Senja Dan Jingga

By Mayalsa

481K 27.2K 771

Sequel of "FRIENDSHIP IS NEVER ENOUGH" Apa hanya sekedar ilusi, sayang? Jika berharap kau akan segera pulang... More

Harap Dibaca
Prolog
1. Hujan
2. Janji dan Sebuah Perasaan
3. Teman
4. Suatu Tempat
5. Kebetulan yang Menyakitkan
6. Sekolah dan Kamu [ Repost ]
7. Sekolah dan Kamu 2
8. Senandung Terindah
9. Peredam Nyeri
10. Minggu Sendu
11. Jadi Pacar Saya, mau?
12. Kita Pacaran, 'kan?
13. Untuk Apa Kembali?
14. Hancur Berkeping
15. Terlalu Rumit
16. Sama-sama Patah Hati
17. Belum Terlatih Patah Hati
18. Serba Salah
19. Itu Hanya Kamu
20. Hujan Yang Sama
21. Dandelion
Cuap-Cuap Dikit
22. Post It
24. Bumi
25. Sekali Ini Saja
26. Takdir
27. Kemenangan Semu [Repost]
28. Senja Yang Memudar
29. Senja dan Cerita Yang Telah Usai
Info Kelanjutan Senja Dan Jingga
My Coldest Ocean
Harus Banget Baca!!!
Kelanjutan...
Paper Hearts
My Beautiful Storm

23. Kembali

10.3K 720 9
By Mayalsa

Jingga sudah memasang tampang lesu sejak Mama-nya menyuruh ia pergi dengan Jane.

Jingga menghela napas saat Jane selalu mengeluh dibelakangnya untuk tidak jalan cepat-cepat. Ini yang Jingga benci, berbelanja dengan wanita memang merepotkan, dan yang lebih mereporkan adalah mengetahui wanita yang bersamanya adalah Jane, membuat kepala Jingga berdenyut kecil. Jingga tidak peduli dengan ocehan Jane yang mungkin sudah membuat telinganya pengang, bahkan Jingga rasa orang-orang yang melewati mereka pun merasa risih dengan keluhan sial Jane.

"Ga..." Rintih Jane sambil menarik tangan Jingga. Jingga melirik Jane sesaat. "Jalannya pelan-pelan. Gue capek." Lanjut Jane, lalu melepaskan tangan Jingga.

Jingga hanya berdeham, lalu melanjutkan pencariannya. Keranjang belanjaannya lebih penting daripada keluhan Jane yang tidak jelas menurutnya. Rupanya perkataan Jane di anggapnya angin lalu yang tidak didengarnya. Miris.

Jane mulai kesal, ia memberenggut dan memikirkan sebuah cara agar tidak dalam situasi tidak nyaman seperti ini. Kira-kira apa yang bisa membuat Jingga tidak marah dengannya? Padahal kan Jane hanya ingin berteman dengannya, tidak berharap lebih.

Terlalu banyak memikir membuatnya tertinggal sangat jauh dengan Jingga, Jane akhirnya berlari mengejar Jingga.

"Ga, Senja... " teriak Jane pada Jingga, dan hebatnya Jingga langsung berhenti dan menoleh padanya.

Jane tersenyum dalam hati, triknya berhasil.

Jane menghampiri Jingga, dan Jingga bersikap seperti meminta penjelasan mengapa Jane tiba-tiba menyebut nama Senja.

"Penasaran ya? Makanya jangan jalan cepet-cepet." Sungut Jane.

Jingga memutar bola matanya. "Gak jelas." Sedetik kemudian, ia mulai melanjutkan kegiatannya.

"Senja masih ada rasa sama lo. Lo nggak tau, ya? Miris." Gumam Jane.

Secercah harapan yang menggantung rupanya masih ada, Jingga senang mendengarnya. Kali ini Jingga yang menghampiri Jane. "Siapa yang bilang?" Tanya-nya ragu-ragu pada Jane.

Jane menahan tawanya dalam hati. Ia kenal Jingga lebih baik dari ia mengenali dirinya sendiri. "Ah gue nggak mau buka kartu, biar Senja nya aja yang bilang sendiri." Jane tersenyum puas, membuat Jingga penasaran sangat menarik, bisa dipastikan Jingga sedang menerka-nerka apa yang baru saja Jane katakan. "Gini ya, Ga. Mulai sekarang lo nggak usah repot-repot menghindar dari gue, gue yang akan pergi secepatnya tanpa lo minta. Dan di sini, gue nggak mau jadi penghalang antara lo sama Senja, gue cuma mau berteman sama kalian, udah gitu aja." Jane menampilkan smirk jailnya seraya meninju kecil bahu Jingga.

"Seenggaknya beri kesan terbaik sebelum gue pergi." Lanjut Jane. Jane merebut keranjang belanjaan di tangan Jingga, lalu berjalan lebih dulu, meninggalkan Jingga yang sedang terpaku dengan ucapannya.

Jingga sangat bersyukur, masalahnya tentang Jane sudah berakhir. Tidak ada yang harus dipermasalahkan, lagi pula Jane terlihat meyakinkan. Jingga hanya ingin bahagia, bersama Senja. Itu sudah cukup.

Jingga menepuk Jidatnya, ia tidak sadar sudah ditinggal jauh oleh Jane. Mengapa keadaannya terbalik seperti ini?

***

Senja bingung ia harus memakai baju apa, ia tidak tau apa Jingga mengajaknya ke acara formal atau sebaliknya. Senja hanya takut salah kostum, itu saja. Pakaian yang tersusun rapi di lemari pakaian dikeluarkan semua oleh Senja, mencari yang benar-benar pas menurutnya, tidak terlalu formal dan tidak terlalu santai.

Wanita memang sama saja, pakaian segitu banyaknya tetap saja tidak ada yang pas menurutnya. Ada yang pas, hanya saja sudah pernah dipakai ke acara yang lain, dan berbagai macam alasan lainnya.

Setelah bimbang memilih pakaian selama hampir satu jam, akhirnya Senja memilih mini dress simpel berwarna putih berlengan seperempat dengan pita berwarna salem yang melingkari pinggang rampingnya, kulitnya yang putih sangat kontras dengan baju yang dipilihnya. Rambutnya yang lurus panjang dibiarkan menjuntai ke belakang, dan Senja membuat rambut bawahnya sedikit bergelombang agar tidak monoton, ia mengoleskan lip balm beraroma strawberry pada bibirnya agar tidak kering dan pucat, membuatnya tampak seperti bidadari. Siapapun yang melihatnya saat ini tidak akan mengalihkan pandangannya sesegera mungkin, aduhai...

Senja memilih sling bag berwarna senada dengan corak berwarna peach, lalu memasukkan ponsel dan dompet ke dalamnya. Dan ia pun beralih pada flat shoes berwarna peach yang di ujungnya dihiasi pita manis berwarna putih. Perpaduan yang sempurna.

Seseorang mengetuk pintu kamar Senja, membuat Senja sedikit terkejut.

"Non, ada Den Jingga di bawah." Seru Bi Sisi di balik pintu.

Kenapa tiba-tiba Senja merasa jantungnya berdentum hebat, astaga Senja sangat gugup, tidak tau lagi bagaimana harus menjelaskan rasa tidak nyaman yang melingkupi dirinya.

"Iya, Bi..."

Senja melihat pantulan dirinya di cermin berkali-kali dan mengatur ekspresi wajahnya, ah mengapa sulit sekali bersikap biasa saja di depan Jingga? Lalu ia memanjatkan berbagai macam doa sambil membuka pintu kamarnya.

Senja mengatur napasnya seraya menuruni tangga, dan sekilas melihat pemandangan di lantai bawah. Ya Tuhan... Jingga sangat tampan. Ia mengenakkan kemeja polos berwarna hitam yang lengannya di gulung hingga siku dan celana jeans berwarna senada. Rambutnya yang disisir rapih dan menggunakan pomade agar rambutnya tetap rapih dalam jangka waktu lama.

Pandangan mereka bertemu, tidak ada satupun dari mereka yang ingin mengalihkan pandangan tersebut. Di samping Jingga sudah ada Gaea dengan blous merah muda dan rok selutut berwarna hitam, tidak lupa dengan make up tipisnya.

Gaea menghentakkan kaki sembunyi-sembunyi, Gaea kesal dengan Jingga, mengapa Jingga tiada henti menatap Senja sedangkan dirinya yang jelas-jelas ada di samping Jingga. Mengapa rasanya sesakit ini?

Jingga meminta izin kepada Nata untuk mengajak Senja dan Gaea ke acaranya, dan Nata mengizinkannya dengan satu syarat, tidak boleh pulang larut malam. Jingga menyetujuinya dan langsung mengajak Gaea dan Senja ke mobilnya.

Jingga terus menatap Senja hingga ia membukakan pintu mobil penumpang belakang untuk Senja dan Gaea, sungguh membuat Gaea sebal sendiri. Namun berbeda dengan Senja yang merasa salah tingkah, tidak tau harus melakukan apa agar ketidaknyamanan dan merasa diperhatikan itu tidak terlalu mengusik benaknya.

Dan tidak bisa dipungkiri bahwa Senja sempat mencuri pandang pada Jingga. Tidak mengerti mengapa seolah memperhatikan Jingga adalah hobinya, dan memiliki Jingga adalah cita-citanya. Mungkin itu terlalu berlebihan, namun tidak bagi orang yang sedang jatuh cinta.

Apa Senja masih berhak memiliki perasaan pada Jingga? Senja pun masih menerka-nerka. Tidak tau Jingga memang hanya menganggapnya teman atau apa, yang jelas itu mulai mengganggu hati Senja.

***

Tidak di sangka oleh Senja, acara yang dimaksud Jingga adalah acara ulang tahunnya yang dirayakan di rumahnya sendiri, tepatnya di halaman belakang rumahnya yang lumayan luas. Tamu undangannya pun terdiri dari keluarga besar dan teman sekelas Jingga, dan mungkin beberapa teman orang tuanya. Di sana sudah banyak teman-teman Jingga, mulai dari Didi yang selalu sendiri, Juna dengan kekasih barunya, Karel dengan Zulfa, dan... eh? Karel dengan Zulfa? Apa dunia sudah kiamat? Satu sekolah pun sudah tau bahwa Karel dan Zulfa tidak pernah akur. Meskipun jabatan mereka sebagai ketua OSIS dan wakil ketua OSIS, tetap saja tidak ada perubahan. Dan dua teman Jingga yang tidak diketahui Senja.

Senja menemukan sosok teman-temannya di sana, Sere, Sofi dan Shania. Senja langsung menghampiri mereka. Senja tidak menyangka Sere dan Sofi akan datang juga, pasti Shania yang mengundangnya.

"Shan, coba cek atap jebol gak?" Seru Sere pada Shania.

Bodohnya, Shania dan Sofi menuruti perkataan Sere. "Bego aja, kita kan lagi outdoor. Mana ada atap?" Protes Shania pada Sere.

"Abisnya gue shock tiba-tiba ada bidadari turun dari langit." Goda Sere sambil melirik Senja.

Shania dan Sofi memandang Senja dari ujung kepala hingga kaki, mereka hanya bergeming dengan mulut terbuka.

"Apa ada yang... aneh?" Tanya Senja seraya memeriksa bajunya dan apapun yang dia pakai sekarang.

"Aneh aja, dibilang manusia tapi layaknya bidadari. Dibilang bidadari tapi gak punya sayap." Gumam Sofi.

Di lain halnya, Jingga mencoba mengumpulkan keberaniannya untuk menjalankan rencananya. Sialnya, teman-teman payahnya itu malah membuatnya semakin menciut.

"Gue bilang juga apa, mending gak usah, Ga. Gue aja yang langsung taaruf-in si Senja." Gumam Didi sambil memakan cupcake cokelat ditangannya.

Jingga menoyor kepala Didi gemas. "Bacot lu."

"Emangnya si Juna doang yang bisa gunta ganti cewek? Gue juga mau kali..." Sungut Didi hingga membuat Juna geram dan bertekad untuk menyumpal mulut sialan Didi agar tidak bicaa sembarangan lagi, masalahnya saat ini Juna sedang membawa pacar barunya.

"Kubur idup-idup aja, Ga, tuh orang. Kesel gue lama-lama punya temen kaya dia." Balas Juna.

"Itu, Ga, cewek yang mau ditikung si Didi?" Tanya Julian sambil menunjuk Senja.

"Iya... jangan naksir!" Sungut Jingga ketus dan menatap Julian dengan tajam.

"Pantes aja langsung lupa sama si Jane. Jane mah lewat daaah..." Celetuk Fero yang sedang merangkul Didi dan membuat Didi risih.

Karel yang sibuk berargumen dengan Zulfa malah membuat Jingga semakin pusing, teman macam apa mereka ini?

Jingga memijat pelipisnya dan lebih memilih menjauh dari teman-temannya saat ini, ingin meminta pendapat mereka saja malah membuat Jingga pusing sendiri.

Jingga melihat sekitar, mencari-cari dimana keberadaan Senja saat ini. Ah, apa karena gadis itu terlalu mungil ia jadi tidak kelihatan? Senja tidak ada.

"Ayo, Ga. Acaranya mau di mulai, tamu undangan sudah kumpul semua." Tegur Tania pada Jingga membuat Jingga menyadari harus membuka acaranya itu. Jingga mengikuti kemana Tania menariknya.

Ah seperti anak berusia 5 tahun saja, meniup lilin di kue ulang tahun berukuran besar. Kalau Mamanya tidak memaksa, Jingga tidak akan mau merayakan ulang tahunnya seperti ini. Tania memulai acara ini dengan pembukaan dan doa, sedangkan Jingga hanya mengikuti saja. Jingga bisa melihat teman-temannya di antara tamu-tamu undangan yang berkumpul, ada Didi yang sedang menyemangati Jingga lewat bahasa isyarat, Karel yang bersikap seperti orang sedang demo turunkan harga minyak namun tidak bersuara, hanya mengangkat tangannya yang di kepal, Juna dan Julian yang sedang memamerkan kemesraannya dengan pacarbarunya, dan Fero yang sedang tersenyum pada Shania. Di sinilah Jingga, berdiri di atas mini stage ditemani Mama, Papa dan Shania. Jingga hanya menghela napas pasrah.

Jingga menangkap sosok Senja yang berdiri di samping Jane dan kedua temannya. Entah bagaimana daya tarik Jingga pada Senja lebih besar dari rasa gugupnya saat ini dan membuat keberanian Jingga muncul seketika.

"Kamu ingin menyampaikan sesuatu?" Tanya Tania pada Jingga. Jingga merebut microphone tersebut dari Tania dan tersenyum penuh arti.

Jingga mencoba menutupi kegugupannya dan mengatur napasnya. "Sebelumnya, Gaga ucapin makasih banyak buat yang udah dateng. Dan makasih buat Mama yang udah kerja keras buat acara ini. Gaga sayang Mama." Jingga mengecup singkat pipi Tania dengan manis. Seolah Tania terharu dengan kelakuan anak sulungnya itu, kadang menyebalkan, kadang menghibur, kadang terlihat seperti anak kecil yang selalu ingin tidur dipangkuannya, kadang terlihat sangat dewasa, siapapun Jingga, Dia bisa membuat orang-orang disekitarnya bahagia meski dengan perlakuan sederhana. Tania buru-buru menghapus air matanya yang sudah jatuh, tidak di sangka Jingga sudah berusia 17 tahun, rasanya seperti baru membuatnya kemarin malam hehe.

"Dan Gaga mau ngomong sesuatu, untuk wanita spesial setelah Mama, Shani dan kedua Omah cantik Gaga." Semuanya berseru dan bersiul. "Senja, iya kamu... saya nggak mau banyak basa-basi lagi, takut kamu keburu ditaaruf-in Didi." Jeda Jingga yang menyempatkan untuk tertawa bersama dengan tamu-tamu undangan.

"Senja, jadi pacar saya sekali lagi, mau?" Ucap Jingga dengan penuh keberanian.

Masalahnya yang menyaksikan bukan hanya teman-temannya, namun ada keluarganya juga, ada kedua Opah dan Omah, ah jika menyebutkan satu-satu membuat nyali Jingga ciut kembali.

Sedangkan wanita yang dituju hanya bergeming sambil menahan malu akibat pandangan-pandangan orang disekitarnya. Astaga, jika tidak unik seperti ini bukan Jingga namanya. Senja tidak dapat menjawab ya ataupun tidak, karena suaranya pasti tidak terdengar akibat suara gaduh yang diciptakan teman-teman Jingga. Di satu sisi, Senja masih memikirkan bagaimana kakaknya nanti jika Senja menerima Jingga, namun di sisi lain Senja juga ingin bahagia, Senja ingin memiliki Jingga walau tidak selamanya.

Tiba-tiba saja seseorang menarik tangan Senja dan membawanya mendekat pada Jingga. Tidak Senja sangka ternyata yang membawanya adalah gadis yang di cafe bersama Jingga itu. Memikirkannya malah membuat Senja semakin bingung.

"Sebelum jawab, sebaiknya dipertimbangkan terlebih dahulu. Mengulangi suatu hubungan bertujuan untuk memperbaiki, bukan merusaknya lagi." Bisik gadis itu pada Senja, lalu tersenyum ramah. Artinya gadis itu mengetahui hubungan Senja dan Jingga sebelumnya.

"Senja, saya nggak maksa kamu buat terima saya. Tapi saya butuh alasan jika kamu menolak saya."

Senja menutup matanya dan siap menanggung resiko keputusannya.

Senja membuka matanya dan menatap Jingga. "Aku... nggak bisa." Jawabnya mantap membuat semua orang membisu. Tidak ada riuh penonton yang menyaksikan atau siulan-siulan jahil.

Jingga menjatuhkan microphone tersebut dari genggamannya dan menghampiri Senja yang berdiri dibawah mini stage. "Beritahu saya alasannya." Kekecewaan di mata Jingga terlihat membara, bagaimana bisa Senja menolaknya begitu saja?

"Aku... a...aku nggak bisa kasih alasannya." Bantah Senja dengan suara gemetar. "Karena aku nggak bisa nolak."

A-a-apa?

Jingga tidak salah dengar, 'kan?

Perlahan sudut bibir Jingga terangkat dan langsung memeluk Senja dengan erat, berharap tidak ada siapapun yang dapat memisahkan mereka kecuali Tuhan. Semoga saja. Riuh tepuk tangan yang mewarnai malam bahagia ini membuat semua tenggelam akan adegan romantis yang baru saja mereka saksikan langsung.

"Terimakasih, Senja. Ini adalah kado terindah yang pernah saya dapatkan." Bisik Jingga pada Senja dalam pelukannya itu. Senja hanya peninju kecil punggung Jingga sambil terkekeh pelan, membayangkan ekspresi terkejut Jingga atas jawabannya.

"Indah sih indah, tapi aku malu..."

"Biar mereka menjadi saksi, jadi jika salah satu dari mereka ada yang melihat saya berpaling, maka semua orang yang ada disini akan membenci saya dan menganggap saya pengumbar kata-kata manis."

Andai saja ini kisah dongeng negeri impian, ini pasti akhir yang bahagia. Namun jika kau tau, cinta sejati tidak akan pernah berakhir.

. . . . .

Aku ingin bahagia, bukan hanya mereka. Aku sudah terluka sebelumnya, dan aku tidak akan melakukan kebodohan yang sama.

- Senja.R

***

INGATLAH BAHWA INI BUKAN ENDING. JENG JENG...

Ya, absolutely ini bukan ending, gais. Hehe.

Jadi, yang masih penasaran sama Senja dan Jingga, bersabarlah. Karena kesibukanku bukan kyk dulu yang cuma sekolah dan belajar. Aku tersentuh juga sebenernya masih ada yang bilang kangen sama Jingga. Itu adalah menagih dengan cara unik menurutku sendiri dan tidak terkesan memerintah. Aku suka hehe.

Untuk komentar yang paling menarik, akan ku dedikasikan part selanjutnya~

Xoxo❤

Continue Reading

You'll Also Like

388 48 1
Judul sebelumnya: 07 / 09 Ketika seorang mantan napi tak sengaja bertemu dengan gadis SMA yang memiliki strict parents. Yang dimana, hidup si gadis p...
54.6K 3.3K 41
SUDAH TERBIT, PEMESANAN BISA HUBUNGI PENULIS/PENERBIT DULU DAN PART AKHIR SUDAH DI UNPUBLISH "Ini bukan tentang proses terjadinya hujan atau tentang...
80.8K 4.5K 31
Selamat membaca cerita FRIENDZONE= Raidel Anselma dan Maisy Nesvira Cerita ini adalah cerita pertama aku semoga kalian suka ya! Raidel Anselma atau b...
5.5K 331 7
Aku memang berbeda, tidak seperti kebanyakan orang pada umumnya. Tubuhku memang jauh dari kata sempurna, tidak seperti kebanyak orang pada umumnya. A...