When Marshmallow Meet Dark Ch...

By Cassigatha19

106K 11.8K 523

Status: COMPLETED, buku II seri kembar Tiara Chrysantee Len--kembar keempat "Pilih salah satu: mati di tangan... More

PROLOG
1. Marshmallow
2. Dark Chocolate
3. Frozen Chocolate
4. Roasted Marshmallow
5. Burnt Marshmallow
6. Melted Marshmallow
7. Marshmallow Meet Fresh Milk
8. Teared Marshmallow
9. The Marshmallow: Fragile
10. Dark Chocolate Meet Marshmallow
11. Marshmallow and Chocolate in the Bowl
12. Dark Chocolate: Shadow
13. Red Velvet by Blood
14. Pink Marshmallow
15. Dark Chocolate: Decoy
16. Red Velvet: The First and Last Warning
17. Rainbow Cake: Killed Pawn
18. Warm Chocolate and Marshmallow
19. Marshmallow: The Light Getting Lost
20. Lemonade
21. The Fruit Salad is Totally Mess
22. Marshmallow Added in Sherry Trifle
23. Aromatic Chocolate with Citrus
24. Dark Chocolate: Silhouette
25. Bitter Chocolate
26. Marshmallow Meet Oatmeal
27. Red Velvet: Grin from Devil
28. Another Chocolate in Box
29. Marshmallow with Chocolate: Calmness
30. Game I: Lollipop
31. Game II: Cold Gummy Bear
32. Clementine and Another Game: Blueberry Cupcake
33. Orange Marshmallow
34. Marshmallow and Melted Chocolate
35. Marshmallow Dipped in a Bowl of Blood
36. Marshmallow: Faded
37. Marshmallow with Chocolate: Sweets
38. Marshmallow and A Cup of Cinnamon Tea
The Illustration about Them
39. Trump Card Found: Black Tea
40. Marshmallow: Jealousy
41. Red Velvet Lava
42. Marshmallow: Familiar Scent
44. Citrus: Soot in His Eyes
45. Game III: Second Murder
46. Bitter Marmalade and Kourabiedes
47. Red Tea: Invitation from Hell
48. Tea Party Night
49. Spilled Tea and Teared Marshmallow
50. The Marshmallow: Dying
50.5. Autumn Crocus
51. Tannin
52. That Marshmallow: Terrified
53. That Chocolate: Poisonous
54. Marshmallow Found Chocolate: Love
55. Marshmallow and Chocolate: Final
EPILOG
Red Spider Lily: Lycoris Yanet (1/3)
Red Spider Lily: Lycoris Yanet (2/3)
Red Spider Lily: Lycoris Yanet (3/3)
Withered Flower: Euodia

43. Marshmallow and Hot Ginger Tea

1.3K 172 1
By Cassigatha19

Tiara membisu setelahnya. Mulai dari perjalanan berlanjut ke vila, sampai perjalanan pulang. Anak-anak lain menyadari situasinya aneh karena biasanya gadis satu itu lumayan cerewet. Sofi beberapa kali mencoba mengajaknya bicara, tapi hanya dijawab seadanya. Tiara hanya diam. Meski begitu diam-diam dia melirik Yanet.

Yanet memakai syal seharian ini. Di dalam kelas pun, dia tidak menanggalkan syal rajut berwarna merah bata tersebut. Tiara sempat mengira dia sakit, tapi tingkahnya tetap enerjik seperti biasa. Hanya saja setelah kejadian tadi, Yanet juga berubah diam. Dialah yang menarik Tiara di saat yang genting, bahkan sampai tubuhnya ikut berguling pada tanah berbatu di pinggir jalan. Mungkin karena tindakannya terlalu tiba-tiba, napas gadis itu seperti penderita asma yang sedang kambuh.

Tiara lagi-lagi diliputi perasaan bersalah. Baru kali ini dia melihat Yanet terlihat kesakitan seperti itu, terlebih gara-gara dirinya. Tapi perlahan, rasa penasarannya akan siapa Yanet sesungguhnya telah menguasai benak Tiara lebih dalam.

Satu mobil berpisah dari mobil lainnya untuk mengantar Tiara dan Yanet. Sofi sudah lebih dulu diantar ke rumahnya, jadi tinggal mereka dan salah seorang guru yang ada dalam mobil. Setelah keluar dan mengucapkan terimakasih, mereka pun masuk melewati gerbang yang terbuka setengah.

Yanet masih diam. Keringat dinginnya mengucur. Tangan kanannya juga masih menekan ulu hati.

Apakah sesakit itu?

“Hei..” Tiara memanggilnya.

Yanet menoleh.

“Langsung istirahatlah di kamar,” saran Tiara. “Tapi jangan kunci pintunya, oke?”

Yanet tidak membalas. Sementara Tiara berhenti di dapur, gadis itu melangkah menuju kamarnya.

***
Ranan tengah duduk di balkon tengah. Di depannya, Oreo berdiri dan bersandar sedangkan Ranan memijat leher belakangnya—yang mana membuat anjing itu semakin betah bermanja-manja. Ketika akhirnya telinga Ranan menangkap bunyi seseorang yang menaiki tangga, laki-laki itu pun memutar kursi roda.

“Darimana saja?” tanya Ranan—sebenarnya tidak berniat tahu.

Survey tempat outbound untuk lusa,” jawab Tiara kaku.

Ranan kembali memijat leher Oreo dalam diam. Tiara menghampiri kursi kayu pada balkon tersebut kemudian menariknya supaya lebih dekat pada Ranan. Ekspresinya seperti akan mengatakan sesuatu, tapi dia ragu. Ranan yang sadar akhirnya mengalah. Laki-laki itu berhenti memanjakan Oreo meski diprotes sang peliharaan.

“Ada apa?”

“Aku..” Tiara berucap sambil benaknya mengingat kembali kejadian tadi. “Sedikit merasa aneh dengan Yanet.”

Sedetik, Ranan berkedip cepat. Untungnya Tiara tidak menyadari reaksinya. Sembari memandang gadis itu, benak Ranan mencoba menerka-nerka.

Apa ini ada hubungannya dengan perbuatan Ranan pada Yanet kemarin malam? Tidak mungkin, pikir Ranan. Kalau pun Yanet bercerita, maka dia akan terjebak memaparkan lebih jauh pada Tiara. Sementara gadis itu tidak punya keterlibatan langsung pada apa yang tengah Ranan dan Yanet rencanakan.

Ranan mendapati Tiara mengusap-usapkan kedua telapak tangannya gelisah. Saat sudut matanya melihat goresan luka di sana, mendadak laki-laki itu menariknya. Tiara tersentak. Gadis itu tahu apa yang dipikirkan Ranan karena sekarang, sorotnya kentara menuntut penjelasan. Tiara jadi tidak punya pilihan selain menceritakan semuanya tanpa berbasa-basi.

“Aku nyaris menabrakkan diri ke truk. Yanet menolongku. Ini tidak seberapa,” paparnya sehingga Ranan akhirnya melepaskan tangannya. “Tapi gara-gara aku sepertinya dia yang terluka.”

“Menabrakkan diri?” Ranan mengulang.

Tiara enggan membalas tatapan Ranan. “Satu-satunya fobia yang aku punya. Aku hanya tidak sadar saat melakukannya. Ini ada hubungannya dengan cerita di mana aku diculik dulu. I told you before.”

Ranan diam.

“Tapi sepertinya Yanet tahu..,” ujar Tiara. “Tidak hanya menarikku, dia juga menutup mataku. Dia melakukannya persis seperti Gladys saat terjadi kejadian yang sama.”

***
Kali ini pandangannya menyorot kosong. Hampa. Perhatiannya meneliti lagi beberapa sudut dalam rumah itu. Rumah tua. Bergaya klasik dengan dinding-dinding yang semakin lama mengelupas memperlihatkan warna bata. Ketika malam, warna jingganya akan berubah menjadi merah pekat. Bayangan-bayangan berkelebat di mana-mana. Berbanding terbalik ketika hari cerah.

Damar menutup mata sekilas, menyerapi baris demi baris lirik dalam lagu yang dia dengar.

“Meet me there at midnight..
Same place we always go.
I’m absolutely sure he doesn’t know.”

Perih luka dalam batinnya menyusup pelan-pelan. Laki-laki itu bergeming sembari kedua tangannya mengepal erat. Napasnya serasa berat, seolah-olah sesuatu sedang menekannya. Sedikit sulit dia menghirup napas dalam-dalam, berharap setidaknya hatinya akan sedikit tenang. Namun dia salah. Sama sekali tidak ada ketenangan di sini. Damar selalu diliputi rasa bersalah. Kemarahan beberapa kali mengusiknya. Akan tetapi geraknya tetap terantai.

“When can I next see you? I’ve been counting down the days.
I promise you our secret will be safe..”

Betapa Damar ingin menerobos. Dia ingin mencabik-cabik sosoknya sendiri seperti cermin yang hancur setelah dilempari bebatuan. Hanya saja monster beringas itu tidak akan membiarkannya. Sekali Damar salah melangkah, taringnya akan mengarah pada orang lain. Pekat lelah dalam hatinya bertambah saat dia mengetahui siapa target selanjutnya.

Laki-laki itu mendongak lagi. Dia menatap lagi bangunan yang penuh aroma menyesakkan. Mata itu terpejam, kemudian langkahnya berbalik pergi.

***
“Kak Susan mau ke mana?” tanya Tiara ketika sepulang sekolah siang itu, dia melihat Susan telah berpakaian rapi.

“Mau belanja sebentar. Kulkasnya udah mau kosong tuh. Makanmu banyak pula.”

Tiara meringis. Beberapa detik selanjutnya, sebuah ide terlintas dalam benaknya. Gadis itu buru-buru menyusul Susan yang baru saja melewati ambang pintu depan. Dia meminta Susan untuk menunggunya berganti baju sebentar, baru setelah itu Tiara bisa menemaninya berbelanja.

***
Yanet menghabiskan waktu sorenya untuk tidur siang. Kepalanya yang berdenyut berangsur-angsur membaik. Dia keluar dari kamar dan disambut suara berisik berasal dari ruang depan. Suara yang familiar. Abe, Bagas dan Luki pasti menguasai televisi di sana. Mereka juga akan berebutan joystick. Yanet sempat menoleh sewaktu melewati pintu kamar Logan. Samar-samar dia mendengar bunyi decit. Sepertinya si Hulk tengah menggunakan ranjangnya. Semoga saja tidak roboh.

Sesampainya di dapur, Yanet mendapati Susan sedang mengiris-iris nanas lalu memasukkannya ke blender. Yanet tidak begitu menghiraukannya. Dia berjalan gontai mengambil gelas lalu mengisinya dengan air dingin sebelum dahaganya terpuaskan.

“Kusut banget. Habis ngapain waktu di sekolah tadi?” tanya Susan setelah berkomentar.

“Aku berkelahi,” jawab Yanet asal. “Dia mencekik dan menendang dadaku.”

Kaget, Susan lantas menatapnya.

“Siapa?”

“Ulangan geografi.”

Pura-pura kesal, Susan melemparkan sepotong besar nanas pada Yanet. Gadis itu tersenyum sebelum memasukkannya ke mulut. Susan rupanya juga membuat kroket kentang keju. Piringnya tersaji dekat kompor. Saat Susan lengah, Yanet pun mencurinya. Untunglah tidak ketahuan sementara gadis itu melenggang kembali ke kamar.

Yanet membiarkan pintu kamarnya tidak terkunci. Setelah mengambil majalah barunya di atas meja rias, gadis itu pun kembali ke atas ranjang dan membacanya sambil tiduran. Tidak dia sangka, sekitar sepuluh menit kemudian pintunya tiba-tiba dibuka diikuti dengan seseorang yang membawa dua gelas penuh berisi jus.

Seharian ini dia mendiamkan Yanet, jadi kenapa baru sekarang Tiara mendatanginya?

“Hai,” ucap gadis itu sembari tersenyum cerah.

Yanet mengangkat alis lalu mengangguk. Pandangannya mengikuti gerak Tiara yang mendekat. Gadis itu kemudian duduk di sebelah Yanet lalu memberikan salah satu gelas jus yang dia bawa.

“Aku masih merasa tidak enak hati soal kejadian kemarin. Jadi maaf kalau aku agak mengabaikanmu waktu di kelas tadi,” katanya. “Aku berniat menceritakannya padamu kali ini. Meski aku tidak tahu apa yang kau pikirkan soal tindakanku waktu itu.. aku bisa jamin kalau tebakanmu salah.”

Sementara Tiara berkicau—meskipun Yanet tidak sepenuhnya mendengarkan, gadis berambut merah itu tetap mengatupkan bibirnya rapat.

Setidaknya apa yang diperbuat Yanet di saat genting tidaklah sia-sia. Mulanya dia melihat sebuah truk melintas. Yanet melihat Tiara bertingkah aneh. Dia seperti mengusap-usap telinganya, seperti ingin menolak mendengar. Yanet memperhatikannya terus-terusan saat kepala Tiara menunduk, tangannya pun mendekap tubuhnya sendiri. Ketika datang truk dari arah berlawanan, saat itu pulalah Yanet berlari—dia harus berlari karena jarak mereka lumayan jauh. Dugaannya diperkuat begitu Tiara mendorong Sofi sampai jatuh.

Yanet langsung membekap mata Tiara sebelum membantingnya ke pinggir. Sialnya di saat yang sama, kaki Yanet tersandung batu hingga mereka jatuh berguling. Sedetik kemudian, Yanet pun merasakan seperti ada serpihan kaca sengaja dilesakkan di bawah paru-parunya—hasil tindakan heroiknya yang terlalu tiba-tiba ditambah ketegangan.

“Begitulah.” Tiara menyelesaikan celotehannya persis ketika Yanet tersadar dari lamunan. “Kau tidak akan menganggapku gila kan?”

“Aku mungkin sama gilanya dengan kau,” balas Yanet datar lalu minum seteguk jus yang dibawa Tiara. Mendadak gadis itu tertegun. “Apa yang kuminum?”

“Oh, aku mengambilnya waktu Susan ke toilet tadi. Dia membuat jus jeruk buat nanti malam. Ini jatah kita sebenarnya.” Dia tertawa.

Jeruk katanya? Bukankah tadi Yanet melihat Susan memblender nanas? Lagipula setelah menyesapnya sedikit, Yanet ragu kalau yang dia minum barusan adalah jus jeruk.

Cheers,” celetuk Tiara saat membenturkan pelan gelasnya ke gelas Yanet.

Namun sebelum Tiara meminumnya, Yanet sudah lebih dulu menahan pergelangan tangan gadis itu hingga sebagian isinya tumpah.

Hening. Rongga dada Yanet naik turun labil. Gadis itu bisa menerka lanjutannya. Tiara akan menoleh padanya dengan pandangan bertanya. Tapi kali ini dugaan Yanet meleset. Tiara justru tidak terkejut. Sorotnya menjadi dingin ketika mereka bersitatap.

Did you know..?” tanya Tiara pelan saat mata jernihnya memandang Yanet dalam. “It was me who bought those pinneaples.”

Yanet tertegun. Rona mukanya seketika kaku.

“Reaksimu jelas menunjukkan kalau kau tahu,” kata Tiara lagi. “This is my poison. I could die with just drink it.”

Pegangan tangan Yanet melemah. Pegangan itu pun terlepas sehingga Tiara dapat meletakkan gelasnya ke atas meja laci dekat ranjang.

“Kau berhutang penjelasan padaku,” ucap Tiara memendam kemarahan. “Tapi aku justru.. lebih suka jika kau pergi sejauh mungkin dariku.”

***
Dalam ruangan yang temaram, kursi yang dia duduki berderit. Kakinya menggantung karena tinggi dudukannya diatur maksimal. Lampion dekat meja tersebut berpendar kekuningan redup. Tidak jauh darinya, sebuah cangkir telah kosong. Air gula mengendap pada dasar. Meski telah tandas, aroma herbs masih tercium.

Tangan kanannya memegangi selembar kertas foto. Melalui benda itu, dia bisa melihat seorang wanita sedang menggendong bayi mungil yang tengah tertidur bersama sang Suami di samping. Mereka tersenyum bahagia ke arah kamera. Sementara pada tangan kiri, gadis itu juga memegang gunting.

Memiringkan kepala, Ratimeria lalu menggunting foto tersebut. Beberapa senti pada sisi lebar. Terus.. sampai memenggal kepala si Wanita, membuat sosoknya terpisah oleh dua orang lainnya. Potongan kecil itu pun beringsut jatuh melayang ke karpet. Seseorang yang sejak tadi berdiam di dekat Ratimeria lalu mengambilnya. Kening orang itu berkerut.

“Siapa ini?” tanyanya.

Irene.

Imitation,” gumam Ratimeria menjawab. Tangannya kemudian beralih ke foto lain di mana kali ini menggambarkan seorang laki-laki yang tidak sadar tengah dibidik. “And this…”

Ranan.

The boy who surrounded by secrets and lies.” Gadis itu menoleh. Guratan-guratan bekas luka masih tampak pada pelipisnya. “So cold.. Make  ginger tea for me, will you, Ferox?”

Continue Reading

You'll Also Like

13.8M 1.1M 81
β™  𝘼 π™ˆπ˜Όπ™π™„π˜Ό π™π™Šπ™ˆπ˜Όπ™‰π˜Ύπ™€ β™  "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...
7.4M 227K 46
Beberapa kali #1 in horror #1 in thriller #1 in mystery Novelnya sudah terbit dan sudah difilmkan. Sebagian cerita sudah dihapus. Sinopsis : Siena...
13M 1.4M 69
(SUDAH TERBIT, TERSEDIA DI GRAMEDIA) Agatha terpaksa tinggal bersama Raka. murid paling teladan dan juga kebanggaan di sekolah. Manusia sedingin es y...
9.8M 886K 51
#1 In Horor #1 In Teenlit (20.05.20) Tahap Revisi! Vasilla Agatha yang dijauhi orang tuanya dan tak memiliki teman satupun. Dia menjalani setiap har...