Naughty Kiss (A & Z) [COMPLET...

By unaisahra

458K 31.1K 7.5K

Cerita amburadul wkwkwk . . . . . . . Blue eyes. Pecicilan, penuh percaya diri, suka bikin rusuh, cerewet, su... More

1 : Satu kecupan
2 : Bertemu Mommy Prilly
3 : Zia
4 : Nantang Kak Aldo
5 : What?!
6 : Anive
7 : Kiss 💋
8 : Cerita Cinta Mommy
9 : Posisi Bahaya
10 : Casting
12 :
13 : Full Drama Musical
14 : A&Z
15 : Serangan kak Aldo
16 : Di culik?
17 : Dia
18 : Full A & Z
19 :
20 : Makan Malam 1
Apa apa aja
21 :
22 :
23 :
24 :
25 : AylaView
26 : sandaran hati
27 : Camping
nyengir
28 : Camping 2
29 : A
B : Pernyataan.
30 : Topikir
31 :
32 : Masha
33 : Antara
34 : Haruskah?
35 : Queen
36 : Akhir
EXTRA PART A
Numpang Lewat
EXTRA PART B
EXTRA PART C (bag 1)
bag 2
wait
Extra D
Special part

11 : Hadiah dari kak Aldo

11.8K 743 184
By unaisahra

Abaykan typoh



"Jadi, drama musical nya kita pakai nama pemeran dari sinetron yang melegenda sampai sekarang yaitu ganteng-ganteng serigala. Tapi pemeran utamanya kita pakai digo sisi. Kenapa? Karena mereka couple fenomenal yang sangat romantis di massa nya. Dulu ibu juga ngefans banget sampai sempat menjadi APL, ali prilly lovers atau DSL. Lihat bagaimana tatap-tatapannya saja sudah bikin kekurangan oksigen. Ah, mereka sangat romantis dan........."

Bla bla bla...........

Zia menguap mendengar ceramah guru seni yang sedang menerangkan tentang drama musicalnya. Bukan hanya zia, tapi semua yang terlibat dalam peran drama ini menunjukan mata sepetnya. Awalnya menerangkan nama pemerannya, namun lama kelamaan bercerita tentang masa muda nya yang sangat alay. Walaupun sangat bosan mendengar curhatan guru seni ini yang lebih mirip rainbrow cake, tapi mereka masih tetap mendengarkan kecuali bule mungil yang satu ini.

Sesuai kesepakatan dari para guru bahwa yang menjadi pemeran utama wanitanya adalah zia, dan yang gagal casting akan menjadi pemeran pendukung. Tidak sedikit yang memprotes mengapa zia yang di angkat menjadi PU, terlebih nanda yang terus nyerocos menyampaikan pendapat nya yang tak setuju. Namun para guru tersebut tak peduli mau setuju atau tidak, semuanya sudah fix tak bisa di bantah sedikitpun. Jika masih ada yang memprotes, maka siap-siap saja out dari anggota ini.

Sebenarnya sih, zia tak begitu minat mengikuti drama-drama seperti ini, mending joged oplosan atau nyanyi simalakama saja di kelas dari pada harus menjadi orang lain di atas panggung. Tapi itu tadi, sebelum tahu siapa pasangannya. Setelah tahu siapa yang menjadi pasangannya, dengan semangat penuh perjuangan zia pun menyetujuinya. Lumayan bisa romantisan dengannya di panggung spekta nanti.

"Jadi ceritanya nanti bukan vampire vs serigala. Tapi tentang lika liku cinta anak remaja. Kita cuma memakai nama pemerannya saja. Genre nya campur, tidak pure romantis. Ada sedihnya juga......."

Dan seterusnyaaaa. . .  .

Kedua mata indah itu tidak bisa di ajak kompromi lagi, semakin lama mendengarkan semakin pula kantuk menyerangnya. Tak tahu apa yang sedang guru itu terangkan, ia hanya bisa melihat mulut gurunya yang komat-kamit seperti mbah dukun. Zia sendiri juga heran, kenapa guru-guru yang mengajarnya memberikan efek ngantuk yang sangat dahsyat padanya.

Plak!

"Anj-  ju." zia menyengir polos melihat siapa yang sudah memukul keras jidatnya. Hampir saja kata-kata kotor itu keluar dari mulutnya.

"Mau ngomong apa hmm?" bu indah, guru seni ini menatap zia garang.

Zia mengeleng polos sambil menyengir. "Kagak bu, mau ngomong ibu cantik."

"Gak usah ngerayu, gak mempan!  Awas kamu kalo tidur lagi." bu indah mengancamnya. Zia manggut-manggut sok mengerti.

"Padahal tadi gak tidur bu, cuma merem saja." bocah ini kembali membuat gurunya menggeram.

Wanita dengan make up warna-warni ini menghela napasnya sabar, untung berbakat kalau tidak mungkin bocah ini sudah di cutat.

Malas,

Bu indah menyodorkan gulungan kertas HVS yang sempat mendarat di kepala zia. "Nih script kamu. Di hafalkan. Sering-sering latian sama Aldo."  mendengar nama Aldo, zia menerimanya dengan semangat.

"Sip bu." jawabnya sambil mengacungkan jempolnya. Bu indah kembali membagikan kepada murid yang lainnya.

Sebenarnya malas baca, tapi karena ini harus yang kata nya juga penting, terpaksa zia membacanya. Keningnya berkerut setiap membaca perannya dalam drama ini.

Sedetik kemudian tawanya menggema di dalam aula ini. Tawa tak sopannya itu pun membuat teman-teman yang lainnya menatap zia aneh.

Pletak!

Tawa zia berhenti seketika setelah merasakan pukulan keras di jidatnya. Bola mata biru itu melirik sebal pada seseorang yang kini duduk di sebelahnya.

"Lo tuh cewek, di miripin sama cewek dikit kek."

Gadis mungil ini mencebikkan bibirnya. "Ah, bodo' yang penting happy."

Cowok di sebelahnya mendengus.

"Lo dapet peran apa del?" tanya zia sembari memperhatikan script yang masih di tangannya.

"Jadi sahabatnya digo. Lah lu napa tadi ketawa, perasaan ini bukan drama komedi."

Gadis mungil ini terkikik mengingat apa tadi yang membuatnya tertawa. Dia turunkan scripnya lalu menatap sahabatnya. "Gue geli sendiri dapet peran kaya gini. Ini mah feminim banget."

Delio tersenyum membayangkan bagaimana penampilan zia nanti. Tak sabar melihat penampilan sahabatnya yang menjadi feminim dan sedikit kalem, hanya sedikit tapi. Bukan apa-apa, ia hanya ingin mengejeknya saja. "Sekali-kali biar keliatan cewek."

"Emang selama ini gue gak keliatan cewek?" tanya nya dengan bibir manyun.

Delio manggut-manggut memperhatikan zia dari atas sampai bawah sembari mengelus dagunya. "Mirip kalo lagi diem, kalo lagi pecicilan bentuknya jadi ambyar." setelah mengatakan itu tawa delio menggema, lebih tepatnya tawa mengejek.

Gadis ini tak terima, ia berikan pukulan bertubi-tubi ke punggung sahabatnya yang kurang ajar, tak memiliki solidaritas dan berperikesahabatan sama sekali.
Gini-gini ia juga cewek tulen, bisa genit juga. Kumatnya kan kalau sedang bersama komplotan dan sahabatnya saja.

Ujungnya kedua anak ini pun kejar-kejaran seperti masha yang sedang mengejar-ngejar capung, pantang menyerah walaupun terjatuh berkali-kali.

Aldo yang melihat aksi adiknya dan teman spesiesnya hanya bisa menghela napas. Bukannya menghafalkan teks malah bermain seperti anak kecil. Apa masa bermain nya masih kurang sampai sudah remaja saja masih seperti anak kecil. Memalukan sekali. Ini harus di hentikan, bagaimana pun ia lah yang di beri kepercayaan oleh bu indah untuk menghandle adik kelasnya.

"Delio!" sentak Aldo.

Bruk

Gubrak!

"adaww!"

Tubuh zia menabrak punggung delio sampai terjatuh kelantai karena delio mengerem kakinya mendadak. Delio menyengir menatap abangnya yang sudah menatapnya garang. Tidak memperdulikan sahabatnya yang sedang mengaduh kesakitan.

"Kenapa bang?" tanya nya sok polos.

"Duduk!" perintahnya tak terbantahkan.

"I-ya deh.. Ini juga mau duduk. He." ujarnya sedikit gugup. Walaupun umur mereka selisih dekat, Delio sebagai adik selalu menghormati abangnya. Bahkan dia lebih takut sama Aldo di banding daddy nya. Alasannya, Aldo itu lebih horror dari pada daddy nya yang sudah error seperti Mommy nya.

Bukan berarti Aldo tak sayang dengan adiknya, hanya saja dia tidak begitu menunjukan rasa sayangnya. Lagi pula Delio juga sudah besar dan dia cowok bukan cewek, dia bisa menjaga dirinya sendiri. Kecuali jika Delio mengalami kesulitan yang dia tak mampu mengatasinya, Aldo lah orang pertama yang akan membantunya.

"Cepetan duduk nyil." delio menarik krah belakang zia agar berdiri, lalu mendudukan paksa di kursi.

Baru saja zia membuka mulutnya, delio sudah menyumpalnya dengan permen lolly pop hasil menarik paksa dari mulut sinta yang duduk di sebelahnya.

"Lamvlet lo!"

***


"Zia jangan ketawa terus!" sentak bu indah yang sudah geregetan dengan bocah satu ini. Sudah hampir satu jam latihan tak sekalipun zia serius, malahan terus tertawa kurang ajar.

Menurut zia, melihat Aldo yang sudah siap memerankan karakternya membuat zia tak bisa menahan tawanya. Seorang Adelardo si muka jutek sangat menggelikan memerankan karakter yang sedikit humble.

Aldo yang berdiri di depan zia mendengus sebal. Di kira gak capek dari tadi berusaha tersenyum ramah yang sangat bertolak belakang dengan kepribadiannya. Bukannya membantu agar camistrynya dapat, malah bocah ini gak ada serius-seriusnya. Sangat menyebalkan.

Kalau bukan karna ancaman bu indah yang akan memerintahkan guru-guru lain agar tak memberikan nilai untuk Aldo, ia tak akan sudi terlibat dalam drama ini.

Menyesal karena ia yang memilih alur ceritanya. Ingin merubahnya lagi tapi sudah tak bisa. Selain waktunya sudah mepet, bu indah ini sudah terlanjur suka dengan ceritanya. Dan jika si rainbrow ini sudah bilang cocok, mana mungkin bisa di ganggu gugat.

"Zia serius!"

"Iya iya bu.." jawabnya setelah menghentikan tawanya.

Zia berdehm sebelum mempraktekan adegannya, ia tarik nafas dalam-dalam untuk menetralkan dirinya agar tak kembali tertawa. Adegan kali ini ia harus saling tatap dulu sebelum masuk ke dalam cerita. Katanya sih untuk mendapatkan camistry dulu.

Kedua bola mata biru itu berusaha menatap kedua bola mata hitam yang tengah menapnya tanpa berkedip. Mereka saling melempar pandang sesuai intrupsi bu indah. Oh tidak-tidak! Bahkan mereka sama sekali tak mendengarkan arahan dari bu indah. Mereka terlalu hanyut dalam mata indah itu yang meneduhkan. Entah mengapa semakin lama memandang bola mata itu semakin membuatnya tak bisa lepas dari lingkar biru itu.

Perlahan detak jantungnya berdegub sesuai irama lagu yang sedang terputar. Sampai tak terasa kedua sudur bibirnya tertarik keatas, membentuk sebuah lengkungan yang mirip dengan bulan sabit. Sunggingan yang sangat manis yang tak pernah ia keluarkan.

Melihat bibir itu melengkung membuat gadis ini tertarik untuk membalas senyumnya yang tak kalah manis dengannya. Dan entah mengapa senyuman simple itu sangat menarik bagi Aldo, membuat ia betah memandang wajah cantiknya.

"CUT!" terdengar tepukan tangan yang membuat keduanya tersadar dan terpaksa melepaskan kontak matanya. Kedua nya berdehm untuk menyembunyikan kegugupannya. Tapi, untuk seorang Aldo tak ada dalam kamusnya yang namanya gugup atau semacamnya. Dia sangat pandai menyembunyikan ekspresi wajahnya dengan merubahnya datar kembali seperti semula.

"Keren! Keren! Camistry kalian dapet banget." bu indah berdecak kagum dengan camistry mereka berdua yang sangat mirip dengan couple idolanya. Melihat mereka berdua, mengingatkan kembali pada couple fenomenal asli yang mereka perankan. Digo, sisi Or Aliando, Prilly yang kini susah menjadi keluarga bahagia.

Nanda yang duduk lesehan di barisan paling depan menggeram marah. Tak terima melihat Aldo yang tersenyum tulus pada bocah itu. Aldo tak pernah tersenyum seperti itu padanya, kenapa dengan bocah itu seolah senyuman itu sangat ringan. Jangankan senyum, meliriknya saja tidak pernah. Ibarat pajangan yang di beli tapi tak pernah di lihat sama sekali.

"Ayo kalian berdiri, sekarang kalian ngedance bareng." intruksi bu indah agar pemeran pendukung yang sedang duduk di lantai bangkit dari duduknya.

-

"Aldo!" Aldo yang sedang berjalan di lorong bersama farel dan candy tak peduli dengan suara cempreng yang memanggil-manggilnya.

Aldo milirik farel malas yang menyenggol-nyenggol lengannya. "Cewek lo tuh."

"Bodho." jawabnya acuh.

Candy yang berjalan di samping farel terkiki geli. Sangat prihatin melihat cewek yang berstatus pacarnya Aldo tapi tak di anggap, sedang menunjukan wajah frustasinya. "Sadis banget lo sama anak orang." sahut candy masih dengan kikikannya.

"Males."

"Putusin aja dahh.. Buat apa masih sama cewek alay kaya dia. Mending sama si bule mungil itu." kata farel dengan santai, namun mampu membuat mata Aldo melotot. Farel yang menyadari pelototan itu menunjukan cengirannya lima jarinya.

"Gak ada yang bener dua-dua nya."

"Yakin?" candy menyahutnya lagi dengan nada menggoda.

"Berisik kalian."

"Aldo! Tunggu." langkah Aldo terhenti ketika tangannya di tahan oleh gadis yang lebih mirip boneka. Otomatis farel dan candy pun ikut berhenti, menatap nanda dengan tanda tanya.

"Sorry gue mau ngomong sebentar sama Aldo." katanya menatap jengah dua sahabat Aldo.

"Kalo mau ngomong, ngomong aja keles. Aldo tuh gak punya waktu banyak. Kita udah ada janji buat makan cilok bareng." sahut candy ogah-ogahan. Aldo melotot. Farel terkikik. Cilok apaan, seumur hidupnya Aldo tak pernah sekalipun memakan jajanan yang mangkal di pinggir jalan.

Nanda memutar bola matanya malas. "Please! Bentar aja. Ini masalah gue sama Aldo."

"Ya udah yem, cabut dulu yok." farel menarik paksa tangan candy menjauh dari mereka. Gadis yang selalu berpenampilan modis ini nyerocos tak terima tangannya yang di tarik paksa. Padahal ia ingin nyakar tu cewek yang sok cakep, geregetan melihat wajahnya yang sok polos padahal sangat sadis. Bukan hanya itu, candy punya dendam tersendiri karena dia pernah merebut pacarnya dulu. Walau sudah memiliki pengganti, tapi kebencian pada gadis itu masih tetap ada.

"Gue gak punya waktu banyak." gumam Aldo dengan kedua tangannya yang tetap di dalam saku celana abu-abu nya.

Mengingat apa tujuannya, raut wajah gadis berambut sepunggung ini berubah memerah. "Lo ngapa sih senyum-senyum gitu sama bocah itu." sentaknya tak terima mengingat adegan tadi yang sangat lancar.

Aldo memutar bola matanya. Jadi karena itu dia mengganggu waktunya. Sama sekali tak penting.

"Gak penting." jawabnya singkat, namun mampu membuat darah gadis ini mendidih sampai ke ubun-ubun.

"Gak penting kata lo?! Gue cewek lo! Gue cemburu!"

Sebelah alis Aldo terangkat, terpaksa ia menatap gadis di depannya ini dengan malas. Bangga sekali dia menjadi pacar tak di anggap. Lama-lama bosan juga dengan gadis yang selalu sok berkuasa, entah di kelas ataupun lingkungan sekolah. Status menjadi pacarnya Aldo dia jadikan senjata untuk mendapatkan kepopuleran dan kekuasaan.

Muak.

"Kita putus! Jangan deket-deket gue lagi." setelah mengatakan itu, Aldo berlalu dari nanda yang masih mematung mendengar kalimat terakhir Aldo yang membuatnya terkejut bukan main. Sangat syok Aldo memutuskannya sepihak tanpa perasaan. Selain tidak wajar karena cowok yang memutuskan dulu, dia juga tak terima di putuskan begitu saja. Perasaannya sudah berubah menjadi sayang, dia ingin Aldo menjadi miliknya seutuhnya.

"Bocah itu!" geramnya sembari mengepalkan kedua tangannya. Mengingat bagaimana bocah itu dengan gampangnya masuk ke dalam kehidupan Aldo. Sedangkan dirinya selalu di injak-injak tanpa perasaan.

"""


Adel kampret :
Online

Ping!

Plung

Masih idup lo 😆

Njjiiiiirrrrr
Bibir lo komposisinya
dari apa sih 😠

Dari tulang rusuk
abang lo 😍

Dih, Ngarep 😒

Mburi 😜

Kamsud lo?!

Gak ada kamsud.Bka aj
kmus bhs jawa 😝

Bocah sarap! Bule paan lu, b.inggris kagak bisa b.jawa lancar ky kereta.

Itulah kelebihan
gue 😆😆😆

Kelebihan bibir iya,
nyerocos mulu kaya mercon😪

Ah elu mah gak
asyik. Off ah gue.

Jiah! ngambek

Bodo

Kok masih bales😃

🙅

Zia mendengus. Sudah menjadi kebiasannya jika ngechat sama sahabatnya ini ujung-ujungnya saling hina, sebenarnya memang zia yang mulai sih.

Balasan chat terakhirnya cuma di read saja sama delio. Mungkin dia juga malas karna riwayat chat mereka hampir seluruhnya kata-kata kotor. Persahabatan mereka memang seperti itu, kalau gak ada kata ejek mengejek itu gak seru. Garing banget persahabatan yang lurus lurus saja tanpa ada belokannya. Walau begitu, mereka juga saling sayang kok. Bagaimanpun yang namanya sahabat ya teman dekat, dia selalu ada di setiap kita butuh. Menegurnya jika salah satunya berbuat salah walaupun tidak pernah di dengarkan, yang penting sudah menjalankan layaknya friends goals.

Tak mau melow-melow an, ia pun keluar dari kontak delio. Begitu ia keluar, pandangannya langsung berbinar ketika ada chat masuk dari kakak kelas kesayangan.

Masa depanku ❤ :
Online

Gue tunggu di tempat
balapan.

Membaca apa isi chatnya, zia mendengus sebal. Kebiasaan selalu menyuruhnya datang sana-sini tanpa tahu waktu. Helloo! Ini sudah jam depapan lewat keles, mau pakai apa coba zia kesana. Emangnya ke alfamart tinggal jalan lima meter udah sampai. Lah ini yang nyuruh kagak mikir sama sekali. Bego sih, untung ganteng.

Masa depanku ❤ :
Online

Gue kan gak punya
motor baby hany?????
Jemput kek 😪

Gak usah panggil gue aneh"

Gak aneh kok. Malah unyu unyu gimana gitu. 😁

Setengah jam.

Zia rasa membutuhkan cream anti aging, dahi nya kebanyakan mengerut takut terjadi penuaan di usia dini. Salah satu sebabnya ya ini, membaca balasan chat dari senior gantengnya. Maksudnya setengah jam itu apa? Ambigu banget deh. Kebiasaan suka ngechat setengah-setengah, untung orangnya utuh kagak setengah.

"Apa dia mau jemput gue?" gumamnya pada tembok datar yang berdiri gagah di hadapannya.

"Ni tembok kok diem aja kaya Aldo."

"Oh iya, nama nya juga temen."

"Eh, yang suka ngomong temen kan tarzan?"

Gadis ini menggaruk-garuk rambutnya yang tak gatal. "Kok gue jadi kaya wong edan ya? Ngomong sendiri sama tembok yang tak bergoyang.. Aseek."

"Gila!" kikiknya sendiri di dalam kamarnya.

Kembali ia menatap ponselnya yang masih ia genggam, melihat chat-an Aldo yang terakhir. Wajahnya kembali berubah kesal.

"Dasar! Ngetik aja pelit. Untung aja orangnya kagak pelit. Kalo pelit mah kebangeten, duit aja tinggal nyerok di gudang." gerutunya sambil melempar handphone nya ke kasur. Ia bergegas mengganti pakaiannya. Untung mamahnya sudah pergi lagi gak sempat menginap. Kalau mamahnya di rumah, entah berani atau tidak zia keluar rumah..

TIIINNNNN

TIIIIINNNNN

Zia bergegas lari ketika mendengar suara klakson motor yang terus berbunyi. Gadis mungil dengan celana hotpant dan baju berlengan panjang yang kedodoran ngedumel sendiri saat menuruni tangga. Bagaimana tidak, kakak kelas kesayangannya terus membunyikan klakson motornya. Di kira turun dari kamarnya sampai halaman rumahnya cuma satu detik, kecuali kalau dia kong kalikong dengan jin atau loncat dari balkon langsung. Demi satu detik tapi ujungnya rumah sakit.

"Brisik ganteeeeng....... Di kira gue kagak punya tetangga kali ya." pekik gadis ini ketika sampai di depan motor Aldo. Nafasnya masih ngos-ngosan karena berlari sangat cepat, untung tadi gak nyungsep di tangga.

"Lama."

"Emangnya gue jin. Tinggal ting saja langsung muncul depan lo."

"Lebih dari jin. Tapi setan cilik."

Zia membulatkan bola mata nya sebulat-bulatnya. Ternyata selain punya wajah kaya tembok, mulutnya pedes juga. Jadi pengen habisn tu bibir seksinya.

"ULALA BABY! Mimi peri....! Cepatlah turun dari khayangan. Cepetan kawinin nih makhluk Tuhan yang paling ganteng! Biar jadi sarap kaya mimi--"

"Cepet Naik!" potong Aldo yang sudah malas mendengar ocehan bocah gak waras ini yang makin ngelantur. Lagian siapa lagi tu mimi peri, dasar bocah aneh.

Zia langsung mengatupkan bibirnya rapat. Lantas menuruti perintah Aldo yang memerintahkan untuk naik ke motornya.

"Jangan pegangan gue." baru saja tangannya akan melingkar di pinggang Aldo, suara bass itu menghentikannya.

Kembali zia mengerucut. "Pelit amat sih."

***

MBREEEMMMM...

Wuuuiihhhh

Seperti biasanya, tempat yang di jadikan untuk adu balapan selalu di penuhi anak-anak muda yang bosan di rumah. Dari cowok biasa sampai cowok keren pun campur aduk jadi satu. Tak sedikit yang membawa cewek dengan pakaian ala mimi peri ke tempat ini. Entah itu pacarnya atau gebetannya atau mungkin hanya temannya saja.

Motor Aldo yang baru saja sampai berhasil menarik perhatian teman-temannya. Banyak yang bersorak dari teman cowoknya karena Aldo datang bersama cewek yang dulu menantang Aldo, banyak juga lirikan sinis dari cewek-cewek yang lebih mirip mie bihun karena merasa iri dengan gadis mungil ini yang dengan mudahnya membonceng King mereka.

"Wuiiiihhhh Aldo sama si buleee.."

"Ehhh tumpengan dong do.."

"Waahh telat gue."

Cowok berjacket putih dengan jambul khasnya tak peduli sorakan dari teman-temannya. Yang jelas bukan ini maksud dari membawa gadis mungil yang ia bonceng. Bagaimana pun kan bocah ini jongosnya. Jadi harus ngikutin majikannya kemanapun. Iya kan? Jadi, kalian readers jangan salah paham okey?!

"Turun." perintahnya datar.

"Masih betah kak."

"Turun!" sentaknya sekali lagi.

Bibir pink tipis ini mengerucut sebal. "Dingin banget sih bang. Kayaknya gue harus jadi sayur kemarin dulu deh biar bisa diangetin." gumamnya sembari turun dari motor Aldo.

"Berisik."

"Yang berisik tu temen lo tuhh.. Cie cieein kita. Kayaknya kita emang serasi." Zia tersenyum sembari mengedip-ngedipkan matanya.

Pemuda berdarah arab ini melirik gadis bule yang berdiri di samping motornya dengan tampang mengejek. "Bocah sinting."

"Woi! Aldo..!" seorang cowok datang menyapa Aldo sambil ber highfive ala cowok keren. Aldo hanya menanggapi dengan malas.

Zia memperhatikan kedua cowok ini seperti orang bodoh.

"Udah siap tanding lo."

"Udah."

"Kali ini pasti lo kalah sama gue."

"Liat aja nanti."

"Ok! Siapin dulu mental lo."

"Gak perlu. Lo harus lawan seseorang dulu."

"Maksud lo?!"

Aldo melirik zia yang sedang melihat sekitarnya sambil garuk-garuk pipi.

Ck! Dasar bocah!

Bibir merah yang tak tersentuh rokok itu menyungging miring, dia mengarahkam dagunya pada gadis mungil ia lirik tadi.

Temannya mengikuti arah dagu Aldo, sejenak terpaku melihat gadis mungil yang belum pernah dia lihat di tempat ini. Kesan pertama melihat gadis itu adalah cantik. Sangat cantik dan mungil. Penampilannya sangat berbeda dengan gadis-gadis yang biasa nongkrong disini, ini terlihat sangat polos.

"Gimana?" tanya Aldo yang menyadarkan temannya.

Cowok ini tergagap. "Hah? Apa?"

Aldo mendengus sebal. Kenapa temannya ini yang terkenal sombong mendadak seperti orang bodoh. Apa sih yang dia lihat dari bocah cilik di sebelahnya ini.

"Lo harus lawan dia bego!"

Kedua bola mata temannya berhasil melebar sempurna. Yang benar saja! Apa Aldo sedang bercanda dengannya? Masa dia harus melawan gadis mungil yang sangat imut ini.

"Lo gak bercanda?! Dia?" tanya nya lagi tak percaya. Aldo mengangguk sebagai jawaban.

"Kalo lo bisa ngalahin dia, motor ini sebagai jaminan. Tapi kalo lo kalah, motor lo gue sita." tawar Aldo tak acuh.

Temannya nampak berfikir sejenak. Tawaran yang Aldo berikan cukup menarik. Sudah pasti dia menang mengingat lawannya seperti tak memilki kemampuan selain melenggak-lenggok di atas ranjang. Ah, melihat body mulusnya saja membuat tubuhnya menegang. Mungkin ada tambahan bonus lagi jika dia menang.

"Ok! Tapi gue minta bonus."

Aldo mengangkat satu Alisnya. "Apa?"

"Gue sewa semalem cewek itu." bisiknya sembari menatap lapar gadis mungil itu.

Sontak bola mata hitam itu membulat mendengar permintaan gila dari temannya ini. Entah kenapa dadanya terasa panas melihat lelaki lain menatap bocah itu dengan tatapan seolah menelanjangi. Sedikit tak rela membayangkan jika bocah itu di sentuh cowok lain. Bukan apa-apa, dia hanya tak suka barang yang sudah di sentuh juga di cicipin orang lain.

"Lo boleh sewa cewek manapun, tapi jangan dia!"

"Wuihh. Kayaknya ada yang kesengsem nih."

"Gak usah ngomong aneh. Dia masih bocah belum tau apa-apa."

"Nah itu dia... Gue pengen yang polos-polos gitu. Bosen cabe mulu."

Cengkeraman tangan Aldo di stang motornya semakin kuat. Ingin sekali melayangkan bogemannya pada cowok gila yang di berdiri di depan motornya, beraninya dia menginginkan barang yang sudah ia sentuh. Tak akan ia biarkan, ia tak mau berbagi ataupun barang bekas.

"Lo mau gue hajar!" Aldo menatapnya sangat tajam membuat temannya ini merinding seketika. Sangat menyeramkan jika seorang Aldo mulai mengamuk.

Akhirnya dia pun mengangguk ragu. "I-iya deh gak jadi."

"Gue cabut dulu." Aldo tak merespon, ia masih betah duduk di atas motornya. Pandangannya beralih pada bocah yang sedang mengobrol dengan salah satu cowok disini. Aldo baru sadar kalau yang menatap bocah itu lapar tak hanya satu, dua, tapi hampir seluruh cowok disini menatapnya lapar. Padahal bocah itu hanya mengenakan hotpant dan kaos lengan panjang kedodoran yang memperlihatkan kedua bahu mulusnya karena rambutnya di kucir kuda. Bukan pakaian yang hampir mirip bikini seperti yang di pakai cewek-cewek yang nongkrong disini.

Jika di pandang terus-menerus memang gadis itu terlihat cantik, apalagi tawa lepasnya sangat natural tidak di buat-buat. Tapi, mengingat bagaimana bocah itu yang tak tahu malu, sama sekali tak menjaga yang namanya image, Aldo sendiri ilfiel melihatnya.

"Bocah!"

Panggilan khas itu membuat gadis yang sedang tertawa menoleh. Keningnya mengerut melihat Aldo yang tengah menatapnya. Tahu apa maksud kakak kelas kesayangan, ia pun menyudahi obrolannya, beralih menghampiri Aldo.

"Apa hany?" jawabnya sok imut sambil mengedipkan satu matanya.

"Gak usah genit."

"Cuma sama lo doang juga."

"Siap-siap lo akan tanding setelah ini."

What!

Kedua bola mata indah membulat, lalu berubah menjadi kerjapan lucu. Jadi Aldo membawanya kesini hanya untuk di jadikan ayam jago?

"Apa imbalannya?" tanya nya setelah terkejut beberapa saat.

"Lo harus menang dulu."

Kedua alis zia terangkat sembari menganggukan kepalanya pertanda setuju. Setelah ia pikir-pikir walaupun kagak pernah mikir karna gak mau mikir, balapan ini lumayan juga. Penasaran hadiah apa yang akan Aldo berikan padanya.

"Oke!"

.

Zia melirik lawan di sebelahnya yang terlihat gagah dan berkeyakinan tinggi kalau dia yang akan menang.

"Siap-siap lo akan kalah cantik."

Kedua bola mata biru itu memutar tak peduli, lalu kembali menatap cowok sok ganteng di sebelahnya. Senyum sinis terukir di bibir pink basahnya. "Lihat saja nanti kakak yang gantengnya lima tingkat di bawah kak Aldo. Kalo lo menang lo bisa dapetin bibir ini." Zia memanyunkan bibirnya lucu membuat cowok di sebelahnya menelan ludahnya. Tak sabar untuk melahap habis bibir lucu itu tanpa Ampun.

Tanpa zia tahu, Aldo yang tengah berdiri tak jauh darinya dengan kedua tangan yang berada di dalam sakunya melotot tajam. Bocah gila itu makin gila, mati-mati an ia menahan agar tak menghajar lawannya karena menginginkan tubuh dia. Tapi apa yang di lakukan bocah ini? Dengan entengnya dia menjadikan bibirnya yang sudah ia sentuh untuk imbalan cowok belang seperti dia.

Dasar bocah bodoh! Aldo menggeram dalam hati.

Namun kekhawatiran itu perlahan hilang, karena ia yakin ayam yang ia bawa lah yang akan memenangkan pertandingan ini. Menyadari zia yang sedang berjalan kearahnya, sebelah alis Aldo terangkat. Bocah itu menunjukan senyum tanpa dosanya yang sangat menyebalkan menurut Aldo.

"Beri semangat dong kak." pintanya yang kini sudah berdiri di hadapannya. Gadis bule ini menunjukan wajah imutnya.

"Apaan?" tanya aldo tak mengerti.

Zia berdecak keras. "Ish, cakep-cakep kok bego. Cium kek, peluk kek, beri kata-kata manis kek."

Aldo menghela napas. "Gak ada!"

Bibir mungilnya mencebik lucu. Kalau kayak gini mana mungkin dia semangat. Orang yang menyuruhnya bertanding saja sama sekali tak memberinya semangat.

"Ya udah gue gak menang nanti." zia yang hendak berbalik tertahan ketika pinggangnya di tarik lalu merasakan benda lembab itu menempel di sudut bibirnya.

"Wow!"

"Oh god!"

"MasyaAllah bang."

"Aldo Omg!"

"Sakit hati nihh.."

Decakan kaget itu keluar dari bibir-bibir yang menyaksikan aksi Aldo. Ini sangat langka, selama ini Aldo tak pernah mencium cewek manapun. Jangankan mencium, melirik saja tidak pernah. Nanda yang berstatus sebagai pacarnya juga tidak seperti itu. Beruntung dia malam ini tak hadir, mungkin kalau dia berada disini sudah ngamuk-ngamuk melihat Aldo mencium gadis lain.

Zia cengengesan bahagia setelah Aldo melepaskan tangannya. Kecupan di depan teman-teman Aldo itu sesuatu banget. Ternyata gampang juga mengancam cowok macam Aldo yang terkenal horror.

"Makasih kesayangan." zia berjinjit menggapai pipi Aldo, setelah itu zia berlari ke arah motor Aldo yang di pakai zia untuk bertanding.

Tubuh Aldo semakin mirip dengan patung yang berdiri, kecupan singkat di pipinya mampu membuat dadanya berdesir hebat. Aldo sendiri tak mengerti kenapa akhir-akhir ini organ dalam tubuhnya sangat aneh.

Gila gue!

Aldo meraup wajahnya kasar.

-----

Tiga

Dua

Let's go!

Kedua motor itu melesat sangat cepat setelah kain merah di lempar ke udara. Keduanya membelah jalanan sepi yang sudah menjadi rutenya.

Bule mungil ini memutar gasnya untuk menambah kecepatannnya. Pandangan matanya lurus kedepan. Tujuannya hanya garis finish dan hadiah yang Aldo janjikan. Ia harus sampai lebih dulu dari pada cowok sombong yang menjadi lawannya.

Gadis itu melesat semakin cepat, dia sangat lincah dan gesit. Sampai-sampai lawannya sedikit tak konsen karena melihat bocah mungil itu yang berbeda. Dia pikir bocah ini cuma bisa main-main saja, ternyata Aldo tak sembarangan memilih bocah. Bocah itu lebih mirip Aldo dalam bentuk perempuan. Dia sangat bengis ketika berada di atas kuda besinya. Kecepatannya hampir mirip dengan vampire yang mampu melesat sangat cepat.

Oh GOD!

CIIIIITTTT

Suasana yang tadinya menegang kini berubah menjadi riuh. Sorakan-sorakan bergembira mereka serukan yang bergabung di clubnya Aldo. Bagaimana tak bersorak, jika salah satu anggota mereka menang, sudah pasti mereka akan berpesta pora dengan kemenangan mereka.

Dari awal pun sudah bisa di tebak siapa yang akan memenangkan pertandingan ini. Dari cara melajukan motornya saja sudah terlihat jelas siapa yang paling bengis dan gesit.

Senyuman sinis mengembang di bibir Aldo. Sudah ia duga, ayam yang ia bawa lah yang akan memenangkan pertandingan ini. Tak salah lagi ia memilih bocah itu untuk di jadikan alat. Bagi nya mencium bocah itu tak merasa di rugikan sama sekali karena ia sudah menyukai bibir kenyalnya. Yang seharusnya rugi bocah itu sebagai perempuan, dengan mudahnya dia menyerahkan bibir manisnya.

Uhm.. Mungkin boleh juga jika ia bermain-main sebentar dengan gadis polos itu. Bagaimana pun dia cowok normal yang memiliki napsu. Sebenarnya Aldo tidak semesum itu, tapi karena bocah itu lah yang selalu memancing sisi liar Aldo.

Jadi bukan salahnya kan?

Cowok yang tadinya berdiri gagah, memiliki keyakinan sangat tinggi kalau dia yang akan menang. Dia menghampiri Aldo dengan wajah kusutnya, lantas menyerahkan kunci motornya pada Aldo seolah tak rela. Perjanjian sudah perjanjian. Jika tak menepatinya, siap-siap saja akan di hajar habis.

"Bagaimana peliharaan gue?" Aldo tersenyum sadis sambil melempar-lembar kontak motor hasil taruhannya ke udara.

"Mantap!" jawabnya lesu.

"Lo gak bakal miskin kan gara-gara motor lo melayang." tanya nya masih dengan senyum sadis.

"Gue kaya! Gak mungkin cuma gegara motor bebek gue jadi miskin. Beli sepuluh motor model kek gitu juga mampu gue." ucapnya sombong.

Aldo mengangkat satu sudut bibirnya. Uang masih minta orang tua saja sudah sombong. Apa sih yang perlu di sombongkan dari harta orang tuanya. Sama sekali tak keren menurut Aldo.

.

Gedung tua yang di jadikan markas Aldo dan teman satu club sangat ramai. Mereka berpesta pora dengan hasil kemenangan Zia. Botol-botol Alkohol dan kulit kacang berserakan dimana-mana membentuk lautan sampah. Tidak sedikit yang sudah teler karena sudah mabuk berat. Tapi tidak dengan Aldo, dia hanya duduk manis memperhatikan teman-temannya yang sudah di alam bawah sadar. Jijik sendiri melihat bagaimana rakusnya teman-temannya pada minuman setan itu. Walaupun ia buruk, tapi menyentuh minuman seperti itu bukan seleranya.

Zia yang duduk di sebelah Aldo mengunyah kacangnya dengan malas, sesekali ia menguap. Ini sudah tengah malam tapi Aldo belum juga membawanya pulang. Tak tahu apa kalau ia sudah capek. Biasanya jika dugem bersama delio, jam satu atau kurang dari jam satu ia sudah berada di rumah, lah ini sudah jam dua belas lewat Aldo belum juga mengajaknya pulang. Padahal perjalanan kerumahnya cukup jauh.

"Kak.. Capek pengen pulang." rengeknya manja, mulutnya masih mengunyah kacang cap dua kelinci itu dengan malas.

Aldo melirik pada gadis yang duduk di sebelahnya tengah melempar kulit kacangnya ke wajah-wajah temannya yang sudah teler. Wajahnya sudah kusut tak bersemangat pertanda dia sudah sangat lelah.Tapi keusilannya tetap saja ada walaupun sudah lelah. Apa dia gak bisa diam barang sedetikpun?

Aldo berdiri yang langsung diikuti zia dengan lesu. Aldo berjalan kearah salah satu temannya yang sedang main kartu. Zia hanya memperhatikan Aldo yang nampak sedang berbicara entah apa yang mereka bicarakan. Dahinya,mengerut ketika mengingat sesuatu. Perasaan ia tak melihat farel dan candy malam ini, biasanya mereka tak pernah ketinggalan jika Aldo datang ke tempat ini. Mungkin mereka sedang sibuk.

Ketika hendak berjalan, zia merasakan ada yang menarik kakinya membuat tubuhnya terhuyung lalu jatuh di atas tubuh cowok yang sedang bergumam tak jelas. Bau alkohol sangat menyengat membuat zia merasa mual. Ketika hendak bangkit, tubuhnya tertahan oleh cowok ini. "Sayang.. Temani aku malam ini."

Zia berusaha lepas, tapi tak bisa karena tenaga lelaki yang sedang mabuk ini sangat kuat. "Kak Aldo!!!! Tolong!" teriak zia yang masih meronta-ronta berusaha untuk lepas.

Mendengar teriakan keras itu Aldo menoleh, kedua bola matanya membulat melihat keadaan bocah itu yang sedang berusaha untuk lepas dari dekapan salah satu temannya yang tergeletak di atas lantai. Entah dorongan dari mana, Aldo melangkah cepat ke arah zia dengan tangan mengepal. Tak segan-segan Aldo memberikan sentuhan sayang pada cowok itu sampai tangan itu terlepas dari tubuh zia.

"Bangsat! Mangsa gue di ambil!" gumamnya yang masih tergetak di lantai. Kembali dia merancau tak jelas.

Zia meringis perih ketika Aldo menariknya kasar keluar dari gedung ini yang sangat gelap. dia tetap diam tak mengeluarkan sepatah katapun. Walaupun sudah biasa diam, tapi diamnya kali ini berbeda. Bukankah sudah di bilang kalau barang yang sudah dia sentuh tak akan membiarkan orang lain menyentuhnya. Melihat posisi intim tadi mampu membuat ubun-ubunnya mendidih seketika. Tanpa segan Aldo memberikan bogeman kerasnya walaupun dia teman sendiri.

"Kak tangan gue sakit nih.." rengek zia menahan perih, ia gigit bibir bawahnya kuat-kuat. Menyadari dia masih menyeret pergelangan tangan nya, Aldo pun menghentikan langkahnya lalu melepaskan tautan tangannya.

Zia mengelus pergelangan tangannya yang mungkin sudah memerah. "Sorry." gumam Aldo datar.

"Gak ikhlas banget sih." balasnya dengan bibir manyun.

"Emang."

"Ish!" zia mencebikkan bibirnya kesal. Namun sedetik kemudian ia teringat sesuatu membuat wajahnya berseri di dalam gelapnya malam.

"Hadiahnya apa kak? Kan gue udah menang nih." tanya nya dengan semangat.

Teringat hadiah yang Aldo janjikan untuk bocah ini, dia memutar tubuhnya menjadi berhadapan dengan zia. Seringaian aneh mengembang di bibirnya walau tak terlihat karena keadaan di luar gedung memang gelap. Walau tak terlihat, namun gadis ini bisa merasakannya. Detak jantungnya berdetak semakin cepat seakan sedang berlomba maraton melihat seluit wajah Aldo yang samar tapi terlihat semakin tampan.

Satu tangan Aldo melingkar di pinggang zia, menariknya perlahan agar tubuh zia mendekat ketubuhnya sampai tubuh mungil itu menabrak dada bidangnya yang kekar. Keduanya saling berpandangan dengan jarak yang sangat dekat tanpa keluar sepatah kata pun. Hembusan nafas keduanya pun saling bertubrukan menyapu wajah masing-masing. Mereka terlalu hanyut dalam suasana malam yang sangat hening ini. Sampai satu tangan Aldo terangkat menarik lembut tengkuk zia agar kedua benda kenyal itu bertubrukan.

Tak terkejut karena ini bukan ciuman mereka yang pertama kali. Namun ciuman ini sangat berbeda. Bukan lumatan asal-asalan yang biasa zia lakukan pada Aldo. Kali ini mereka benar-benar ciuman karena Aldo yang memegang kendali nya.

Kedua lidah itu saling melilit seolah sedang beradu siapa diantara mereka yang paling hebat. Saling menyesap bibir atas dan bawahnya seperti lolly pop. Bahkan ini lebih nikmat dari sekedar lolly pop yang hanya seharga gopek. Aldo rasa ia semakin menyukai bibir pink natural yang sudah melumatnya dua minggu ini. Bibir kenyalnya yang lebih mirip dengan jelly mampu membuat tubuhnya berkhianat.

Lama keduanya saling melumat lembut seolah enggan untuk menyudahi aksinya. Keduanya terlalu hanyut dalam kenikmatan yang mampu membuat tubuhnya mengeluarkan sensasi aneh. Suasana yang tadinya dingin kini berubah menjadi panas diikuti dengan aksi ciuman mereka yang semakin panas.

Tangan yang tadinya melingkar di pinggang kini sudah menyusup di balik kaos. Mengelus lembut punggung mulus itu yang membuat tubuh mungil itu berdesir hebat. Kedua tangan mungil itu merangkul semakin erat di bahu Aldo sampai kedua kaki nya tak berpijak di tanah karna Aldo menahan punggungnya. Memberikan pijatan halus di area punggungnya sampai kaos yang gadis ini kenakan sedikit tersingkap.

Di bawah sinar rembulan yang tak begitu terang, kedua manusia yang berbeda jenis ini saling berpagutan dengan panas. Sampai-sampai mereka melupakan waktu yang sudah hampir pagi.

#Tbc

Uch! Naughty kiss babe! Ha ha ha 😅😅😅😅😅😅

Jum'at,24/02/2017

Salam kecup dari zia unyu. 😘😘😘😘

Continue Reading

You'll Also Like

1M 100K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
991K 146K 49
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
1.4M 69.9K 69
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
7.2M 351K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...