwan sampai terengah menghadapi liarnya lidah Hanbin menjelajahi seluruh isi mulutnya dan beradu dengan lidah Jinhwan.

"Aku..lebih merindukanmu..aku tersiksa karena aku takut untuk menyentuhmu yang sedang hamil.." bisik Hanbin.

Lalu dengan senyum tampannya Hanbin mulai melepas pakaian Jinhwan satu persatu juga pakaiannya sendiri.

Jinhwan hanya bisa pasrah karena sama dengan Hanbin, dia sebenarnya juga ingin disentuh oleh suaminya itu setelah sekian lama.

"Tapi kata Dokter tidak masalah jika aku melakukannya dengan lembut dan perlahan.."

"Kapan kau bicara dengannya?"

"Saat di rumah sakit.."

Hanbin tersenyum, bangga pada dirinya sendiri karena terpikir untuk menanyakan hal sepenting itu pada dokter.

(duh Hanbin...penting ya mbin..😌)

Hanbin menatap tubuh telanjang istrinya dengan tatapan memuja, melihat beberapa bagian tubuh Jinhwan yang terlihat lebih berisi dari sebelumnya dan itu jelas membuat darah kejantanannya bergejolak.

Meski harus sedikit menahan diri namun keduanya tetap merasakan kenikmatan yang sama bahkan lebih nikmat bagi Jinhwan karena Hanbin memperlakukannya dengan sangat lembut.

Keduanya terengah kelelahan setelah beberapa kali bercinta dan kini bergelung berpelukan dalam satu selimut yang sama.


"Hanbin.."

"Hmm?"

"Maafkan aku..karena mengataimu jahat tadi..aku tidak tahu kenapa suasana hatiku bisa seburuk itu.." sesal Jinhwan.

"Tidak apa-apa..aku juga minta maaf karena membentakmu...aku begitu emosi padahal kau hanya ingin bersamaku.."

"..kalian lebih penting bagiku, lebih dari apapun..jangan pernah meragukannya..hmm?"
ucap Hanbin sambil menciumi kepala Jinhwan.

Jinhwan mengangguk.

"Hanbin.."

"Hmm..wae, Jinanie?"

"Aku mencintaimu.."

"Aku tahu..dan aku lebih mencintaimu.."



-----

Tujuh bulan kemudian...

Hanbin meminta cuti khusus dari perusahaan agar bisa menemani Jinhwan yang sebentar lagi akan melahirkan.

Yaahh..meski dia CEOnya sekarang tapi tetap saja harus memberitahu staf kantor kalau dia sedang tidak di tempat.

Jinhwan sedang menyiapkan beberapa perlengkapan yang akan dibawanya ke rumah sakit saat persalinan nanti dibantu oleh Hanbin.

Kadang Hanbin merasa iba pada istrinya yang kerepotan mengandung anaknya selama sembilan bulan ini, apalagi dengan tubuh mungilnya itu.

Mulai dari susah tidur di usia kehamilan 7 bulan ke atas hingga kesusahan memakai sandal atau sepatu karena Jinhwan tidak bisa menundukkan badannya, terhalang perutnya yang semakin membesar.

Semua itu membuat Hanbin semakin mencintai dan menghargai istrinya apalagi semakin besar kandungannya, Jinhwan semakin menikmatinya dan menjalaninya tanpa mengeluh.

"Sudah semuanya? Tidak ada yang terlewat?" tanya Hanbin sekali lagi untuk memastikan.

"Sepertinya sudah semua.."

"Kalau begitu akan kusimpan dulu tas ini di mobil agar kita siap jika sewaktu-waktu kau akan melahirkan.."

Jinhwan mengangguk dan menatap punggung suaminya yang menjauh.

"Appa benar-benar bisa diandalkan, bukan begitu, nak? Kau beruntung punya Appa sepertinya.." kata Jinhwan sembari mengelus perutnya dan tersenyum lebar merasakan tendangan bayinya di dalam perut.

Beberapa menit kemudian, Jinhwan mulai mengalami kontraksi.

Dan semakin cepat, semakin sering dengan jeda waktu yang teratur. Jinhwan mulai mengatur nafasnya seperti yang dipelajarinya saat mengikuti senam hamil.

Hanbin kembali menemui istrinya dan mendapati Jinhwan sedang terduduk dengan wajah menahan sakit dan keringat yang bermunculan di dahinya.

"Sayang..kau tidak apa-apa? Sudah waktunya ya? Kita ke rumah sakit sekarang.."

Yang ditanya sudah tidak sanggup menjawab, hanya mengangguk lemah.

Dengan satu gerakan, Hanbin mengangkat istrinya yang segera diprotes oleh Jinhwan.

"Aku..berat..turunkan..aku.." pinta Jinhwan yang masih berusaha mengatur nafasnya.

"Tidak berat sama sekali, percayalah padaku.." jawab Hanbin.

Mereka bergegas ke rumah sakit dan sesampainya di sana, Jinhwan segera masuk ke ruang persalinan karena setelah dicek, ternyata sudah pembukaan lima.

Hanbin menghubungi ibu dan ayahnya juga ibu mertuanya dan Jeongwoo untuk memberi kabar bahwa Jinhwan di rumah sakit dan akan melahirkan.

Semua kini sedang harap-harap cemas menantikan lahirnya cucu pertama dari kedua keluarga dan ketika suara tangis bayi terdengar di ruang persalinan, semuanya merasakan kelegaan dan kebahagiaan yang sama.

Dengan bangga dan senyum merekah di bibirnya, Hanbin menggendong bayinya, putra pertama keluarga Kim Hanbin.

Jinhwan memeluk putranya untuk pertama kalinya dan menangis terharu bersama Hanbin dan seluruh keluarga mereka.

"Nah..karena aku sudah berjanji akan memberi nama untuk cucu pertamaku maka kuumumkan sekarang bahwa cucu pertama keluarga Kim akan dipanggil dengan nama Chanwoo..Kim Chanwoo.."

.

.

.

.

.

.

.

"Chanwoo-yaa..Kim Chanwoo.." terdengar suara Jinhwan memanggil putranya dari dapur. Dia sedang menyiapkan makan malam untuk kedua lelakinya, Hanbin dan Chanwoo.

"Nee, eomma.."

"Bisakah Eomma minta tolong padamu untuk memanggil Appa? Sebentar lagi makan malamnya siap.."

"Siap eomma, aku ke tempat Appa sekarang..."


Dengan langkah kecilnya, Chanwoo segera berlari menemui Hanbin di ruang kerjanya.

Sesampainya disana ternyata Hanbin sedang duduk sambil melihat-lihat beberapa foto.

"Appa.."

"Oh..Chanwoo..kemarilah..kutunjukkan wajahmu saat kau masih bayi.."

"Appa..makan malam sudah siap, eomma menyuruhku memanggilmu.."

"Tunggu sebentar.."

"Nanti eomma marah.."

"Kalau eomma marah, kita cium saja agar marahnya hilang, setuju?"

"Nee!"

Dan mereka pun asyik melihat-lihat foto hingga tidak menyadari Jinhwan sudah berdiri di belakang mereka sambil menyilangkan tangan di dada melihat pemandangan di hadapannya.


"Ckckckck..asyik sekali kalian sampai melupakan eomma.."

"Kim Chanwoo..bukankah eomma memintamu untuk memanggil appa? Kenapa malah menaiki appamu seperti itu?"

Yang ditanya hanya meringis, tidak mampu menjawab, membuat Jinhwan kesal sekaligus gemas melihatnya.

"Aku yang memintanya menemaniku melihat foto-foto ini..lalu tiba-tiba dia naik ke punggungku dan menyuruhku tengkurap seperti ini.." jelas Hanbin sambil menggendong Chanwoo lalu membereskan album foto itu.

"Jangan marah ya eomma.." bujuk Chanwoo.

"Iya jangan marah, eomma..nanti cantikmu hilang.." timpal Hanbin, menggoda istrinya.

"Kalian dimarahi pun tidak ada bedanya, besok pasti akan dilakukan lagi..dasar ayah dan anak sama saja.."

"..haahh...aku jadi ingin punya anak perempuan.."

Hanbin tersenyum simpul penuh arti, dia memandang Chanwoo lalu berkata,

"Chanwoo-ya..selesai makan, kau langsung tidur ya, tidak usah main game dulu..besok saja mainnya sama Appa.."

"Apa yang kau rencanakan, yeobo?" tanya Jinhwan melirik tajam pada suaminya yang langsung menciut.

"Tidak ada..hehe.." elak Hanbin.





Selesai makan malam, Chanwoo menuju kamarnya bersiap untuk tidur ditemani Jinhwan.

Dan setelah Chanwoo tertidur, Jinhwan menyelimutinya dan tidak lupa memberi kecupan selamat tidur untuk putranya itu.

Jinhwan kembali sibuk dengan pekerjaan rumah tangganya, membereskan mainan Chanwoo dan juga ruang makan yang dia tinggalkan saat menemani Chanwoo tidur.

Hanbin keluar dari ruang kerjanya dan melihat sang istri masih berkutat dengan tugas bersih-bersihnya.

Dibantunya Jinhwan dari belakang saat istrinya itu bermaksud menyimpan peralatan makan di rak tertinggi yang tak terjangkau oleh tubuh mungilnya.

Jinhwan terkejut melihat suaminya yang tiba-tiba ada di belakangnya dan ketika berbalik badan, wajah Hanbin dekat sekali dengan wajahnya, membuat Jinhwan merona seketika.

"Minggir..masih banyak yang harus kukerjakan.." ucap Jinhwan sambil mendorong pelan tubuh Hanbin.

"Tidak mau..aku tidak mau minggir.." sahut Hanbin semakin mendekatkan wajahnya pada Jinhwan.

"Hanbin.."

"Wae?" tanya Hanbin dengan suara rendahnya yang membuat Jinhwan meremang.

"Kau bilang ingin anak perempuan? Mau membuatnya denganku sekarang, Nyonya Kim?" tanya Hanbin, menarik pinggang istrinya hingga menempel ke tubuhnya.

"Apa-apaan kau? Seperti ahjussi mesum saja.." kekeh Jinhwan geli.

Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, Hanbin langsung melumat bibir lembut Jinhwan, memagut dan menghisapnya tanpa ampun.

Jinhwan tahu kemana ini akan berakhir dan jelas suaminya yang akan memegang kendali malam ini.

Suara erangan dan desahan pelan terdengar di kamar Hanbin dan Jinhwan saat keduanya menyatukan tubuh mereka dalam keintiman.



"Kenapa tiba-tiba ingin melakukannya?" tanya Jinhwan yang masih mengatur napas setelah pergulatan panasnya dengan Hanbin.

"Aku melihat album foto Chanu saat masih bayi dulu..aku jadi ingin punya anak lagi..Chanu juga sudah cukup besar untuk diberi adik.."

"Dan aku ingin anak perempuan.."

"Tentu saja, sayang.."



--- TIME SKIP ---


"Tonight's special performer, we present to you one of our talented ballerina, the youngest in this competition.."

"..please welcome, MISS ACACIA KIM from South Korea.."

Suara tepuk tangan memeriahkan acara kompetisi balet di Royal Academy London School cabang Korea, tempat dimana Acacia, putri Hanbin dan Jinhwan berkompetisi memperebutkan beasiswa di sekolah balet bergengsi itu.

Raut wajah bangga terlihat di wajah Hanbin dan Jinhwan saat melihat putri mereka menari dengan anggun di atas panggung.

"Dia cantik dan berbakat..sama sepertimu.." bisik Hanbin pada Jinhwan yang sedang menikmati penampilan putrinya.

"Tentu saja, karena dia putri Kim Jinhwan.." sahut Jinhwan bangga.

Dan penampilan Acacia mendapat banyak tepuk tangan bahkan beberapa memberikan standing ovation sesaat setelah dia selesai menari.

"Selamat ya nak, putri Appa hebat malam ini.." ucap Hanbin memeluk putrinya dengan rasa bangga.

"Appa, katanya Chanwoo oppa akan datang tapi dia tidak ada dimanapun.."

"Kita akan jemput dia di bandara besok ya..pesawatnya mengalami delay dan baru sampai besok pagi.." jelas Jinhwan.

Putrinya yang baru berusia sepuluh tahun itu memang sangat dekat dengan oppanya, Chanu.

Bahkan saat Chanu memutuskan untuk kuliah di London, selama beberapa hari Acacia menangis terus-terusan, tidak rela terpisah jauh dari oppanya.

Jarak usia sepuluh tahun tidak menjadi halangan dalam kedekatan hubungan kakak adik mereka.

Chanu bahkan sudah memanjakan Acacia sejak dia terlahir ke dunia.

Begitu juga Acacia yang menganggap oppanya itu sebagai cinta pertamanya yang kadang membuat Hanbin cemburu sebagai seorang ayah yang juga ingin dianggap sebagai cinta pertama putrinya.


-----

Keesokan harinya, keluarga Kim menuju ke airport untuk menjemput Chanwoo.

"Eommaaaa...kenapa Chanu oppa lama sekaliiiii...aku bosaaaannn.." rajuk Acacia pada Jinhwan.

"Sebentar lagi pesawatnya mendarat, kau tunggu disini dulu, eomma belikan sandwich untukmu dan appa.."

Acacia hanya bisa patuh sambil merengut yang tetap saja tidak mengurangi kadar cantiknya.

"Aku main game saja ah.." gumam Acacia.

Saking asyiknya main game dia tidak menyadari bahwa appanya yang tadi pergi ke toilet sudah ada di hadapannya.

Iseng-iseng, Hanbin mengambil beberapa foto putrinya itu.

"Acacia, lihat appa.."

CKREK!


"Aigoo...lihat ini, cantik sekali putri appa..😍"

"Berhenti menggangguku, appa.." sahut Acacia cuek dan melanjutkan bermain game.

"Putriku..kau ini sebenarnya putri appa atau bukan? Kenapa memperlakukan appamu seburuk ini? Hiks.."

"Sudah tidak usah drama, ini masih pagi, yeobo.." sahut Jinhwan yang sudah kembali sambil membawa dua paper bag berisi sandwich.

"Sayang..putriku sendiri menolakku..aku sedih.." adu Hanbin pada istrinya.

"Tenang saja, suamiku, walau seluruh dunia menolakmu, aku akan tetap mencintaimu.."

"Memang hanya kau yang mengerti aku..bolehkah aku menciummu?"

Jinhwan tidak menjawab, hanya melempar pandangan setajam pisau ke arah suaminya yang berhasil membuatnya menciut.

Acacia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat drama pagi hari yang tersaji di hadapannya saat ini.

Dan saat mereka sedang asyik sarapan, tiba-tiba terdengar suara.

"ACACIA..OPPA PULANG.."


Secepat kilat Acacia segera berlari menghampiri oppanya dan menubruknya lalu memeluknya erat.

"Oppa..kenapa lama sekali pulangnya? Kau melewatkan pertunjukan baletku kemarin.."

"Maaf ya..tapi aku melihatnya kok..Appa yang mengirimkan videonya dan sudah kulihat kemarin.."

"..adik oppa yang terbaik, Acacia jjang!"

Hanbin dan Jinhwan tersenyum bahagia melihat kedua bersaudara itu begitu rukun.

"Eomma..Appa..aku rindu kalian.."

Chanu menghambur ke pelukan kedua orangtuanya.

"Jangan menangis, eomma.." ucap Chanu sambil menghapus airmata Jinhwan di pipinya.

"Eommamu sangat merindukanmu, Chanu-ya, karena itu dia menangis.." sahut Hanbin.

"Bagaimana kabar pamanmu di London?"

"Ah iya Jiwon samchoon titip salam dan mengundang kalian untuk datang ke pesta ulang tahun putra pertamanya bulan depan.."

"Benarkah? Raon sudah satu tahun? Wah sepertinya baru kemarin aku menggendongnya saat baru dilahirkan..waktu cepat sekali berlalu.." kata Jinhwan.

"Ayo pulang, appa..aku ingin istirahat..rasanya badanku sakit semua karena terlalu lama di pesawat.."

Mereka pun melanjutkan pembicaraan dan canda tawa mereka di sepanjang perjalanan pulang.




Tempat terbaik adalah keluarga..

Sejauh apapun kita pergi, tempat kita pulang adalah keluarga..

Sama seperti Hanbin dan Jinhwan yang memulai membangun keluarga mereka dengan ketidaksengajaan namun berakhir manis dan bahagia karena keduanya bersedia membuka diri satu sama lain, mengesampingkan ego masing-masing..

Berbagi rahasia dan kisah masa lalu mereka yang ternyata masih saling berhubungan..

Hingga akhirnya mengakui dan menerima perasaan masing-masing dan saling berjanji untuk mencintai dan menjaga satu sama lain..

Dan semakin sempurna dengan hadirnya Chanu dan Acacia yang melengkapi keluarga kecil mereka..


Kisah ini berakhir disini..



THE END.


















So..this is it..

Akhirnya selesai juga..

Terima kasih tak terhingga untuk semua yang sudah membaca dan menemaniku dalam perjalanan menulis work ini dari awal sampai akhir..

Terima kasih untuk setiap dukungan dan semangatnya...

Sangat berarti saat aku melewati fase broken heart karena kasus Hanbin..dan masih potek sih sampai sekarang 😭💔

Sempat beberapa kali ingin menyerah dan berhenti di tengah jalan karena tidak ada ide, buntu dan beberapa kali mood anjlok ke titik terbawah..

Bangkit lagi karena lihat yang lain juga tidak menyerah..

Pasti ada jalan..pasti ada ide..pasti ada inspirasi yang datang..

Yang penting terus menulis..tetap menulis..

Terima kasih untuk setiap vote dan komennya, sungguh menjadi kebanggaan tersendiri ketika melihat karyaku dihargai dan disukai..

Mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan, cerita yang ga nyambung dan sedikit maksa ala2 drakor..😅😅

Next work? Belum tahu 🤭🤭

But i'll come back very soon..

It's NOT a "Goodbye.."

It's a "See you next time.."

SAYANG KALIAN SEMUA..💜🤗🙏💕

Continue Reading

You'll Also Like

346K 26.5K 84
Cinta hanya untuk manusia lemah, dan aku tidak butuh cinta ~ Ellian Cinta itu sebuah perasaan yang ikhlas dari hati, kita tidak bisa menyangkalnya a...
4.7M 173K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
1.7M 79.2K 52
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
2.3M 249K 45
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...