Naughty Kiss (A & Z) [COMPLET...

By unaisahra

458K 31.1K 7.5K

Cerita amburadul wkwkwk . . . . . . . Blue eyes. Pecicilan, penuh percaya diri, suka bikin rusuh, cerewet, su... More

1 : Satu kecupan
2 : Bertemu Mommy Prilly
3 : Zia
4 : Nantang Kak Aldo
5 : What?!
6 : Anive
7 : Kiss πŸ’‹
8 : Cerita Cinta Mommy
9 : Posisi Bahaya
10 : Casting
11 : Hadiah dari kak Aldo
12 :
13 : Full Drama Musical
14 : A&Z
16 : Di culik?
17 : Dia
18 : Full A & Z
19 :
20 : Makan Malam 1
Apa apa aja
21 :
22 :
23 :
24 :
25 : AylaView
26 : sandaran hati
27 : Camping
nyengir
28 : Camping 2
29 : A
B : Pernyataan.
30 : Topikir
31 :
32 : Masha
33 : Antara
34 : Haruskah?
35 : Queen
36 : Akhir
EXTRA PART A
Numpang Lewat
EXTRA PART B
EXTRA PART C (bag 1)
bag 2
wait
Extra D
Special part

15 : Serangan kak Aldo

14.5K 822 283
By unaisahra

Sorry... Mommy lagi buntu.. Jadi yg di next ini dolo....
😁😁😁😁

Abaykan typoh 😉😉😉😉😉

▶▶▶▶▶▶▶▶▶▶▶▶

Zia berjalan mengendap-endap seperti maling kampung yang sedang mengincar ayam. Langkahnya sangat pelan, kepalanya celingak-celinguk agar tak ada seorang pun yang memergoki nya. Pandangannya hanya tertuju pada pintu yang terletak di samping kamar Delio. Kamar siapa lagi kalau bukan kamar senior kesayangan nya.

Tangannya terangkat hendak mengetuk pintu, namun belum sempat tangannya mendarat di daun pintu, pintu itu sudah terbuka. Menampakkan sosok tampan tapi tidak mempunyai ekspresi wajah. Tangan yang tadinya melayang di udara beralih menyentuh rambutnya, memberikan garukan kecil pada rambutnya yang tak gatal bersamaan dengan cengiran polosnya.

Seperti biasa, tatapan yang seniornya tunjukan padanya tatapan dingin tanpa minat. Tapi entah kenapa tatapan dingin ini terlihat beda. Matanya mengkilat seolah ada kobaran api yang menyala di bola matanya.

Zia menelan salivanya  dengan susah payah. Wajah Aldo berubah menjadi sangat menyeramkan. Menurutnya lebih seram dari genderuwo yang terkenal di televisi televisi.

"Mau kemana kak?" tanya nya sok basa basi yang berujung basi. Pandangannya memperhatikan penampilan Aldo yang sudah rapih dengan jeans hitam, kaos polo putih di balut dengan kemeja  kotak-kotak berwarna ungu yang sengaja tak di kancingkan. Jadi tak salah dong dia tanya mau kemana?

"Bukan urusan lo!"

"Kak-"

"Minggir."

Zia tak mengindahkan perkataan Aldo. Dia masih tetap pada posisinya.

"Tadi tu-"

"Gue bilang minggir!"

"Gak mau."

"Minggir atau gue dorong lo kasar."

"Udah biasa di kasarin."

"Jadi lo mau di kasarin."

"Bodo amat." memeletkan lidahnya tak peduli.

Aldo menggertakkan giginya geram. Bocah ini tak ada takutnya sedikitpun padanya. Terbuat dari apa hati anak ini sebenarnya. Kenapa dia sangat batu. Tak peduli dengan peringatan kerasnya yang bisa membuat siapa saja merinding dan memilih untuk pergi.

Tapi bocah ini malah menantang balik.

Setelah dia melanggar perintahnya, seenak jidatnya bocah ini datang dengan wajah seolah tak bersalah sedikitpun. Dan yang paling Aldo benci pada diri sendiri, dadanya berdesir hebat ketika bocah ini menunjukan cengiran sok polosnya yang sangat menyebalkan.

Shit!

Bocah ini minta di kasih pelajaran.

"Tadi Delio-" belum sempat melanjutkan kata-katanya, Aldo sudah menarik kasar pergelangan tangan Zia menuruni tangga. Zia memekik kecil ketika Aldo membawanya keluar dari rumah. Dia tak mungkin pergi sebelum bilang dulu ke Delio, pasti tu anak nanti nyariin kalau tiba-tiba ia menghilang tanpa pamit.

"Kak, nanti adel nyariin gue gimana. Tadi gue cuma ngomong ke dapur."

Aldo tak menjawab, dia memasukan paksa tubuh zia kedalam mobilnya. Ketika kepala zia menongol ingin keluar, dengan cepat Aldo mendorong kepala zia memasukannya kembali ke dalam mobil, lalu menutup pintu mobilnya dengan kasar.

Ketika Aldo baru duduk di kursi kemudi, bocah ini kembali ingin kabur, namun dengan cekatan Aldo menarik tangan Zia agar kembali duduk dan mengunci otomatis pintu mobilnya.

"Jangan coba-coba kabur dari gue." sentaknya dingin.

Sebisa mungkin Zia menetralkan detak jantungnya yang mulai tak karuan. Perasaannya campur aduk tak jelas. Tak tahu apa yang akan Aldo lakukan padanya setelah ini. Jika seperti ini, Aldo terlihat sangat menyeramkan melebihi mamahnya yang selalu menyiksanya.

Zi?? Kok nyali lo jadi ciut sih.

Akhirnya pasrah saja, terserah Aldo akan membawanya kemana. Toh dia tak mungkin bisa kabur. Bisa saja sih kabur, tapi nyawa taruhannya karna mobil Aldo melaju sangat cepat.

Bodo'

Zia mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Mengetikan sesuatu agar sahabatnya tak kelimpungan mencarinya.

Adel Kampret :

Del, gue pulang dulu.
Tadi emak gue nelfon mendadak.

Terpaksa dia berbohong. Belum saat nya dia mengatakan semua yang tejadi dengan abangnya. Belum waktunya Delio tahu.

Adel Kampret :

Suekk lu! Kirain ngambil air di laut. Gak sopan banget lu kagak pamit ama yg punya rumah.

😁😁😁😁😁😁
😁😁😜😜😜😜
😘😘😘


😡😡😡

"Turun." zia tersentak mendengar suara dingin itu. Kepalanya menoleh kesamping yang ternyata Aldo sudah turun. Lantas ia turun mengikuti Aldo setelah memasukan kembali ponselnya ke dalam saku hotpant nya.

Tak heran jika Aldo membawanya ke apartemen yang katanya milik daddy nya, dan sebelah apartemennya persis milik mommy nya. Namun Aldo memilih apart milik daddy nya untuk di tinggali nya sewaktu-waktu jika Aldo ingin menenangkan diri atau sekedar beristirahat.

Mendadak perasaan Zia menjadi gelisah, untuk apa Aldo membawanya ke apartemen lagi. Apa di suruh bersih-bersih lagi atau, atau... Kepalanya menggeleng kuat. Tidak mungkin Aldo akan berbuat macam-macam padanya. Dia kan tidak tertarik sama tubuh kecilnya. Sejauh ini mereka hanya bermain bibir, tak lebih dari itu.

Harus kabur.

Ketika baru selangkah ingin kabur, tiba-tiba tubuhnya melayang. Oh god! Aldo menggendongnya seperti karung beras. Terus meronta namun percuma, tenaga Aldo sangat kuat. Meminta tolong pada siapapun malah mereka hanya memandangi saja. Tak ada seorangpun yang berani mencegah Aldo anak dari pemilik apartemen ini. Mereka membiarkan anak bosnya berlaku sesukanya, malah tak sedikit yang menatapnya geli karena bocah itu terus mengoceh tak jelas. Aldo mengangkat bocah ini seperti tak ada beban sedikitpun, terlihat sangat ringan seperti mengangkut kapas.

"Gue bukan karung beras."

"Turunin! Gue pusing Anjirr!"

"Woey!! Lo budeg ya.." tangannya memukul mukul punggung Aldo yang bagi Aldo seperti di gelitik.

"Bapak-bapak ibu-ibu siapa yang punya anak bilang Aldo, Aldo yang lagi galau... Minta di jitak-"

Ocehan bocah ini lama kelaman mulai ngawur. Beruntung ocehannya terhenti ketika mereka memasuki lift. Tapi Aldo belum juga menurunkannya.

"Kak, pengap tau. Turunin, gue gak bakalan kabur suerrr!!"

Aldo tak peduli, pintu lift pun terbuka. Hanya beberapa langkah dari lift, dia sudah sampai di depan apartemennya. Lalu memencet beberapa digit nomor yang tidak ia ganti dari password sebelumnya. Tanggal lahir mommy dan daddy nya.

Aldo menghempaskan tubuh Zia di ranjang. Sehingga kaos oblong yang pendeknya sebatas pinggul sedikit tersingkap memperlihatkan perut ratanya. Paha mulusnya terpampang jelas karena memang bocah ini sangat suka memakai hotpant. Aldo menelan ludahnya susah payah melihat Zia yang masih mengatur nafasnya, sehingga membuat dadanya naik turun. Walaupun bocah ini memiliki postur mungil, namun dia memiliki lekuk tubuh yang sangat menggiurkan.

Shit!

Aldo melepas kasar sepatunya, lalu melempar kemeja nya asal. Bocah ini benar-benar menggodanya.

Menyadari Aldo yang mendekat, Zia beringsut mundur sampai mentok di kepala ranjang. Kedua kaki nya ia tekuk sedikit ketakutan melihat Aldo yang menunjukan seringaian kejamnya.

"Kak-" nafasnya tercekat ketika Aldo merangkak ke ranjang mendekat kearahnya.

"Please, ja-jangan kak. Gu-gue masih kecil."

"Kak-"

Tangan besar itu mengelus kaki polosnya, satu tangannya menyingkirkan rambut yang menutupi lehernya, lalu mendaratkan bibirnya kedalam leher mulus itu. Sangat harum dan memabukkan. Oh, apakah Aldo akan menyukai aroma gadis ini?

Entahlah...

Seumur hidupnya, Aldo tak pernah tergoda dengan body model apapun . Tapi dengan gadis ini, gadis kecil yang suka pecicilan dan selalu membuat darahnya naik melihat tingkahnya, entah kenapa tubuhnya selalu merasakan gelenyar aneh setiap bersentuhan dengannya.

"Lo harus terima hukuman gue."

Zia menggeleng. "Gak kak, tadi tu. Aduh.. Jelasinnya bingung. Yang jelas gue gak ciuman sama adel."

Satu tangannya menyusup di belakang punggung zia, menarik lembut pinggang rampingnya agar mendekat padanya. "Gue gak percaya." bisiknya dengan suara parau.

Mampus!!

Aldo sudah terbakar gairah. Ini tak boleh, Zia harus menghentikannya sebelum kejadian yang katanya enak terjadi pada mereka berdua. Belum saatnya mereka melakukan ini, usia mereka masih terlalu muda.

Pelan, Aldo merebahkan tubuh Zia di ranjang. Zia masih memasang wajah bodohnya, tak tahu harus berbuat apa. Berkali-kali ludahnya ia telan dengan susah payah. Berkali-kali juga ia mengatur nafasnya yang mulai menipis.

"Kak jang-hmmmppp." bibir nya yang terbuka langsung di bungkam bibir seksi milik Aldo.
Menyadari zia tak membalasnya, Aldo melepaskan tautannya menatap zia tajam.

"Balas!" sentaknya yang langsung membungkam bibir zia lagi.

Mau tak mau Zia membalasnya agar Aldo tak memperlakukannya kasar.  Lumatan kali ini terasa berbeda dari sebelum-sebelumnya. Ini terasa sangat panas membuat tubuhnya mendadak gerah.

Dan ini adalah kali pertamanya mereka berdua saling bergulat di atas ranjang. Tempat yang sangat mendukung untuk berbuat lebih.

Tubuh kecilnya Aldo dekap untuk mengikis jarak di antara mereka tanpa melepaskan tautannya. Semakin  memperdalam lidahnya yang menari-nari di dalam rongga mulut zia. Saling melilit mencari titik kepuasan tersendiri. Gadis ini sudah terbawa suasana. Dia mulai menikmati sentuhan senior gantengnya.

Aldo melepaskan tautannya, beralih ke leher putih mulusnya. Menghisap dan menggigitnya, sehingga meninggalkan bekas kemerahan di leher putihnya. Tidak banyak, hanya meninggalkan satu bekas di lehernya.

Gadis ini terbuai, ia merasakan sesuatu baru yang baru ia rasakan seumur hidupnya. Sekali seumur hidupnya tubuhnya serasa melayang tinggi di udara dengan diiringi terpaan angin yang semilir. Semakin hanyut dalam kubangan kenikmatan yang menyumpal otaknya. Menghasilkan suara yang membebaskannya dari kenikmatan yang tertahan di kerongkongan.

Oh god! Apa ini?

Aldo memberikan gigitan-gigitan kecilnya di bahu polos Zia. Kaos yang tadinya menutupi tubuh seksinya sudah hilang entah kemana, hingga tertinggal bra hitamnya yang hampir menyembulkan isinya dan celana hotpant nya yang masih membungkus area bawahnya. Zia meremas bahu Aldo ketika Aldo kembali memberi tanda merah di sekitar bahunya. Memejamkan mata seolah pasrah apa yang akan Aldo lakukan padanya setelah ini.

Ketika Aldo memiringkan tubuh Zia, ada sesuatu yang menghentikan pergerakannya. Dia terpaku melihat tanda yang menodai punggung mulusnya. Tidak sedikit, ada banyak bekas seperti bekas cambukan. Dia yakin, luka itu belum lama. Warnanya masih sedikit memerah.

Menyadari tak ada pergerakan dari Aldo, Zia mendorong bahu Aldo agar menjauh darinya. Kedua bola matanya melotot menatap tubuhnya bagian dada dan bahu nya yang tercetak tanda merah kehitaman.

Dia beralih menatap Aldo seolah bertanya kok bisa begini? Aldo hanya mengangkat satu Alisnya tak peduli. Dia masih penasaran dengan luka di punggung bocah ini. Sudah pasti itu bekas cambukan bukan luka biasa. Melihat itu hatinya tergerak untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada bocah ini. Gadis ini terlalu sulit di tebak, dia tak pernah sedikitpun memperlihatkan wajah sedihnya ataupun masalah dalam hidupnya. Apa wajah yang selalu dia tunjukan itu palsu?

"Huaaa!!!! Zia masih kecil sudah ternodai."

"Lebay." Aldo menutup telinganya dengan bantal, tak ingin mendengar pekikan sok tersakiti dari bocah ini.
Aldo memilih tidur membelakanginya.

"Kalo Delio tau bisa gawat nih, abangnya mesum abis." gadis ini mengoceh sambil berjalan mencari kaosnya yang di buang Aldo.

Aldo tetap tak peduli, ia masih menutup kepalanya dengan bantal.

"Apa semua cewek diginiin." ocehnya lagi setelah menemukan kaosnya yang tergeletak mengenaskan di pojokan sofa. Lalu memakainya kembali. Berjalan ke arah cermin memperhatikan penampilannya yang terlihat berantakan tapi malah terlihat semakin cantik dan seksi. Kepalanya sedikit diangkat melihat lehernya yang terlihat satu tanda merah.

"Maygaattt!!! Kalo ada yang liat berabeh nih. Dikira gue cabe." Zia menggosok-gosok lehernya berharap tanda itu cepat hilang. Namun tanda itu sama sekali tak bisa hilang, malah kulit nya terasa semakin panas.

"Kak Aldo! Ngilanginnya pake apa?!"

Aldo tak menjawab.

Kesal, zia melangkah cepat ke tempat tidur. Duduk di atas punggung Aldo sambil mengguncang-guncang punggungnya.

"Kak Aldo ish!"

"Berisik!"

"Ngilanginnya gimana?"

"Di bakar." jawabnya asal.

"Sialan! Mampus entar gue."

"Terus gue harus mikir." jawabnya samar-samar karena bantal masih menutupi kepalanya.

"Jahat!" rajuknya yang terdengar manja. Tangannya memukul-mukul pelan punggung Aldo.

"Bodo'"

"Kok lo jadi cerewet sih."

Aldo terdiam. Benar apa yang di katakan bocah ini. Dia berubah banyak omong jika berhadapan dengan bocah ini. Selalu saja menanggapi ocehan gak pentingnya.

Why?

Tapi bodo amat.

"Berisik! Beliin gue makanan."

"Capek."

Aldo membuang bantalnya, dia membalikkan tubuhnya yang membuat Zia jatuh tersungkur di sebelahnya.

"Shit!" Zia kembali merubah posisinya menjadi duduk setelah nyungsep.

"Sialan! Gak abang, gak adek sama aja nyebelin." ocehnya sambil memegangi hidungnya yang terasa nyeri.

Aldo mengendikkan bahunya acuh. Lantas turun dari tempat tidurnya, berjalan kearah lemari yang terisi penuh pakaian mommy nya waktu masih kuliah. Mencari pakaian yang sekiranya bisa menutupi leher bocah itu. Namun pakaian yang di carinya belum ia temukan. Ia heran sendiri, kenapa pakaian mommy nya sangat seksi-seksi dan feminim. Pantas saja daddy nya tak bisa mengontrol dirinya. Apa kemesuman daddy nya kini mulai menular padanya. Aldo menggeleng kepalanya kuat, mencoba tak memikirkan pikiran gilanya.

Terpaksa dia mengambil blazer dan dress mommy nya yang kemungkinan pas di bocah ini.

"Pake ini." Aldo melempar pakaian yang dia pilih di ranjang. Zia memperhatikan pakaian itu tanpa minat. Masih teringat bagaimana dulu mamahnya menyiksa waktu pulang memakai pakaian yang sudah pasti bukan miliknya dan bukan seleranya. Ia tak mau memakainya. Pasti nanti mamahnya marah lagi.

"Gak mau kak, terlalu feminim." bohong nya.

Aldo menggeram. "Pake! Atau gue yang paksa buka baju lo."

Zia tetap menggeleng. "Gak kak. Gue gak mungkin pake baju yang bukan milik gue. Nanti mamah-" sadar hampir saja keceplosan, Zia menutup mulutnya. Aldo memicing menatap Zia seperti ada sesuatu yang di sembunyikan oleh gadis ini.

"Kenapa dengan mamah lo?" tanyanya dengan tatapan seolah mengintimidasinya.

Bola matanya bergerak-gerak gugup, menghindari tatapan Aldo yang mencurigainya. Bisa Aldo tebak, pasti bocah ini ada masalah dengan mamahnya. Mengingat waktu dia pingsan yang merintih sakit memanggil-manggil wanita yang dia sebut mamah. Namun itu belum puas bagi Aldo selama dia tak melihat dengan mata kepala nya sendiri. Apa benar ibu kandungnya sendiri yang memukul anaknya. Adakah seorang ibu yang seperti itu? Rasanya sulit di percaya.

"Nah!" Aldo mengangkat alisnya begitu raut wajah bocah ini kembali seperti biasa.

"Pake jaket lo aja ya kak." gadis ini menunjuk jaket berwarna putih yang tergeletak di sofa.

Aldo menghembuskan nafas kasar. "Terserah." setelah mengatakan itu, dia berbalik meninggalkan gadis ini. Namun ada sesuatu yang membuat ia berhenti kembali.

"Bereskan dulu tempat tidur gue, masukan lagi baju nyokap gue ke lemari. Gue tunggu di bawah, temenin gue makan." perintahnya tanpa berniat memutar tubuhnya.

"Satu lagi." zia meremas jarinya geregetan. Sekali nya bicara banyak isinya cuma memerintah. Menyebalkan.

"Rapihkan penampilan lo." setelah mengatakan itu, Aldo benar-benar meninggalkan zia yang sudah melotot ingin memakan seniornya.

"Sialan!" zia melempar satu sepatunya ke arah Aldo, tapi sayangnya pintu itu sudah buru-buru tertutup sehingga sepatunya membentur pintu dan terjatuh mengenaskan di lantai.

Tangannya menjambak rambutnya frustasi, bibirnya manyun beberapa centi kedepan. Melihat keadaan kamar Aldo yang sangat berantakan akibat ulah senior gantengnya.

Terpaksa dengan perasaan dongkol setengah mampus gadis ini membereskan tempat tidur Aldo semampunya. Berusaha serapih mungkin, masa dia yang cewek kalah sama cowok dingin seperti Aldo yang sangat mahir dalam hal bersih-bersih.

"Selesai!" pekiknya girang.

Zia menyambar jaket Aldo, lantas meresletingkan sampai ke lehernya. Wajahnya sudah ia cuci tadi, tinggal menyisir rambutnya yang berantakan, lalu memakai sepatu putih yang sangat maching dengan jaket milik Aldo.

***


Hari sudah mulai sore, tepat pukul lima sore gadis ini sampai ke rumahnya setelah di antar Aldo sampai gerbang rumahnya. Kaki cantiknya melangkah memasuki pekarangan rumahnya seraya bersenandung kecil. Hari libur yang sangat menyenangkan pikirnya. Seharian ini ia menghabiskannya bersama Aldo. Entah mengapa dia bisa sebahagia ini jika bersama kakak kelasnya yang cuek bebek tapi ganteng.

Dahinya mengerut dalam ketika mendapati dua mobil yang terparkir di depan rumahnya. Yang satunya sudah pasti milik mamahnya, tapi yang satunya entah punya siapa ia tak tahu. Bahunya mengendik acuh, ia kembali melanjutkan langkahnya. Sedikit takut namun harus ia lawan. Bukankan sudah biasa?

Hening

Seperti biasa ketika memasuki rumahnya. Hawa di rumah ini selalu mencekam baginya. Tak heran jika ia tidak betah berlama-lama di rumah ini. Apalagi jika mamahnya pulang, nafasnya seolah berhenti di kerongkongan. Namun itu tak bisa ia hindari, bagaimana pun dia mamahnya yang sangat ia sayangi.

"Hai zia."

Langkah kakinya mendadak berhenti ketika mendengar suara lembut menyapanya. Kepalanya memutar ke samping, mendapati seorang wanita yang sepertinya seumuran dengan mamahnya. Namun dia masih terlihat begitu cantik dengan pakaian modisnya. Wanita itu tersenyum, dia beranjak dari sofa lantas berjalan menghampirinya. Zia masih memasang wajah bingung memperhatikan wanita itu.

"Tante siapa?"

Wanita itu tersenyum lembut, membuat hati gadis ini menghangat. Senyuman yang sangat tulus pikirnya.

"Kamu lupa sama tante?"

Gadis ini menyengir polos, lalu menggeleng. Seumur hidupnya belum ada tamu yang datang ke rumah nya. Dan ini baru pertama kalinya ada wanita seumuran mamahnya yang datang kesini. Sudah pasti Zia tak tahu siapa wanita ini.

"Ya udah sini peluk tante dulu, tante kangen banget sama kamu." cicitnya setelah terkekeh geli melihat wajah gadis kecilnya yang sangat polos.

Wanita itu membawa gadis kecilnya ke dalam pelukannya. Memberinya usapan lembut di punggung gadis kecilnya. Bibirnya mengukir senyum rindu, sangat rindu dengan anak sahabatnya. Selama ini dia hanya melihatnya dari foto yang dikirim oleh salah satu orang suruhannya. Dan ternyata aslinya memang benar-benar lebih cantik.

Mau tak mau zia tersenyum dalam pelukan wanita ini. Pelukannya sangat hangat seperti di pelukan Prilly. Entah seperti apa di peluk mamahnya sendiri, seumur hidupnya ia tak pernah merasakan pelukan mamahnya. Apa sehangat ini atau bahkan lebih hangat? Ah, ia tak tahu itu. Hanya dua wanita yang memeluknya, sudah pasti itu mommy nya Aldo dan Delio, dan sekarang wanita ini. Apa sudah cukup baginya?

Belum. Selama mamahnya belum memeluknya.

Wanita ini pun melepaskan pelukannya setelah di rasa cukup. Memandangi penampilan Zia yang tubuh menjadi gadis yang sangat menarik. Mata biru nya sama persis dengan papahnya yang memang bukan warga asli indonesia.

"Kamu cantik banget sayang." decaknya kagum. Gadis ini tersenyum malu. "Tante berlebihan deh."

Wanita ini terkekeh. "Tante gak boong. Kamu cantik banget. Oya, kamu masih gak inget tante?"

Gadis ini tetap menggeleng polos.

Wanita ini tersenyum lagi. Ia melupakan sesuatu, jelas saja gadis ini tak ingat. Waktu gadis ini berumur dua bulan sahabatnya membawa anaknya ke indonesia. Ia juga yang memberi nama gadis ini, karena sahabatnya tak sudi memberi nama yang bagus untuk anaknya.

"Panggil saja tante marsya. Tante sahabatnya mamahmu. Tante baru saja pulang dari perancis sama anak dan suami tante."

Gadis ini berdecak kagum menatap wanita di depannya. "Tante dari perancis?"

Wanita ini mengangguk dengan kekehannya.

"Dulu pernah tinggal di jerman, kuliah bareng mamahmu. Tapi waktu tante melahirkan anak pertama, tante pindah ke perancis ikut suami tante yang punya darah keturunan prancis indonesia."

"Waahh.. Tante hebat yah.. Aku-" sorot matamya berubah sendu. Marsya menyadari itu. Bola mata birunya menyorotkan kesedihan yang sangat mendalam. Ada luka di sana yang tentunya di buat oleh ibu kandungnya sendiri.

Tiba-tiba rambutnya serasa memanas, kepalanya sedikit mendongak ke atas. Zia tahu itu, pasti itu mamahnya yang menarik rambutnya kebelakang. "Gak usah sok akrab!" desisnya tajam.

"Cindy!!" marsya membentak sahabatnya yang sudah keterlaluan. "APA YANG LO LAKUKAN SAMA ANAK LO!"

Cindy mengisyaratkan agar sahabatnya diam. "Bukan urusan lo!"

"Lo keterlaluan!" marsya berusaha menyingkirkan tangan cindy, namun tenaga cindy lebih kuat. Zia meringis menahan sakit, melirik marsya seolah berkata aku gak papa.

"Lo gila cin! Dia anak kandung lo!" teriaknya nyalang.

"Gue gak peduli. Dia sudah menghancurkan hidup gue!! Rasa sakit ini gak sebanding dengan kehancuran gue!!"

"Tapi ini bukan salah anak lo! Dia gak tahu apa-apa."

"Gue gak peduli. Yang jelas karena adanya bocah ini." tarikan nya semakin kencang membuat Zia semakin meringis sakit. "HIDUP GUE HANCUR!!"

Marsya membekap mulutnya untuk menahan isakannya, dia tak tega melihat gadis kecilnya yang di perlakukan buruk oleh ibu kandungnya sendiri. Sahabatnya memang sudah sangat berubah 360°. Dia bukan cindy yang dulu. Cindy yang ceria dan selalu berbuat rusuh dengan teman-temannya. Dia berubah ketika bertemu mantannya yang bernama Aliando. Dia selalu berambisi ingin menghancurkan rumah tangganya kalau saja marsya tak berkali-kali mencegahnya.

Berkat sahabatnya Ali yang datang padanya, ia bisa melupakan perasaannya yang dulu masih mencintai Ali. Dan sekarang ia bisa hidup bahagia dengan keluarganya. Tanpa harus merusak rumah tangganya.

Tapi sahabatnya....

Dia terlalu di butakan cinta. Dia selalu menyalahkan anaknya yang sudah merusak hidupnya.

"CINDY!!" marsya memekik histeris ketika Zia di lempar ke sudut meja kayu. Tubuh mungilnya terkulai di lantai dengan darah yang mengalir di pelipisnya sampai melewati pipinya. Gadis itu menangis dalam diam.

Marsya berlari menghampiri Zia, memeluk gadis itu dengan terisak. Gadis seusianya yang seharusnya mendapat kasih sayang dari orang tuanya tak sekalipun dia dapat. Gadis ini terlalu kuat, bahkan dia selalu menunjukan wajah cerianya seolah tak ada beban.

Marsya menatap cindy tajam. "Ibu macam apa lo! Kemana hati lo yang dulu?!"

"Mati!" jawabnya penuh tekanan. Lalu melenggang pergi meninggalkan dua orang yang sedang beradegan dramatis menurutnya.

"KETERLALUAN LO CIN.!"

"SUATU SAAT LO PASTI NYESEL SUDAH NGELAKUIN INI SAMA ANAK LO!"

"Tante udah. Zi-zia gak papa kok." gumamnya sesegukkan. Darahnya menetes semakin banyak sampai menodai jaket putih milik Aldo.

"Ayo tante obatin luka kamu."

***

Wajah pucat, mata sedikit membengkak, lingkar hitam terukir jelas di bagian bawah matanya. Namun dia tutupi dengan kaca matanya. Dahinya yang di perban ia tutupi dengan slayer biru bermotif. Luka di dahinya memang lumayan dalam, tidak cukup hanya dengan plaster saja.


Kakinya melangkah malas di sepanjang koridor. Tadi ia berangkat sendiri, sengaja lebih pagi agar sahabatnya tak banyak tanya. Cuma butuh beberapa menit lagi agar matanya kembali seperti semula.

Zia teringat sesuatu. Hari ini anaknya tante marsya akan masuk di sekolahnya. Dia sempat menunjukan foto anaknya yang cantik agar Zia membantunya berinteraksi dengan teman-temannya karena belum begitu lancar berbahasa indonesia.

Bukan apa-apa, masalahnya zia juga gak bisa bahasa inggris. Bagaimana bisa dia mengobrol dengan anaknya marsya.

"Hall-halloo.." zia merasakan ada yang menepuk pelan pundaknya.

Kepalanya memutar 90°. Mengernyit menatap gadis bule di sebelahnya yang lebih tinggi beberapa centi darinya.

"Ada apa ya?"

Gadis itu terlihat gugup. "Ehm.. Sorry.. Yu bernama yang zia bukan?"

Dahinya mengerut mencerna kata-kata yang tak nyambung dari gadis ini.

"Hah? Nama yang zia? Maksud lo tanya nama gue zia apa bukan gitu?"

Gadis itu menjentikkan jarinya. "That's right."

Zia manggut-manggut. "Yes, ai zia." balasnya ikut-ikutan ada bau bahasa ingrisnya.
"Kok lo tau gue?" balik lagi seperti zia.

"Ehm. Aku, murid baru. Aku anaknya tante marsya. Remember?"

Zia menepuk jidatnya tepat diatas lukanya. Seketika meringis menyadari lukanya yang dia tepuk.

"Eh. Elo ya yang namanya beby?" tebak zia membuat gadis itu mengangguk mantap. "Yap!"

"Ayo gue anter ke kantor guru."

"Okey!" gadis itu mengikuti langkah Zia menuju kantor. Di perjalanannya, dia berpapasan dengan Aldo dan Delio yang jalan berdampingan.
Zia mengernyit menatap mereka berdua, tumben akur.

"Mau kemana lo?" tanya Delio ketika langkah mereka sudah hampir dekat. Delio melirik gadis cantik yang berjalan di samping zia tengah senyam senyum gak jelas padanya. Delio balas senyum padanya yang membuat gadis itu memekik sambil menutup mulutnya.

"Mau nganter muris baru. Ayo by." zia tak mau berlama-lama saat ini. Ia gugup di tatap aneh oleh Aldo. Mungkin dia merasa aneh dengan penampilannya. Tapi Delio, dia tak merasa aneh sedikitpun dengan penampilan Zia yang menurutnya sudah biasa.

Zia langsung menarik tangan beby menjauh dari dua bersaudara yang memiliki sifat yang berbeda.

***


"Zip, main apa yuk. Bosen gue." Ivan, yang duduk sebangku dengan zia mengguncang pelan bahu Zia.

Zia menatap malas temannya. Hari ini benar-benar sedang tidak mood. Badannya masih
terasa gak enak. Kepalanya juga terasa sedikit nyeri.

"Lagi gak mood gue." kepalanya ia senderkan di tembok yang membuat rambut panjangnya sedikit tersingkap memperlihatkan leher mulusnya.

Tapi leher mulus itu terdapat noda yang membuat mata ivan menyipit memperhatikan leher zia. Walaupun sudah sedikit samar, namun ivan sangat tahu noda apa yang ada di leher zia.
Bagaimana pun dia adalah cowok, tak luput dari hal-hal yang berbau ena-ena.

"Zi!!!" ivan memekik. Zia mengangkat satu alisnya menatap ivan. "Siapa yang udah nyupang elo!!!" pekiknya yang langsung di bekep oleh zia.

Zia melototi ivan penuh peringatan. "Sembarangan!"

Ketiga temannya yang mendengar pekikan ivan langsung buru-buru mendekat ke bangku zia dan ivan.

"Siapa yang di cupang."

"Ada yang nyupang lo zip?"

"Serius lo zip?"

Ketiga temannya langsung memberondong dengan pertanyaan gilanya.

Sialan! Kirain udah ilang.

Tak!

Tak!

Tak!

Satu jitakan mendarat di jidat mereka bertiga masing-masing.

"Tu mulut kagak bisa woles ya."

"Sialan lo zip."

"Siapa yang udah nyupang lo? Kirain lo gak doyan cowok."

Pletak!

Satu jitakan mendarat di kepala rifki.

"Tangan lo tulang semua, sakit bego."

"Lo yang bego. Gue nih cewek tulen."

"Eh... Pak Waluyo mau masuk.." seru salah satu temannya yang bertugas mengintai guru mereka yang akan masuk. Lantas mereka langsung duduk di bangku masing-masing. Tak terkecuali tiga kampret ini.

Akhirnya.....

Zia menghela napas lega.

Guru mereka yang bernama pak waluyo memasuki kelas Zia dengan membawa seorang gadis cantik. Tahu ada yang bening, tak sedikit dari kaum cowok yang bersiul menggoda.

"Wah, ada dua bule di kelas ini." seru panjul yang langsung mendapat jitakan dari rifki.

"Zi, cakep bener tu cewek." puji ivan yang menatap gadis itu tak kedip. Zia tak menanggapi.
"Tapi cantik lo deng."

"Berisik lo!"

"Bisa diam?!"

Seketika kelas menjadi hening setelah guru botak ini mengeluarkan suaranya.

"Kalian kedatangan murid baru. Dia pindahan dari perancis."

"Wooowww!!!!"

"Perkenalkan dirimu." perintah pak waluyo seraya menatap gadis cantik di sebelahnya.

Gadis ini mengangguk dengan senyum cerianya. "Morning guys! Perkenalkan. My name is Beby Alexander Boutier. Call me beby okey! Senang kenalan bersama kalian." ucapnya dengan logat bule dan sedikit ada kata-kata yang tak nyambung.

Tidak sedikit yang menahan tawanya mendengar kata-kata nya yang menurut mereka lucu.

"Eh, tu baru bule asli. Fasih bahasa inggris. Lah elo fasih bahasa jawa." ivan berbisik seraya terkikik.

Zia melotot. "Ora urusan, ora urunan, ora due duit!" jawabnya ketus.

Dahi ivan mengerut tak tahu apa yang di omongkan zia. "Lo ngomong apaan dah?"

#Tbc


Rabu, 15/03/2017

Aldo.... 😍😍😍

Continue Reading

You'll Also Like

1M 103K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
536K 20.6K 46
⚠️ WARNING!!! : YOUNGADULT, 18+ ‼️ hars word, smut . Tak ingin terlihat gamon setelah mantan kekasihnya berselingkuh hingga akhirnya berpacaran denga...
3M 151K 62
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _π‡πžπ₯𝐞𝐧𝐚 π€ππžπ₯𝐚𝐒𝐝𝐞
481K 2.6K 19
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.