Naughty Kiss (A & Z) [COMPLET...

By unaisahra

458K 31.1K 7.5K

Cerita amburadul wkwkwk . . . . . . . Blue eyes. Pecicilan, penuh percaya diri, suka bikin rusuh, cerewet, su... More

1 : Satu kecupan
2 : Bertemu Mommy Prilly
3 : Zia
4 : Nantang Kak Aldo
5 : What?!
6 : Anive
7 : Kiss 💋
8 : Cerita Cinta Mommy
9 : Posisi Bahaya
10 : Casting
11 : Hadiah dari kak Aldo
12 :
13 : Full Drama Musical
14 : A&Z
15 : Serangan kak Aldo
16 : Di culik?
17 : Dia
18 : Full A & Z
19 :
20 : Makan Malam 1
Apa apa aja
21 :
22 :
23 :
24 :
25 : AylaView
26 : sandaran hati
27 : Camping
nyengir
28 : Camping 2
29 : A
B : Pernyataan.
30 : Topikir
31 :
33 : Antara
34 : Haruskah?
35 : Queen
36 : Akhir
EXTRA PART A
Numpang Lewat
EXTRA PART B
EXTRA PART C (bag 1)
bag 2
wait
Extra D
Special part

32 : Masha

5.4K 590 123
By unaisahra


Begitu dalamnya aku terjatuh
Dalam kesalahan rasa ini

Jujur aku tak sanggup, aku tak bisa
Aku tak mampu dan aku tertatih
Semua yang pernah kita lewati
Tak mungkin dapat ku dustai
Meskipun harus tertatih
(Krispatih : Tertatih)
Putar mulmed👆

|
|
|
|
|


Genap satu minggu Aldo menjelajahi ibu kota. Selama itu juga Aldo tidak pulang kerumahnya. Jangan tanyakan penampilannya yang sangat buruk. Kantung matanya yang menyaingi panda dan rambutnya yang sudah tak berbentuk. Kacau, semuanya sangat kacau.

Gadis itu bagai di telan bumi walaupun ia sudah meminta bantuan Farel dan teman-temannya. Aldo bahkan sampai melupakan sekolahnya. Ia tidak bisa peduli pada apapun selama gadisnya belum ia temukan.

Mommy?

Sejujurnya Aldo juga rindu, namun, mengingat gadisnya yang entah dimana membuat Aldo tak bisa memikirkan apapun. Pesan-pesan Delio yang mengabarkan kalau mommy nya menangis setiap hari pun, berusaha Aldo abaikan.

Zia lebih membutuhkannya.

Aldo melirik ponselnya yang berdering di atas dashboard. Tanpa ingin tahu siapa yang memanggilnya, ia terus saja menyerir, berusaha mengabaikan.

Hingga pada menit kesepuluh Aldo tak tahan lagi karena ponselnya tidak mau berhenti, dan itu sangat menganggunya.

"Apa!" semburnya ketus.

"Daddy udah sampe bandara. Lo buru balik, kita bicara sama daddy."

Aldo mendengus, kasar. "Hmm," jawabnya dengan gumaman. Lantas ia mematikan sambungannya dan memutar arah menuju rumahnya.

o0o


Zia baru tahu kalau ternyata mencari uang itu susah. Bakatnya yang hanya bisa berantakin tempat membuat ia kesulitan mendapatkan sedikit rupiah untuk sekedar mendapat sesuap nasi.

Zia harus rela di sembur sana sini karena kerjaannya yang tidak becus. Padahal ia hanya mencuci piring di warung bakso. Itupun ia bekerja di warung bakso berbeda selama enam hari ini. Ironisnya, Zia selalu mendapatkan semburan dari setiap pemilik warungnya.

Bagaimana tidak, selalu saja ada mangkuk dan gelas yang pecah setiap kali ia mencuci. Bukannya mendapat bayaran, Zia malah terkena usiran karena penjualnya tidak mau rugi.

Zia mendesah lelah. Ia sandarkan punggungnya di bangku taman. Oh, bahkan badannya terasa pegal dan suhu tubuhnya terasa naik. Begitupun dengan nyeri kepalanya yang kembali hadir.

Ugh, rasanya seperti ini ya menjadi gelandangan? Pikirnya seraya tersenyum miris.

Semua tempat bisa ia jadikan tempat tidur. Tidak perduli dimana itu yang penting matanya bisa istirahat sejenak. Suatu keberuntungan baginya karena tidak bertemu dengan orang jahat.

Keadaan ini menyadarkan dirinya yang beruntung karena dulu Cindy tidak membuangnya, meski ia harus merasakan sakitnya sampai ketulang-tulang, tetapi ibunya tidak membiarkan ia kelaparan.

Ibu?

Satu tetes air matanya terjatuh mengingat satu kata itu.

Mah, aku nggak benci mamah kok.

Air matanya mulai datang keroyokan.

Tapi aku sakit mah,

Nafasnya tersendat.

Jangan sakiti tante Prilly, aku menyayanginya.

Dadanya serasa di remas.

Aku harap, mamah cepat berubah.

Kepalanya mendongak, beralih menatap langit gelap yang tidak begitu cerah. Hanya ada beberapa bintang yang berkelip. Bibirnya menyungging senyum tipis.

"Bentar lagi aku enambelas tahun," gumamnya lirih.

Enambelas tahun?

Zia tergelak menyedihkan.

"Ya ampun, gue ternyata masih kecil. Sinetron banget sih," tangannya menyeka air matanya dengan gerakan cantik.

Lima detik setelahnya,

Zia tercenung. Pikirannya mulai berkelana.

"Kamu pengen kado apa?"

Zia mengetuk telunjuknya di dagu, pura-pura berfikir. "Mau mobil, motor, rumah mewah beserta isinya sama dompet beserta isinya, semua koleksi Masha and the bear, eumm... Terus, apa lagi ya?"

Aldo menaruh kelapa ijonya di tikar.

"Kyaaa!!!" Zia memekik saat tubuhnya tiba-tiba berpindah di pangkuan Aldo.

"Lima tahun lagi, aku tambahin seperangkat alat sholat." bisiknya menggoda.

Bluuuush!

Pipi Zia serasa di siram solar. Panas euy,

"Sekarang gambarnya dulu,"

Gubrak!

Ambyar sudah suasana romantisnya.

Zia sontak mendorong dada Aldo, membuat cowok itu tergelak.

"Gambarnya mah cuma dua rebuan, apalagi kalo donlod, seratus MB mah udah tumveh-tumveh tuh galeri." dumelnya lucu.

Aldo terkekeh, "udah aku siapin kok." ujarnya yang membuat Zia langsung melotot. "Kalo udah nyiapin ngapain pake nanya bejooo!!!"

...

Mengingat percakapan waktu piknik dadakan itu membuat Zia tak bisa menahan senyumnya. Sungguh, ia sangat merindukan moment bersama Aldo. Satu pekan tak bertemu dengannya serasa tidak bertemu dalam jangka waktu yang sangat lama.

Tidak mudah baginya untuk berusaha tak mengingatnya. Dilan memang benar. Rindu itu berat. Zia hampir tak kuat menanggungnya dan memutuskan untuk kembali pada Aldo. Namun mengingat bagaimana ibunya menyadarkan Zia agar tidak berbuat demikian.

Lo pasti bisa Zi, ini baru satu minggu kok. Hatinya menyemangatinya.

Satu minggu serasa satu ribu abad.

"Bah! Satu ribu abad," Zia tergelak.

"Oke lupakan dulu cinta monyetmu Zi, sebentar lagi akan jadi malem bersejarah buat lo." gumamnya sok tegar. "Tunggu jam duabelas lebih satu menit," lanjutnya.

Beberapa menit lagi malam ini berganti hari. Dan Zia sangat ingat pada hari kelahirannya yang tak pernah telat mendapat surprise dari teman-temannya.

Itu dulu?

Sekarang?

Tidak ada.

Zia sendiri. Hanya sendiri. Ya, hanya sendiri. Di tengah malam yang sedikit gelap. Beruntung masih ada penerangan. Kalau tidak, mungkin Zia bisa pingsan karena benci dengan gelap.

Teng!

Seolah alarm di kepalanya berbunyi, Zia melirik jam tangannya.

Matanya kembali memanas menatap pergantian waktu di jam tangannya.

Tawa miris mengalun merdu dari bibir Zia. Aku sudah enambelas tahun.

Aku enambelas tahun ...?

Haha.... Aku ulang tahun? Aku tambah umur satu tahun? Good!

Reflek kedua tangannya terangkat, mempertemukan dua telapak tangannya yang menghasilkan sebuah tepukan ringan. Bibirnya bersenandung lirih, "hari ini.... Hari yang ku tunggu, ber.tam.bah, usiaku, satu tahun, bahagialah aku...." bibirnya mulai bergetar, satu persatu kristal di matanya mulai berjatuhan kembali.

Susah payah agar suaranya tidak tersedat, "yang ku trima, bukan jam dan cincin, bukan seikat bunga, atau puisi, juga kalung hati...."

Tepukan tangannya melemah, suaranya semakin menyedihkan. "Tak apa, aku tak apa, aku gak papa,
Yang ingin aku, dapat darimu....
Do'a setulus hati ....."

Hiks..... Mah,,, maaf, aku harus jujur. Aku sakit karenamu mah...

Zia membiarkan pipinya banjir hingga pandangannya mulai mengabur. Ia terus menyanyikan lagu yang sengaja ia ganti liriknya. "Semoga Tuhan.... Melindungi aku... Serta tercapai semua angan dan cita citaku..."

"Mudah mudahan.... Diberi umur panjang.... Sehat selama lamanya..."

Hiks.......

"Selamat ulang tahuun... Selamat ulang tahuun..."

"Selamat ulang tahun Zia Zippora Alekos....!!"

Hingga akhirnya ia tak tahan lagi dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Bahunya berguncang hebat, isakannya terdengar memilukan.

Kak, bolehkah aku mengatakan kalau aku tak sanggup?

Aku keberatan. Tapi aku gak tau harus minta tolong sama siapa?

Ya Allah, beri aku pertolongan-Mu.

o0o

Mark memijat pelipisnya yang terasa pusing. Lagi-lagi ia harus lembur sampai selarut ini. Produknya yang semakin melejit membuat pekerjaannya bertambah menumpuk. Mark harap besok pekerjaannya sudah berkurang, dan ia bisa kembali membuntuti putrinya.

"Shit!" Mark kembali mengumpat pada berkas-berkas itu. Karena berkas-berkas sialan itu telah menghalangi melihat keadaan putrinya. Entah kenapa firasatnya mengatakan tidak enak.

Apa ada sesuatu yang terjadi dengan putriku?

Matanya melirik jam yang berdiri diatas mejanya.

"Damn!" Mark membanting mapnya di meja.

Tanpa perduli dengan pekerjaannya, ia menyambar jasnya. Kakinya berjalan meninggalkan ruangannya.

Mark mengendarai mobilnya dengan kecepatan rata-rata. Jalanan di malam hari cukup lenggang dan memudahkan Mark dalam berkendara.

Matanya melirik pada jok penumpang di sebelahnya. Bibirnya tersenyum hangat menatap benda yang selalu menemani kemanapun ia pergi. Benda itu seolah obat penenangnya di kala ia merasa lelah dan penat karena urusan pekerjaan.

Karena benda itu, tidak ada seorangpun yang diperbolehkan duduk di sampingnya kecuali benda kesayangannya itu yang sudah menjadi harga mati duduk di sampingnya. Hingga kegilaannya itu membuat Max ingin sekali menyeret Mark untuk melakukan kemoterapi. Max rasa penyakit gila temannya ini sudah memasuki stadium akhir.

Siapa yang tidak menganggapnya gila kalau pria tua ini suka berinteraksi dengan benda mati berbentuk kartun kesayangan putrinya itu?

"Happy Brithday my Princess." gumamnya seraya menepuk-nepuk kepala boneka Masha and the bear yang berukuran cukup besar di sampingnya. Lucunya, boneka itu berkucir satu serta mengenakan pakaian tidur dari produknya. Pakaian tidur khusus yang bertuliskan Princess zZZ di bagian dada boneka itu.

Putri tidur yang terjebak di tubuh mungil Masha? Heol......??

Mark kembali fokus pada jalanan yang lenggang. Bibirnya besenandung lagu selamat ulang tahun versi Rusia yang di nyanyikan oleh Masha.

Sembari bersenandung, pandangannya tak sengaja menangkap sosok mungil yang duduk di taman sedang menutup wajahnya. Bahunya terlihat berguncang.

Entah kenapa, seluit tubuh mungil itu terasa familier.

Untuk membunuh penasaranya, Mark memelankan laju mobilnya dan akhirnya memutuskan untuk berhenti. Pandangannya menatap intens tubuh mungil yang berjarak sekian meter dari jalan raya.

Rambutnya, Mark sangat hafal.

Tapi, apa mungkin?

Mark memeriksa jam tangannya yang menunjukan pukul setengah satu dini hari.

Mark menepis. Tidak mungkin, daerah ini cukup jauh dari rumah putrinya. Kemungkinan besar dia bukan putrinya.

Tapi, hatinya mengatakan sebaliknya. Seolah menahannya agar tidak meninggalkan tempat ini.

Hantu?

Oh, Mark tidak berfikir sampai kesitu. Ia tidak merasakan merinding atau gemetar. Berarti sosok itu nyata.

Hingga, gadis itu menurunkan tangannya, kedua bola mata Mark sukses membulat sempurna.

...

Tangis Zia mereda, ia menurunkan kedua tangan dari wajahnya dan beralih mencengkeram kepalanya yang serasa di timpuk gorong-gorong.

Efek menangis kah?

Zia mencoba mengangkat kepalanya pelan. Pandangannya serasa berputar dan mulai memburam.

Dalam jarak beberapa meter darinya, Zia dapat melihat ada seseorang berjalan kearahnya. Ia mengerjap, mencoba memperjelas pandangannya. Namun nihil, ia tidak dapat melihat dengan jelas siapa orang itu, pandangannya samar.

Tiba-tiba tubuhnya terasa ringan, ia tidak mampu lagi menahan beban tubuhnya. Dan akhirnya, tubuhnya terhuyung bersamaan dengan pandangannya yang menggelap.

Siapapun itu, Zia berharap kalau orang itu bukan orang jahat.

o0o

Hening.

Itulah keadaan meja makan kediaman Aliando Gerald.
Menu makan pagi ini seolah enggan mereka sentuh.

Yang lebih tidak berminat dengan hidangan itu adalah putra sulung mereka yang terlihat paling kacau.

"Ayo dad, mom, bang, makan," Delio berusha mencairkan suasana. Ia membalik piringnya lalu mengisinya dengan menu yang terhidang.

Ali tesadar, "ah, iya del. Ayo makan," sahutnya kaku.

Disini, yang tidak merespon ibu dan putra petamanya.

Aldo duduk bersandar dengan memusatkan pandangan pada kolong meja. Sama sekali tidak berminat dengan hidangan itu. Ia masih memikirkan gadisnya.

Makan apa dia hari ini?

Sementara Prilly, ia masih enggan menatap Ali. Ia masih belum percaya dengan penjelasan suaminya itu.

Semalam, untuk yang pertama kalinya ada pertengkaran hebat antara suami istri itu. Ali yang kelelahan setelah perjalanan jauhnya, berharap istrinya menyambutnya dengan hangat. Terlebih Ali sangat merindukannya.

Namun, harapannya tidak sesuai. Bukan sambutan yang ia dapat, melainkan todongan pertanyaan beruntun dari istrinya. Sontak saja itu membuat Ali terkejut. Tuduhan istrinya sama sekali tidak benar. Disana ia benar- benar bekerja, tidak ada acara selingkuh atau sejenisnya.

Foto-foto yang di lempar istrinya membuat Ali tertawa sumbang. Bagaimana mungkin ada orang yang sengaja mengambil gambar yang tidak sesuai dengan kenyataannya.

Seingatnya, Ali pernah tidak sengaja memeluk Cindy karena reflek menariknya yang hampir tertabrak mobil. Dan masalah senderan itu karena Cindy yang syok dan ketakutan karena nyawanya hampir melayang. Tentu saja itu membuat Ali sangat terkejut karena tiba-tiba wanita itu memeluknya.

Bahkan Ali hampir tidak pernah mengobrol dengan Cindy selain masalah pekerjaan. Apalagi ia tertawa bersama. Itu tidak mungkin! Ia tertawa hanya saat bertemu dengan client yang humoris, bukan Cindy. Ali tidak pernah berbicara seakrab itu dengan sekretarisnya.

Hanya saja, mereka selalu duduk bersisian. Itu karena Cindy sebagai sekretarisnya. Tidak mungkin mereka duduk berjauhan bukan?

Jadi, tuduhan istrinya sama sekali tidak benar. Kelelahan usai perjalanan jauhya membuat Ali ikut tersululut. Ali butuh istirahat, bukan tuduhan yang sama sekali tidak benar.

Disaat kedua orang tuanya bertengkar, Aldo dan Delio tidak ingin ikut campur. Aldo mengurungkan niatnya untuk bertanya pada daddynya. Ia sudah cukup mendengar pertengkaran orang tuanya di ruang tengah.

Tidak ada anak yang suka jika kedua orang tuanya bertengkar. Terlebih ini adalah pertengkaran mereka yang pertama. Aldo dan Delio berinisiatif mendatangi wanita gila itu. Mereka akan berbuat sesuatu agar Cindy menjelaskan pada ibu mereka kalau foto itu tidaklah benar.

"Bang," Delio menyenggol kaki Aldo dengan kakinya di bawah meja. "Hmm," sahutnya malas.

"Makan, ellah. Badan lo tambah kurus tuh, nanti kalo sakit gak bisa nyari si unyil."

"Dia makan apa?" sahutnya dengan gumamam, tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun.

Kunyahan di mulut Delio seketika berhenti. Mendadak lambungnya terasa penuh. Aldo benar.

Dia makan apa ya?

"Sudah kamu datangin rumahnya Al?" Ali tiba-tiba bersuara.

Mendengar suara Daddynya, Aldo mengangkat kepalanya. Menatap Ali sebentar sebelum kembali mengarahkan pandangannya seperti semula. "Sudah, tapi gak ada. Dia gak pulang," jawabnya pelan.

Melihat bagaimana keadaan putranya, sebagian hati Prilly merasa bersalah. Bukan ini maksud Prilly. Bukan meminta gadis itu pergi dari rumah dan menghilang. Prilly sendiri masih tak mengerti kenapa gadis itu memilih menghilang.

Apa dia tidak peduli dengan ibunya kalau-kalau wanita sialan itu mencarinya?

"Apa mommy masih gak setuju kalau aku sama Zia?" Aldo mengeluarkan suaranya setelah cukup lama terdiam. Pandangannya masih menunduk.

Prilly mendesah. Ia menarik napasnya sebelum bersuara. "Aldo, bukannya mom gak setuju. Tapi kamu tau sendiri bagaimana ibunya." Prilly melirik Ali sinis, membuat Ali mendengus lelah.

"Tapi,, "

Haruskah Aldo mengatakannya?? Lidahnya sangat gatal menyimpan fakta itu dari ibunya.

Aldo membuang napasnya pelan, melirik Delio sejenak. Delio yang sadar dan tahu maksud kakaknya mengangguk mantap.

Ini demi hubungannya dan gadisnya.

Maaf Zi, aku harus mengatakan ini.

"Ada yang mom tidak tahu tentang Zia,"

o0o

"Bagaimana Ric?" tanya Mark pada temannya yang berprofesi sebagai Dokter. Sebisa mungkin Mark menyembunyikan raut paniknya agar temannya ini tidak curiga.

"Tidak ada yang serius sih, cuma terserang demam typoid. Apa anak itu melupakan makannya dan lebih suka makanan yang tidak sehat?"

Mark menggeleng lesu, "dunno."

"Anak itu terlihat lusuh, pakaiannya kotor. Tapi, setelah aku perhatikan dia seperti...... mirip denganmu." tembaknya tepat sasaran.

Mark mulai gelisah.

"Setauku, seorang Mark Alekos belum menikah apalagi memiliki anak,"

"Ya, memang aku belum pernah menikah."

"Terus anak itu?"

Suara Mark tertelan, ia belum siap menceritakan pada teman dekatnya ini. Cukup Max dulu. Setidaknya setelah ia meyakinkan anaknya, baru dia akan mengumumkannya.

Disaat Mark sedang kebingungan, pintu ruangan ini tiba-tiba terbuka lebar bersamaan dengan lengkingan gadis cilik. "Oooommm...... Papi nyebeliinn gak bolehin aku pacaran...!! Aku mau sama om aja..!!" gadis itu langsung menubruk pria berjas putih itu.

Rico terkejut dengan kedatangan gadis ini yang tiba-tiba. "Fiqa, kok kamu kesini?"

"Aku sebel sama papi, tadi aku lagi jalan sama Sagy, eh ketauan ama papi. Terus papi langsung bawa aku kemobil, terus papi mampir kesini katanya mau jenguk temannya, terus aku kabur aja ke ruangan om. Aku tuh sebel!" cerocosnya seolah tak ada hari esok.

Mark menahan tawanya mendengar ocehan gadis duabelas tahun itu. Setidaknya ia terselamatkan oleh bocah cilik itu. "Oke, Ric, kayaknya keponakanmu sedang ingin manja-manjaan sama omnya. Aku keluar dulu mau cari makan."

o0o

Empuk.

Hangat.

Nyaman.

Wangi.

Apa aku berada di alam lain?

Perasaan aku masih berpetualang mengelilingi seupil bagian dunia ini.

Eh, kenapa semuanya warna putih?

"Cantik banget sih bocah ini, bikin gemes deh."

"Gue aja yang cewek iri, tidur aja keliatan cantik."

"Kayaknya dia bule,"

"Masa sih?"

"Liat rambutnya,"

"Tapi bisa di semir kan?"

"Beda, ini keliatan asli. Hidungnya sama kelopak matanya juga beda."

"Hmm, mungkin sih. Yang jelas gadis ini kasian. Kenapa dia sekurus itu, apa dia kurang gizi?"

"Gak tau ah, udah yuk keluar. Tugas kita udah selese. Nanti kalo gadis ini udah sadar kita cek lagi."

Percakapan itu bisa Zia dengar. Entah siapa mereka, Zia tidak tahu.

Tiba-tiba hidungnya mencium bau sesuatu.

Kok bau obat?

Aku......

Matanya berhasil terbuka. Cahaya lampu langsung menyambutnya. Seolah tertusuk, Zia kembali memejam lalu membuka kembali matanya yang kini sudah terasa lebih ringan.

Badannya terasa lemas, pusing di kepalanya masih terisa.

Ah, Zia tersadar tangannya tertusuk jarum infus.

Jadi aku di rumah sakit?

Keadaan ini mengingatkan dirinya waktu ia terjatuh dari tangga sekolah Dasar saat usianya sembilan tahun.

Lalu sebuah pertanyaan berputar-putar di kepalanya

Siapa yang membawanya kesini?

Menghela napas. Sudahlah, siapapun itu aku sangat berterimakasih.

Zia merubah posisinya menjadi duduk. Ia mengatur posisi ranjangnya dengan susah payah agar dapat memudahkannya dalam bersandar.

Pandangannya tidak bisa diam mengamati ruangan ini yang bisa di katakan.... Mewah.

Apa ini VVIP..?

Zia mengendik bahu. Entahlah...

Merasa tenggorokannya kering, ia meraih segelas air yang terdapat di atas nakas dekat ranjangnya.

Zia akan meletakan gelas di atas nakas saat pandangannya tidak sengaja menangkap boneka Masha yang terduduk di sofa.

Seketika matanya berbinar cerah, seolah sakit di tubuhnya menguap entah kemana.

Tanpa peduli dengan keadaannya, Zia mencopot paksa infus di tangannya. Lantas ia turun dari ranjangnya dan berjalan menghampiri boneka itu dengan tertatih.

Zia meraih boneka itu dengan senyum riang. Ia peluk dengan erat dan menghirup dalam-dalam wangi boneka itu.

Ah, baunya sangat wangi.

Setelah puas memeluk dan menciumnya, Zia memandangi tubuh boneka itu. Dahinya mengerut melihat ada kertas yang menyelip di saku baju boneka itu.

Zia mengambilnya dengan perasaan ragu, lalu membukanya.

Get well son my Princess....

I miss you so bad.

M.Alekos.

Tangan Zia bergetar membaca pesan singkat itu, hingga kertas itu terlepas dari tangannya. Melayang bebas dan tersonggok di atas lantai begitu saja.

Alekos?

Boneka Masha? Alekos?

Kepalanya kembali berdenyut.

Itu tidak mungkin ayahnya, tidak mungkin.

Batinnya menolak keras.

Dengan perasaan campur aduk, antara percaya dan tidak percaya, keadaan itu membawa langkahnya meninggalkan ruangan ini.

Wajahnya masih terlihat pucat, baju rumah sakit membungkus tubuhnya, kedua tangannya tanpa sadar terus memeluk boneka itu. Kakinya yang tanpa alas melangkah dengan gontai sampai ke jalan raya. Persis seperti pasien sakit jiwa yang kabur dari rumah sakit jiwa.

Batinnya terus bergumam tanpa henti seolah kaset rusak yang di putar.

Tidak, itu tidak mungkin.

Itu sulit di percaya.

Dia bukan papa.

Bukan,

Aku gak punya papa.

Aku gak tau papa seperti apa.

Tidak.

Tidak.

Tidak mungkin.

Itu sangat tidak mungkin.

Aku gak punya papa.

Jadi nama itu hanya kebetulan.

Cuma kebetulan mirip.

Cuma mirip aja.

Iya, itu cuma keb---

TIINNNNNNNNNNN!!!!

BRAAAKKK!!!


#Tbc

Heooollll....??? 😆😆😆😆

Apaan tuh yg ketabrak. Hadeuh.. Mami nuna aya aya waee 😄😄

Qaqaa.... Aku cocok gk jd Ziaa 😯

Continue Reading

You'll Also Like

16.8M 746K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
424K 26.8K 55
Masalah besar menimpa Helena, ia yang sangat membenci bodyguard Ayahnya bernama Jason malah tak sengaja tidur dengan duda empat puluh empat tahun itu...
1.4M 129K 49
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
2.2M 32.7K 47
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...