When Marshmallow Meet Dark Ch...

By Cassigatha19

106K 11.8K 523

Status: COMPLETED, buku II seri kembar Tiara Chrysantee Len--kembar keempat "Pilih salah satu: mati di tangan... More

PROLOG
1. Marshmallow
2. Dark Chocolate
3. Frozen Chocolate
4. Roasted Marshmallow
5. Burnt Marshmallow
6. Melted Marshmallow
7. Marshmallow Meet Fresh Milk
8. Teared Marshmallow
9. The Marshmallow: Fragile
10. Dark Chocolate Meet Marshmallow
11. Marshmallow and Chocolate in the Bowl
12. Dark Chocolate: Shadow
13. Red Velvet by Blood
14. Pink Marshmallow
15. Dark Chocolate: Decoy
16. Red Velvet: The First and Last Warning
17. Rainbow Cake: Killed Pawn
18. Warm Chocolate and Marshmallow
19. Marshmallow: The Light Getting Lost
20. Lemonade
21. The Fruit Salad is Totally Mess
22. Marshmallow Added in Sherry Trifle
23. Aromatic Chocolate with Citrus
24. Dark Chocolate: Silhouette
25. Bitter Chocolate
26. Marshmallow Meet Oatmeal
27. Red Velvet: Grin from Devil
28. Another Chocolate in Box
29. Marshmallow with Chocolate: Calmness
30. Game I: Lollipop
31. Game II: Cold Gummy Bear
32. Clementine and Another Game: Blueberry Cupcake
33. Orange Marshmallow
34. Marshmallow and Melted Chocolate
35. Marshmallow Dipped in a Bowl of Blood
36. Marshmallow: Faded
37. Marshmallow with Chocolate: Sweets
38. Marshmallow and A Cup of Cinnamon Tea
The Illustration about Them
39. Trump Card Found: Black Tea
40. Marshmallow: Jealousy
41. Red Velvet Lava
42. Marshmallow: Familiar Scent
43. Marshmallow and Hot Ginger Tea
44. Citrus: Soot in His Eyes
45. Game III: Second Murder
46. Bitter Marmalade and Kourabiedes
47. Red Tea: Invitation from Hell
48. Tea Party Night
49. Spilled Tea and Teared Marshmallow
50. The Marshmallow: Dying
50.5. Autumn Crocus
51. Tannin
52. That Marshmallow: Terrified
53. That Chocolate: Poisonous
55. Marshmallow and Chocolate: Final
EPILOG
Red Spider Lily: Lycoris Yanet (1/3)
Red Spider Lily: Lycoris Yanet (2/3)
Red Spider Lily: Lycoris Yanet (3/3)
Withered Flower: Euodia

54. Marshmallow Found Chocolate: Love

1.3K 184 3
By Cassigatha19

"Inget pintu keluar belakang yang itu?"

"Hah! Pintu baja itu! Kita nggak bakal bisa buka tanpa kunci!"

"Brengsek tadi tahu makanya dia keluarin kita!"

"Kalau balik, kita juga bakal dibunuh!"

"Jadi ke mana kita musti cari kuncinya?!"

"Salah satu pasti ada yang pegang! Kalau ketemu, bunuh aja!!"

Salah satu dari mereka yang tahu persis seluk beluk tempat itu—bahkan lorong kecil di gorong-gorong—menyelinap keluar. Dia terkekeh tanpa suara karena arah yang diambilnya benar. Egoisnya, orang itu sama sekali tidak mengambil resiko untuk memberitahu juga pada orang selainnya. Apabila ada satu saja yang mengikuti, bisa-bisa mereka akan langsung dipenggal begitu ketahuan.

Penutup saluran air dibuka dari dalam. Senyumnya mengembang saat keluar dari gorong-gorong bau yang telah dia lewati. Hati-hati tanpa lupa mengawasi sekeliling, punggungnya menghimpit ke dinding lalu berjalan miring untuk mengitar. Bunyi gesekan bajunya terdengar jelas yang lantas mengundang perhatian Lava.

Laki-laki itu mengeratkan pegangannya pada girth kemudian beranjak pergi dari posisinya. Langkahnya yang berjalan tenang bersamaan dengan lari tikus yang lepas. Di saat yang sama pula dengan Audi Viola yang berhenti di depan gerbang.

Salah satu tawanan tadi mengendap tersembunyi di balik semak yang gelap. Seringainya timbul melihat mobil Viola—berencana kabur dari sana dengan mencuri mobil tersebut. Setelah semua orang di dalamnya keluar satu per satu, dia bergerak makin mendekat tanpa satu pun dari mereka yang menyadari. Saat itu juga Logan berseru nyalang menyuruh yang lain merunduk.

Peluru-peluru dari senapan terlontar dari jarak jauh. Salah satunya mengenai tepat di pelipis, membuat lubang di sana hingga tubuh itu langsung tergeletak.

Viola dan Tiara sama-sama bergidik melihat mayat yang masih dalam keadaan mata terbuka itu—terlebih Luki. Begitu sadar orang itu telah mati, tembakan pun mereda. Logan bangkit berdiri diikuti yang lain sementara Tiara terduduk mengikuti arah pandangan yang lain. Sosok Lava melangkah makin mendekat sambil menyandarkan senapan di bahunya.

Dia berhenti kurang dari dua meter dari mereka. Rautnya seperti biasa, tenang.

"Dia tidak akan senang melihat kalian ada di sini," ujarnya menatap bergantian pada Tiara dan Viola lalu berhenti pada Logan. Meski tubuh Logan bisa jadi tiga kali lebih besar dari dirinya, entah kenapa karakternya terkesan lebih ciut dari Lava. "Aku sempat berpikir akan menakut-nakuti kalian tadi."

Viola mengenalnya namun memilih tidak meladeni laki-laki itu.

"Di mana Ranan?" tanya Tiara tanpa basa-basi. "Di mana dia?!"

Manik mata Lava agak melebar melihat gadis itu hanya bisa terduduk. Mengetahui karakternya, dia bisa saja langsung maju dan mencengkeram kerah baju Lava, bahkan langsung menendangnya. Lava pun langsung tahu ada yang salah dengan kaki Tiara.

"Chrysantee." Lava tanpa keraguan sedikit pun menyebut nama gadis itu dan menatapnya dalam. Meski ada sepasang kembar di depannya, dia bisa langsung membedakan keduanya. "Kau pikir apa yang bisa kau lakukan dengan kondisi seperti itu?"

Lidah Tiara kelu. Ingin sekali dia menjerit kasar pada Lava, tapi kemudian Tiara sadar kalau laki-laki itu benar. Dirinya tidak bisa berbuat apa pun tanpa bantuan orang lain sekarang. Ranan bisa berada di mana pun. Tidak ada jaminan Tiara akan dengan mudah menemukannya. Salah satu dari mereka—Lava pun sepertinya tidak memiliki niat membantu.

Bisa menebak kalau gadis itu tidak bisa membalas, Lava kemudian berbalik pergi. Sontak Tiara melonjak-lonjak sembari berteriak nyalang. Viola kewalahan, hendak menenangkannya tapi gagal. Tak disangka-sangka teriakan itu justru menyulut emosi Logan yang tadi sempat dipaksa mematung. Tiba-tiba badan Tiara diangkatnya ke atas pundak. Meski terkejut, Tiara tidak meronta.

Viola dan Luki pun melongo bingung.

Lava mengernyit saat Tiara tidak lagi meraung. Dia lagi-lagi menoleh ke belakang lalu mengerjap.

"Logan..." Tiara menumpu tubuhnya dengan menekan punggung laki-laki itu.

"You know I always like you." Logan berkata saat langkahnya cepat sambil menggendong Tiara ke tempat suram yang akan membawa mereka menemukan Ranan. Dia juga tanpa ragu melewati Lava yang anehnya tidak mencoba menghentikannya. "Yanet pasti akan melakukan hal yang sama."

***

Entah karena meleset, atau karena sengaja ditembakkan ke titik yang keliru, satu peluru itu melubangi lantai setelah menggores betis pria di depan Ranan. Darah mengalir di kakinya, dan Andy termangu sembari tetap menatap Ranan. Guratan nanarnya terpampang jelas. Tidak ada kelegaan di sana, namun juga tidak tampak ada rasa takut pada emosi Andy.

"Aku telah membunuhmu hari ini," ucap Ranan. Pandangannya kosong. "Mulai detik ini, aku tidak lagi punya keluarga!"

Bentakannya menggaung hingga Ferox yang berada di sudut paling jauh pun bisa mendengar. Amarah laki-laki itu terhalang untuk bisa dilampiaskan sepenuhnya. Sosoknya kemudian menghilang setelah melewati ambang pintu menyusul Oleander juga melewati beberapa mayat yang tergeletak.

Ferox kemudian menoleh pada Damar yang masih berada dalam kerangkeng kecil khusus untuknya. Laki-laki itu selanjutnya membuka pengait hingga tutupnya terbuka lebar. Damar sempat bersitatap dengannya namun Ferox tidak mengatakan apa pun sampai langkahnya bergerak untuk meninggalkannya.

***

Tidak butuh waktu lama bagi Oleander untuk menemukan keberadaan Andre saat dirinya seperti tengah bermain petak umpet. Orang-orang itu berlari dan bersembunyi darinya dalam ketakutan yang amat sangat. Kemudian saat secuil saja bagian tubuh mereka terlihat, Oleander akan langsung melemparkan panah dart. Jarumnya yang panjang akan menancap dalam hingga mengenai tulang.

Sesuai janjinya, Oleander tidak menyentuh Andre meski melihatnya. Lagipula sedari awal mereka telah berencana membiarkan pria itu berlari tunggang langgang seperti mangsa. Ditambah lagi Oleander juga telah memberinya "hadiah", yaitu suntikan serum buatannya sendiri. Maka persis perkiraan, tubuh kaku Andre akan makin membuatnya terpojok dan bisa dengan mudah dibunuh oleh Ranan.

Oleander menghentikan langkah. Perempuan itu menoleh dan berjengit membuncah senang saat melihat Ranan.

Mata yang penuh kemurkaan, kebencian dan napsu untuk membalas. Laki-laki itu melewati Oleander dari jarak yang tidak begitu jauh. Di tangannya tampak sebilah pisau yang berlumur darah segar. Rautnya dingin dan pucat bagai vampir kelaparan. Ranan sempat berhadapan dengan salah satu pria tak dikenal yang gemetar ketakutan melihatnya. Namun laki-laki itu tidak sedikit pun peduli. Tujuannya hanya satu: Lindenii.

Lalu untuk menyulut bara api supaya bertambah besar, Oleander menembakkan peluru pembius berisi serum pada Andre. Erangannya langsung mengundang perhatian Ranan yang sontak berlari mengejar.

Oleander menyeringai. Puas dengan apa yang dia lakukan, perempuan itu pun mundur—tidak akan lagi ikut campur sampai semuanya selesai.

***

Tubuh Tiara berganti posisi dalam gendongan di belakang punggung Logan. Viola dan Luki mengekor. Mereka mendapati bagian dalam bangunan itu kosong dan lantainya penuh pasir yang berserakan. Tiara menunjuk pada lorong gelap di hadapan mereka lalu masuk ke dalam. Merasa tidak memiliki banyak waktu yang tersisa, Logan pun berlari—mengesampingkan resiko bahaya yang timbul dari derap langkahnya.

Napas mereka sama-sama tercekat melihat ruangan yang menyambut mereka di ujung. Kerangkeng. Darah. Tiara mendadak merasakan perutnya bergolak mual.

"Pintunya terbuka." Viola menunjuk ke arah tidak jauh di depan mereka di mana beberapa onggok mayat terlihat.

Bahkan tanpa Tiara memberi aba-aba, Logan langsung berlari ke sana.

"Kau baik-baik saja?" tanya Viola pada Luki yang bergeming. Tangan gadis itu menyilang.

"Aku cuma tidak biasa melihat hal seperti ini." Luki memalingkan wajah. Berulang kali dia kedapatan menelan ludah—mati-matian menahan gejolak dalam perut.

Di lain sisi, Tiara dan Logan mendapati lebih banyak mayat dan orang-orang yang terluka di luar. Jari-jari Tiara tanpa sadar mencengkeram depan kaus Logan. Napasnya berat juga memburu. Gadis itu juga hampir putus asa karena tidak kunjung bisa menemukan tanda-tanda keberadaan Ranan. Suasana gelap menghalangi jarak pandang mereka.

Tiara mulai terisak.

"Kita akan menemukannya," kata Logan sambil terus berlari. "Jangan menyerah mencarinya."

Tiara mengeratkan pelukannya pada Logan setelah menghapus bulir air mata di pipi. Logan benar. Ranan pun berani mengambil resiko menyelamatkan Tiara waktu itu meski pada akhirnya dia pun terluka. Tidak ada yang lebih membuat Tiara bersyukur karenanya. Tapi kenapa..? Kenapa Ranan meninggalkannya di saat dia seharusnya bisa bersamanya?

Tiara tidak sengaja melihat tangga meski di sekeliling mereka adalah sebuah lapangan terbuka.

"Ayo kita ke atas! Kita bisa lebih cepat menemukannya!"

Logan mengikuti saran gadis itu lalu melesat cepat menghampiri tangga. Di lantai dua keadaannya sama seperti bagian lain bangunan tersebut. Untungnya jendela-jendela yang menghadap keluar tidak terbagi dalam sekat-sekat dinding. Logan dan Tiara bisa dengan mudah menelusur mengamati pemandangan di bawah.

Lama mereka mencari dan frustasi karena tidak menemukan apa pun. Tapi sesaat kemudian, tatapan Tiara terpaku ke satu arah. Tangannya meremas bahu kanan Logan dan langkah laki-laki itu pun terhenti.

Damar..

Logan pun melihatnya. Laki-laki itu bersusah payah berjalan sambil tetap menekan perutnya yang terluka. Saat tiba-tiba terdengar suara seseorang berteriak nyaring, Tiara berjengit—sama halnya dengan Damar. Napas laki-laki itu memburu tegang kemudian dia pun berlari. Logan yang juga merasa suara tadi ada sangkut pautnya dengan Ranan pun berlari menyusul.

Derap langkahnya menggema tergesa. Tiara sampai harus menekan rahang supaya lidahnya tidak tergigit. Sialnya begitu sampai lagi di dasar, mereka kehilangan Damar. Sosok laki-laki itu tak terlihat di mana pun. Baru ketika bunyi besi terpelanting menyentak, insting Logan mendorongnya berlari lagi.

Teriakan Tiara lolos.

Ranan menempelkan pisau ke leher Damar. Kepalanya kemudian menoleh, dengan sinar yang hampir sirna tidak bersisa.

***

Meski Andre berada persis di hadapannya, Ranan sama sekali tidak menyukai apa yang dia lihat. Andre jatuh setelah Ranan menghantamnya bertubi-tubi sampai hampir sekarat. Tubuhnya yang dipenuhi memar menggeliat lemah di atas rumput. Matanya menyorot tapi tidak mengarah ke mana pun. Ranan juga yakin Andre tidak akan bisa mencerna apabila dirinya mengatakan sesuatu.

Dendam Ranan masih belum surut. Ingatannya kembali mengulang ke saat di mana ibunya dan Ceri berteriak pilu malam itu setelah ayahnya dibunuh di depan matanya. Kejadian yang membuat dunia Ranan runtuh seketika. Apa yang dia pikirkan selama ini hanyalah cara supaya dendamnya terbalas. Namun melihat Andre yang berbaring tidak berdaya di depannya kini, Ranan merasakan kegetiran yang jauh lebih menyesakkan daripada amarahnya.

Semua yang sudah Ranan alami tidak sepenuhnya berpusat pada bajingan itu. Ranan bahkan hampir tidak bisa merasakan apa pun. Perasaannya kian campur aduk. Air menggenang di pelupuk matanya. Napasnya berat, menghembus, serta menciptakan uap di udara yang membekukan sekitar mereka.

Kemudian laki-laki itu mengarahkan moncong pistolnya pada wajah Andre. Dia menggigit bibir bawah karena Andre tidak menatap Ranan di saat-saat terakhirnya.

Ranan hanya harus menekan pelatuknya singkat sebelum semua ini berakhir.

Hanya satu gerakan kecil saja..

Jantungnya seolah berhenti berdetak saat sekelebat bayangan menghalanginya saat itu juga. Ranan membeliak terkejut. Laki-laki itu lalu menggeram marah dan seketika mengganti pistolnya dengan sebilah pisau yang juga dia bawa.

"Kau.. berani memperlihatkan dirimu di hadapanku," desis Ranan. Di depannya, Damar menekuk lutut serta tubuhnya menjadi pelindung bagi Andre.

"Aku tidak sedang menghentikanmu," balas Damar lalu tiba-tiba meringis sembari memegangi perutnya. Nanar, dia menatap Ranan—bernada putus asa. "Sekarang sudah tidak ada gunanya aku lari. Kamu dapat apa yang kamu mau."

"Apa yang aku mau?" Ranan menanggapinya sinis. Ekspresi yang ditampakkan Damar sama sekali tidak membuatnya goyah. Ranan bahkan mulai menggoreskan sisi tajam pisaunya ke leher laki-laki itu. "Mengenyahkan orang-orang menjijikkan sepertimu dariku!"

Detik itu juga seruan nyaring seseorang membuyarkan perhatian Ranan. Laki-laki itu sontak menoleh ke samping—hampir tidak memercayai apa yang dilihatnya.

Tiara memaksa turun meski Logan tampak ragu membiarkannya. Ranan bergeming saat selanjutnya gadis itu terduduk menatapnya juga menangis.

Kalau dia ingin menghentikan Ranan, seharusnya dia berlari pada laki-laki itu. Tapi kenapa..?

"Ranan.. Ranan.." Gadis itu berkata meski dengan suara terbata dan nada yang bergetar. Dia menjulurkan tangannya putus asa. "Ayo pulang... kembali bersamaku.."

Tidak jauh dari sana, Ratimeria diam-diam memperhatikan bersama dengan Ferox, Oleander dan Lava.

"Kau seharusnya tidak ada di sini." Ranan menatap Tiara tajam sementara pegangan tangannya pada pisau mengerat. Sebelum Ranan kembali menoleh pada Damar, Tiara membentaknya.

"TATAP AKU!!"

Ranan bergeming. Perasaannya bertambah kacau berkali-kali lipat karena kini gadis itu ada tidak jauh darinya. Sebagian hatinya lega Tiara baik-baik saja, tapi apa yang tengah gadis itu lakukan sama sekali tidak membuat pendirian Ranan goyah. Dan lagipula kenapa dia begitu bersikeras menghentikannya meski Ranan akan membalas perbuatan laki-laki itu padanya?

Kesal karena diabaikan, Tiara meraung sembari memukul-mukul tanah.

"BERGERAKLAH!! BERGERAKLAH SIALAN!!!" jeritnya terisak. Satu tangannya mencengkeram betisnya sendiri. Putus asa, dia menunduk rendah. Namun detik selanjutnya dia menyeret tubuhnya sendiri ke hadapan Ranan juga tetap di depan Damar.

Ranan tetap diam—antara batinnya yang mencelos menyadari gadis itu tidak sanggup berdiri, juga melihatnya berusaha keras menghalangi Ranan.

"Menyingkir."

Tiara cepat-cepat menggeleng.

"MENYINGKIR KATAKU!!"

"TIDAK AKAN!!!" Keduanya saling membentak tanpa ada yang berniat mengalah. Tubuh gadis itu gemetar ketakutan karena Ranan masih memegangi pisau yang berlumur darah. Tapi dia tahu tidak akan bisa mundur kali ini.

Kemarahan Ranan mulai sampai pada puncaknya hingga dia mengarahkan ujung pisau pada gadis itu. Logan dan Damar terkesiap.

Lava bersiap mengarahkan ujung senapannya pada Ranan, namun Ratimeria membuatnya menurunkan benda itu.

"Kau tidak tahu apa pun." Ranan mencecap pahit batinnya. "Hidupku hancur hanya dalam semalam. Dia di sana sewaktu membunuh ayahku. Mereka membuat ibu dan adikku menjerit meminta ampun tapi tidak didengar. Apa kau tahu rasanya? Berkali-kali aku membuatmu dalam posisi yang rentan dicelakai demi ini! Apa yang kau tahu?!"

Tiara terperanjat. Hatinya tidak menyangkal kali ini dia amat sangat ketakutan. Kemarahan Ranan membuat Tiara mengenali sosok lain laki-laki itu: penuh luka dan amat menyedihkan.

"Aku tidak tahu apa pun..." Tiara membenarkannya. Volume air matanya yang mengalir bertambah banyak. "But if I can do something to make you still stay with me.. I will do it..."

Hening sejenak saat Tiara mengusap pipinya.

"Aku membantumu bukan untuk ini..." Gadis itu menggeleng. "I was lying.. Kalau semua itu kulakukan supaya bisa bersamamu lebih lama, aku takkan menyesali apa pun... Kau hanya memanfaatkanku—aku tahu. Tapi aku tidak ada bedanya denganmu. Confused by the lies we've been fed.. and searching for no one.. But ourself..

"Kau kehilangan keluargamu.. tapi apa kau tahu aku ketakutan setengah mati tidak bisa melihatmu lagi?"

Ranan terdiam. Kegelapan dalam sanubari perlahan luruh.

Dan dalam keheningan panjang, gadis itu berbisik pelan dalam tangisnya.

"Don't you love me...?"

Continue Reading

You'll Also Like

8.6M 526K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
2.1M 331K 67
Angel's Secret S2⚠️ [cepat, masih lengkap bro] "Masalahnya tidak selesai begitu saja, bahkan kembali dengan kasus yang jauh lebih berat" -Setelah Ang...
13.8M 1.1M 81
β™  𝘼 π™ˆπ˜Όπ™π™„π˜Ό π™π™Šπ™ˆπ˜Όπ™‰π˜Ύπ™€ β™  "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...
3.7M 292K 89
Beberapa chapter telah dihapus, versi lengkap terdapat di novel! [HARAP FOLLOW AUTHOR SEBELUM MEMBACA] [BUKU TERSEDIA DI TOKO BUKU ONLINE] "PETARUNG...