Julio and Black Unicorn

By Schutzstaffel-SS

38.7K 3.3K 615

Mengisahkan petualangan sepupu Sandra yang bernama Julio. Julio adalah manipulator dari Departemen Hewan Mito... More

Part 1: Mermaid
Part 2: Parangtritis
Part 3: Serba Wareg Malioboro
Part 4: Sphinx
Part 5: Band
Part 6: El Chupacabra
Part 7: Hutan Jati
Part 8: Tim Xiahou Dun Versus Kawanan Chupacabra
Part 9: Gua dan Telaga
Part 10: Garage Knight
Part 11: Liliana
Part 12: Unicorn Hitam
Part 13: Centaur
Part 14: Si Tanduk Gila
Part 15: Telur yang Terbungkus Kain Hitam
Part 16: Zax si Pedagang Gelap
Part 17: Rumah Mieszko Zolkiewski
Part 18: Julio dan Mitha
Part 19: Ruang Kerja Ezio
Part 20: Gyula dan Garla Versus Erymanthian Boar
Part 21: Pengintaian
Part 22: Gyula dan Garla Versus Mieszko Zolkiewski
Part 23: Angin Kematian
Part 24: Julio Versus Mieszko
Part 25: Andre dan Adel Versus Centaur
Part 26: Andre dan Adel Versus Centaur Manipulator
Part 27: Xiahou Dun Versus Kyoka
Part 28: Kemenangan
Part 29: Mansion
Part 30: Eathemall
Part 31: Pertemuan Serpente
Part 32: Bandara
Part 33: Tim Julio Versus Srayuda
Part 34: Marga Bloodmoon
Part 35: Tim Sandra Versus Srayuda
Part 36: Hutan Hewan Mitologi
Part 37: Khidir
Part 38: Swamp Hydra
Part 39: Jay dan Khidir Versus Swamp Hydra
Part 40: Di Kapal Angel's Tears
Part 41: Pulau Srayuda-21
Part 42: Tim Dun dan Tim Jay Versus Archer Manticore
Part 43: Tim Dun dan Tim Jay Versus Archer Manticore (2)
Part 44: Bianca, Rangga dan Tim Beethoven Versus Mongolian Death Worm (1)
Part 45: Bianca, Rangga dan Tim Beethoven Versus Mongolian Death Worm (2)
Part 47: Serpente Versus Pliosaurus
Part 48: Gua Srayuda (2)
Part 49: Tim Dun, Tim Jay dan Legato Versus Shade
Part 50: Hinata Asakura
Part 51: Xiahou Dun Versus Hinata Asakura
Part 52: Jay Versus Kyoka Suzuhana
Part 53: Ludwig van Beethoven Versus Ezio
Part 54: Julio Versus Adriel
Part 55: Rangga dan Axel Versus Elizabeth Darkwing
Part 56: Rangga dan Axel Versus Elizabeth Darkwing (2)
Part 57: Water Shockwave
Part 58: Xiahou Dun Versis Hinata Asakura (2)
Part 59: Gagal
Part 60: Malioboro

Part 46: Gua Srayuda (1)

347 42 4
By Schutzstaffel-SS


Dun tiba-tiba menghentikan langkah dan mengambil handgun dari sabuk di celananya. Dia lalu melepas magazin dan menggantinya dengan magazin berwarna biru. Tim Jay dan timnya bingung kenapa Dun tiba-tiba berhenti padahal gua srayuda sudah dekat. Dun lalu membidik langit dan menekan pelatuk tiga kali. Tujuh detik setelah suara tembakan, kembang api biru meledak tiga kali di langit pulau srayuda.

"Sinyal untuk siapa? Ada tim lain?" tanya Putra, "Kau memanggil bantuan?"

Dun menggeleng, "Sinyal untuk Beethoven dan rombongannya. Biru berarti manticore sudah dikalahkan. Merah berarti cacing raksasa sudah dikalahkan."

"Kenapa kau tidak memberi sinyal dua puluh menit yang lalu?" tanya Jay, "Tepat setelah kita mengalahkan manticore."

Dun hanya tersenyum, "Aku lupa."

Tim Dun dan Tim Jay kini berjalan ke wilayah utara Pulau Srayuda. Gua yang dibicarakan oleh srayuda yang luka parah tadi ada di bagian utara pulau. Tidak ada rintangan yang mematikan selama berjalan. Palingan hanya sisa-sisa srayuda yang mencoba membunuh para manipulator. Jumlah para srayuda juga sedikit dan serangannya tidak terkoordinasi. Para manipulator cukup mempengaruhi mereka agar kembali ke Ednar. Srayuda yang terluka parah yang berhasil mereka selamatkan. Selain itu jalan menuju ke sana cukup mudah. Sesuai instruksi dari Ednar tadi, cukup ikuti jalan setapak yang diapit oleh batu-batu ukiran khas zaman Majapahit. Mudah bagi Jay untuk mengenali batu-batuan itu. Sebagai seorang Immortal, Jay hidup lebih tua dari zaman Majapahit itu sendiri. Bahkan dia mantan raja terkenal dari Kerajaan Kediri.

"Melihat batu-batunya, berarti bisa disimpulkan bahwa pulau ini bekas kekuasaan Kekaisaran Majapahit," kata Julio.

"Kurang lebih begitu," jawab Jay, "Si ekspansionis gila itu menyerang segalanya."

"Ekspansionis gila??" tanya Andre.

"Mada maksudku. Gajah Mada. Patih gila itu menyerang pulau manusia, pulau hewan mitologi, pulau hantu dan pulau makhluk-makhluk aneh. Apapun yang ada di jangkauan tembaknya akan dia serang. Termasuk pulau ini," jawab Jay.

"Di mana sekarang Mada?" tanya Dun, "Sudah dua tahun aku tidak bertemu dengannya."

"Aku mendengar kabar dia sekarang ada di Los Angeles. Bergabung bersama Departemen Petarung di Guardian. Mengajar bagaimana cara bertempur secara individu hingga tim besar. Lima tahun lagi dia akan kembali ke Departemen Petarung Paladin."

"Apakah wajah Gajah Mada seperti di patung-patung? Berpipi bakpao, gendut dan bengkak?" tanya Putra.

Mendengar pertanyaaan itu, meledaklah tawa Dun dan Jay. Para manipulator junior tentu bingung melihat tingkah para Immortal. Jay lalu menjelaskan pada Putra, "Dia tidak akan senang tiap kali ada seseorang yang membahas hal itu. Wajah Gajah Mada cukup untuk menarik para gadis. Gadis-gadis era Majapahit, era Demak, era pergerakan nasional dan hingga era ini pun tertarik melihat wajahnya. Tapi dia tidak peduli. Dia lebih mencintai pekerjaan dan negaranya daripada wanita. Seorang workaholic dan sangat nasionalis. Mada bahkan lebih nasionalis daripada Bung Karno."

"Jadi dia tak pernah menikah?" tanya Marcell.

"Tentu saja pernah. Total hingga saat ini sudah dua puluh kali kalau tidak salah. Tapi dua belas pernikahan berakhir dengan perceraian," jawab Jay, "Kutanya alasan kenapa bercerai, 'tidak ada wanita yang memahami rasa cinta tanah airku,' begitu jawabnya."

"Kau tidak mencintai tanah airmu, Dun?" tanya Andre yang teringat kisah Dun meninggalkan daratan Cina karena sekarang Cina dikuasai oleh ideologi komunis.

"Tentu saja cinta. Karena itulah dulu aku bergabung dengan kubu nasionalis ketika Perang Saudara Cina. Kini rasa benciku pada komunisme lebih besar dari rasa cintaku pada Cina. Sebenarnya tidak hanya aku, Immortal dari Era Tiga Kerajaan yang juga anti komunis juga pergi entah kemana. Tapi yang tidak masalah atau mendukung komunis masih menetap di Cina, kok."

"Alasan ideologis ya. Beda dengan Arthur dan Gawain," kata Jay, "Mereka tidak mau ke Inggris karena terlanjur nyaman di daerah tropis."

Dari semak belukar, melompatlah srayuda kecil ke arah Dun. Tiap tangannya menggenggam sebilah pisau. Mudah bagi Dun untuk menyelesaikan bocah itu. Dia cukup mengambil alih pisau yang digenggam si bocah dengan pengendalian logam. Belum sampai ke tempat Dun berdiri, bocah srayuda merasakan seperti ada kekuatan yang menggenggam mata pisaunya. Bocah srayuda tidak mau kalah, dia melawan balik kekuatan itu. Dun tampak santai. Dia menambahkan energi di pengendalian logamnya dan memutar lengan anak itu perlahan hingga pisau-pisau itu terlepas dan jatuh ke tanah. Bocah srayuda buru-buru mengambil pisau namun tiba-tiba pisau itu melesat ke genggaman Dun. Bocah itu marah dan berlari ke Dun dengan kaki ularnya.

"Listrik ringan saja, Cell," kata Dun.

Tembakan listrik Marcell membuat bocah itu lumpuh dan roboh di dekat kaki Dun. Andre membuat borgol dari ranting pohon untuk bocah srayuda ini. Para manipulator menyandarkan tawanan kecil mereka di sebuah pohon kelapa.

"Anak kecil dilarang main pisau," kata Marcell ketika Dun menitipkan pisau pada dirinya, "Bahaya."

Kata-kata kotor keluar dari mulut si bocah, "Kalian kan yang membawa cacing dan singa jahat itu kemari!!! Mungkin pulau ini akan hancur, tapi Kekaisaran akan menghancurkan kalian para manusia!!! Kalian akan dimutilasi!!! Mayat kalian akan dimakan oleh para gagak dari otak hingga isi perut kalian!!!"

"Kau kelak akan menjadi pejuang yang kuat, nak," puji Dun untuk menenangkan si bocah yang dipenuhi amarah.

"Bagaimana kau ...," tanya si bocah.

"Aku pengendali logam," kata Dun, "Kau melawan balik kan? Tenagamu terlalu kuat untuk bocah seukuranmu."

"Benarkah??? Terima kasih," bocah srayuda itu tersipu dan matanya berbinar tapi dia langsung tersadar, "Jangan mengalihkan pikiranku. Mau kau puji berapa kali pun, kaulah yang membawa empat makhluk jahat itu kemari."

"Kau kenal Ednar si penasehat, nak?" tanya Dun sambil menunjukkan sebuah kain berlambang srayuda.

"Aku mengenal dia. Aku pembantunya. Ba-ba-bagaimana mungkin kau memiliki kain yang hanya dimiliki oleh penasehat agung. Kau membunuhnya???"

"Ednar menitipkan ini padaku untuk mendamaikan perlawanan srayuda. Baca surat ini juga. Kau akan mengetahui bahwa dia masih hidup."

Bocah srayuda itu membuka surat dari Ednar. Matanya terbelalak melihat isi surat, tulisan tangan dan stempel penasehat. Tidak salah lagi. Ednar masih hidup. Bocah srayuda itu langsung meminta maaf pada para Paladin dan menceritakan kronologis penyerangan pulau ini. Setelah itu, bocah srayuda segera bergegas ke bagian selatan pulau. Sesuai instruksi dari Dun bahwa Ednar masih hidup di bagian selatan pulau.

Dun terkekeh, "Bocah yang penuh semangat."

Sambil melanjutkan perjalanan menuju gua, para Paladin membahas informasi yang diberikan oleh si bocah srayuda. Dua informasi yang aneh. Pertama, lima hari sebelum penyerangan, wakil pemimpin srayuda tiba-tiba menghilang. Kedua, sehari sebelum penyerangan, sistem pertahanan magis di pulau srayuda tiba-tiba melemah. Terlalu janggal dan aneh.

"Sudah jelas kan," kata Julio, "Ada pengkhianat di tubuh srayuda sendiri. Selain itu coba pikirkan baik-baik. Kapal misterius berhenti di tepat di utara pulau. Dan kebetulan gua yang kita tuju sekarang berada di bagian utara pulau. Siapapun yang meletakkan kapal misterius di sana, pasti sudah memperhitungkan supaya empat hewan mitologi itu bisa langsung menyerang jantung pulau."

"Aku suka logikamu. Kita akan mendapatkan keterangan lebih dari vampire Amerika di gua ini," kata Dun seraya menepuk gua yang menganga besar di depannya.

Para Paladin sudah sampai di depan gua srayuda. Mulut gua ini di desain secara estetis seperti gerbang kerajaan dengan huruf sansekerta berwarna emas yang diukir di bagian depan. Julio tidak ingin tahu apa arti dari huruf sansekerta di situ. Walau ukuran tingginya tidak sebesar pintu gerbang kerajaan. Pintu gerbang yang terbuka lebar ini terbuat dari besi yang dicat hitam. Meski terbuat dari besi, pintu gerbang ini tidak berarti di hadapan Mongolian Death Worm yang hanya perlu masuk ke tanah dan mengacak-acak bagian kota di bawah gua ini. Ketika para srayuda keluar dari gerbang dengan panik, dua manticore sudah menyambut mereka.

"Ayo masuk," kata Jay, "Apa yang kau tunggu, Dun?"

"Sebentar, sinyal lagi," kata Dun yang mengganti magazen lagi. Kali ini dia menembak ke langit lagi dan muncullah kembang api warna hijau.

"Hijau?" tanya Julio.

"Tanda untuk Beethoven bahwa kita sudah sampai," jawab Dun.

Tidak butuh waktu lama bagi Tim Dun dan Tim Jay untuk melihat kembang api berwarna merah dari arah barat. Itu berarti Beethoven dan timnya berhasil mengalahkan Mongolian Death Worm. Dun bersyukur berkali-kali setelah melihat sinyal dari Beethoven. Tentu ini membuat bingung para manipulator junior karena Dun mengucapkan rasa syukur seratus kali lebih banyak daripada setelah mengalahkan manticore. Padahal, Dun sendiri yang bilang bahwa manticore lebih susah daripada cacing pasir dari Gurun Gobi itu.

"Kau terlihat sangat bahagia, Dun. Lebih bahagia daripada manticore tadi," kata Putra.

"Karena aku tidak mau melihat cacing itu. Walau manticore lebih kuat, tapi cacing ini lebih menjijikkan. Percayalah, kau tidak akan mau melihatnya. Kemerahan bagai usus manusia. Aku sudah kapok berurusan dengan cacing pasir itu ketika Genghis Khan menyerbu Cina dulu," jawab Dun.

Akhirnya Tim Dun dan Tim Jay memasuki gua srayuda ini untuk menyelamatkan vampire dari Guardian dan mendapatkan unicorn hitam. Interior gua ini kurang pencahayaan. Sehingga selain menggunakan bola cahaya buatan Putra, mereka juga harus mengaktifkan sihir api untuk cahaya tambahan. Terlihatlah oleh mereka sebuah kota bawah tanah. Kota ini cukup besar untuk ditinggali oleh ratusan srayuda. Menurut Ednar, setidaknya ada enam ratusan srayuda yang tinggal di pulau ini. Secara estetika, tata letak kota ini cukup rapi. Setiap rumah memiliki ukuran petak yang sama persis. Di bagian depan rumah juga dihiasi oleh tiang obor. Jalan dan tikungan pun cukup lurus dan rapi. Permukaan jalan juga sangat rata. Sayang, keindahan kota ini harus hancur oleh gerombolan hewan mitologi.

"Aku merasa agak aneh," kata Dun tiba-tiba, "Misal begini, sebuah pulau srayuda yang ditinggali oleh enam ratus srayuda kalah hanya karena empat hewan mitologi? Itu agak mustahil."

"Tapi nyatanya begitu, kan?" tanya Marcell, "Itu karena serangan malam hari ketika para srayuda lengah dalam tidur mereka. Setelah bangun pun, mereka sudah panik jadi tidak bisa berkoordinasi. Selain itu, berapa perbandingan srayuda petarung dan srayuda biasa."

"Iya, sih. Tapi mari kita menghitung atau estimasi secara kasar. Satu manticore mampu membunuh seratus srayuda yang sedang lengah, panik dan srayuda biasa. Satu Mongolian Death Worm mampu membunuh setidaknya tujuh puluh lima srayuda yang sedang lengah, panik dan srayuda biasa. Lalu dikalikan dua. Kita sudah mendapat angka tiga ratus lima puluh srayuda. Seharusnya tinggal dua ratus lima puluh srayuda," Dun menganalisis.

"Bukankah kita sudah bertemu dengan sisa-sisa srayuda yang tercecer di pulau?" tanya Putra.

"Tadi kuhitung ada dua puluhan. Lalu begini, asumsikan juga Beethoven bertemu dengan dua puluhan srayuda juga. Sehingga total tinggal dua ratus srayuda," kata Dun lagi, "Kemana dua ratus srayuda itu pergi? Ini tidak masuk akal."

"Kabur ke laut," jawab Julio, "Itu yang paling masuk akal. Srayuda bisa berenang kan?"

"Pertama, srayuda di sini bukan jenis yang bisa bertahan lama di perairan. Bisa dibilang amfibi," jawab Dun, "Kedua, ada reptil purba raksasa yang gosipnya mengelilingi pulau srayuda ini. Tentu mereka tidak berani asal-asalan berenang ke laut. Tapi reptil purba itu hanya gosip, sih. Belum jelas kebenarannya. Mungkin hanya gertakan para srayuda agar Paladin berpikir tiga hingga empat kali jika ingin menyerang pulau ini. Bukankah tadi kita juga tidak diganggu oleh si reptil."

"Kalian ingat cerita Ednar tadi ketika membuka empat peti kosong dan keluar asap hitam misterius? Kalian pikir peti yang dikira kosong itu berisi kado valentine atau apa?" kata Jay, "Sepertinya, musuh tidak hanya mengirimkan dua ekor manticore dan dua ekor cacing."

"Ya. Ada sesuatu yang lain di sini," jawab Dun.

Continue Reading

You'll Also Like

2.2M 119K 42
(BELUM DI REVISI) Aline Putri Savira adalah seorang gadis biasa biasa saja, pecinta cogan dan maniak novel. Bagaimana jadi nya jika ia bertransmigra...
2.3M 167K 47
Ketika Athena meregang nyawa. Tuhan sedang berbaik hati dengan memberi kesempatan kedua untuk memperbaiki masa lalunya. Athena bertekad akan memperb...
2.7M 154K 49
•Airis Ferdinand. Aktris cantik dengan puluhan mantan pacar, baru saja mendapatkan penghargaan Aktris terbaik di acara Awards international. Belum se...
952K 65K 34
"kenapa foto kelulusanku menjadi foto terakhirku.."