Marriage With(out) Love

By thisissecretauthor

1.3M 37.9K 1.7K

Penting: Ada 18++ di beberapa part ya! "Menikah dengannya adalah sebuah malapetaka bagiku. Hal ini sama sekal... More

Author
Rasya Azzahra
Raditya Argadhika
Part 1-Wedding Party
Part 2-Bercerai?
Part 3-Malam Pertama
Part 4-Pagi Pertama
Part 5-Rival
Part 6-Dinner
Part 7-He touch me!
Part 8-Risa
Part 9-Heartbreak
Part 10-Cry and Hug
Part 11-Terimakasih Asma!
Part 12-Finally, First Kiss!
Part 13-Thankyou, Sick!
Part 14-Kecelakaan
Part 15-Is that Love?
Part 17-Surprise yang Gagal
Part 18-Forgive You
Part 19-Gombalan, Surprise, dan Kamu yang Seindah Jogja
Part 20-Fight
Part 21-Kabar Bahagia
Part 22-Bulan Pertama
Part 23-Radit's Birthday Party!
Part 24-LDR
Part 25-Berubah
Bab 26 - Sebuah Rahasia

Part 16-Malam Pertama yang Tertunda

86K 1.5K 56
By thisissecretauthor


PENTING: Pada bagian akhir terdapat adegan berbahaya untuk yang berusia kurang dari 18 tahun ya! Skip aja deh pokoknya:p #maksabgt

Rasya's POV

"Yaampun Mama bersyukur banget kalian mau pake honeymoon segala," ujar Mama ketika aku dan Radit mengatakan hendak pergi minggu depan.

"Bukan honeymoon Ma, cuma jalan-jalan aja kok," bantah Radit.

Saat ini kami sedang duduk di meja makan, beberapa jam yang lalu aku dan Radit tiba di rumah Mama dan Papa.

"Whatever you call it Dit, Mama tetep seneng. Mama bisa dong minta cucu?" tanya Mama yang membuatku tersedak, aku sedang meneguk teh saat ini.

Kuusap mulutku dengan cepat sambil mengelus dada pelan. Sebenarnya tak semengagetkan itu sih, hanya saja, aku terlalu takut melihat tatapan Mama penuh selidik.

Radit menoleh ke arahku kemudian mengusap punggungku pelan. Dia menatapku seolah-olah bertanya "are you okay?", aku membalasnya dengan mengangguk pelan. Aku tak tahu mengapa bisa bercakap dengan Radit tanpa suara begini.

"Mama berharap tersedak artinya setuju ya Sya. Kalian harus tingkatin usaha dong supaya cepet kasih Mama cucu!" kata Mama membuat aku ingin berteriak keras.

Sekalipun aku bahkan belum pernah melakukannya, Ya Tuhan!

Radit yang kuharapkan segera mengatakan sesuatu malah diam di tempatnya, dia nampak bingung harus menjawab apa. Kalimat Mama bagaikan sebuah harapan besar, akan menyakitkan bukan jika beliau mengetahui yang sebenarnya?

"Kok diem? Jangan bilang kalian belum pernah melakukannya ya!" kata Mama terdengar seperti sebuah bentakan.

Aku menggigit bibirku, mungkin diam adalah sikap yang tepat. Diam dan tenanglah Sya!

Duh Radit, mana jawabanmu? Kenapa dia malah ikut diam? Biasanya dia mampu menjawab semua pertanyaan Mama dengan mudah dan cerdas. Keheningan memenuhi ruang makan yang cukup besar ini untuk beberapa saat.

"Sekarang Mama tanya sama kamu Sya, dari akad sampai saat ini, kalian sudah pernahkan? Sekali aja Mama pengen denger," tanya Mama sambil memandangku tepat di mata.

Oh matilah aku, harus seperti apa kubalas pertanyaan Mama?

Berfikir Sya, berfikir! Sedetik, dua detik. Ah sayang, otakku rasanya sedang malas bekerja.

Akhirnya, aku menggeleng pelan. Radit malah tertawa di sampingku. Bagaimana bisa dia malah tertawa saat situasi kami sedang sulit? Huh.

"Yaampun Ma, Mama mau berapa cucu sih? Tiga? Empat? Lima?" tanya Radit di tengah tawanya sambil menatap Mama.

"Mama sabar sedikit dong, nanti kami kasih yang banyak," tambahnya membuat deru nafasku makin tak karuan.

Hah? Tiga? Empat? Ingin aku menyumpahi Radit dalam hati. Aku masih terkejut mendengar jawabannya, namun akhirnya ikut tertawa saat Mama memukul kepala Radit pelan.

"Nggak usah mikir jauh-jauh deh Dit, lakuin dulu yang bener. Sekali aja belum pernah, gimana mau punya tiga, empat, apalagi lima. Ngayal aja deh kamu," kata Mama sambil menggeleng-geleng pelan.

Aku tak kuat menahan tawaku sejak tadi. Mulutku ini memang terkadang sulit kukendalikan sendiri. Jadilah aku tertawa terbahak sesudah itu.

"Kok malah ketawa sih? Awas ya nanti malem saya bom kamu Sya!" kata Radit sepelan mungkin ke arahku. Dia nyaris seperti berbisik.

"Ya habis kamu ada-ada aja sih Dit, jawabannya yang bagusan dikit kenapa sih," balasku sambil berusaha mengendalikan tawaku. "Dan lagi, nggak usah pake ngancem gitu," tambahku sambil mengerucutkan bibir.

Beberapa jam kemudian aku dan Radit memutuskan untuk pulang. Dan here we go! Kita terjebak kemacetan parah kota Jakarta. Maklumlah, malam ini adalah malam minggu, rasanya wajar saja bila jalanan Jakarta menjadi separah ini.

Radit menggerutu sebal sambil menyumpahi jalanan dan mobil yang ada di depannya. Otot wajahnya bahkan sampai terlihat dengan jelas. Dasar Radit, dia mudah sekali marah pada hal-hal kecil.

"Sabar dong Dit. Mobilnya kamu marahin juga nggak bakal jalan cepet," kataku akhirnya karena tak tahan oleh gerutuan Radit.

"Harusnya nggak lewat sini, mana puter balik udah nggak bisa. Bisa sampe pagi nih kalau gini terus," balas Radit tanpa menoleh ke arahku.

Rambutnya sudah mencuat ke mana-mana. Mungkin dia lelah.

"Sini saya gantiin nyupir, kamu tidur aja sana di belakang. Kantung matamu udah besar gitu Dit," kataku sambil melipat tangan.

"Hmmm, enggak ah, saya takut kalau saya nggak selamat sampai rumah," kata Radit sambil mengulum senyum menghinaku.

Aku melotot ke arah Radit, kemudian memukul lengannya pelan. Radit dan aku tertawa setelah itu.

***

"Kamu pengennya kita pergi ke mana aja Sya?" tanya Radit membuat lamunanku memandangi mobil-mobil di depan harus terhenti. Dia pasti menanyakan rencana honeymoon kami. Hahaha.

"Hmmm mana ya. Mana aja Dit, asalkan ada kamu. Di rumahpun juga nikmat, pokoknya yang penting ada kamu," jawabku sambil tertawa.

Apa aku baru saja terlihat memalukan? Ah tak apa, toh memang itu yang kurasakan.

"Udah kayak cewek ftv ya kamu sekarang," ujar Radit sambil ikut tertawa.

Menit sesudah itu kami larut lagi dalam keheningan.

"Mmm, Sya?" Radit menggumam pelan memanggilku. Aku menoleh ke arahnya.

"Apa?" balasku pelan.

"Malam ini, boleh nggak saya miliki kamu seutuhnya?" tanya Radit sambil menyunggingkan senyum menggodanya.

Apalagi ini? Jantungku berdegup tak karuan. Oh tolong aku sekarang!

"Hah? Kamu tuh ya Dit, kayak gitu pake ditanya segala lagi," balasku tak mampu menahan rasa malu. Wajahku memanas seketika.

"I know kamu pasti bakal bilang boleh. Iyakan Sya? Manfaatnya banyak banget kan ? Udah bikin jantung lebih sehat, menjaga tekanan darah tetep normal, meredakan stres, meningkatkan imun, juga ningkatin kualitas tidur lagi. What a beautiful!" kata Radit dengan ekspresi dibuat-buat.

Dia mungkin sedang berusaha membuat percakapan aneh ini mencair dan berubah dengan tawa kami seperti biasa.

"Iya iya, super duper bener! Kenapa nggak jadi dokter aja dulu? Cocok deh kayaknya," balasku sambil tertawa juga.

"Soalnya sejak dulu saya tahu akan punya jodoh dokter, buat apa jadi dokter?" Radit menjulurkan lidahnya ketika mengakhiri kalimatnya.

Aku tak tahu apa maksudnya, dan aku tak mau tahu. Sekarang, aku sedang sibuk mengendalikan jantungku yang jadi tak karuan begini. Buru-buru aku mengendalikannya.

"Kok sama Dit? Dulu saya juga tahunya akan punya jodoh dokter, eh tapi ternyata kok bukan ya," kataku sambil menatap Radit.

"Kamu selalu bikin fail tahu nggak sih Sya," balas Radit membuatku tertawa terbahak-bahak.

Satu setengah jam kemudian kami sudah sampai di rumah. Huah! Badanku rasanya sangat pegal, kuputuskan untuk segera masuk kamar dan mandi. Oh ya, malam ini terasa sepi, hanya ada Pak Maman saja. Bi Inah dan Pak Budi sedang pulang ke kampung halaman karena ada acara keluarga di sana.

Aku sudah selesai mandi dan sedang menyandarkan tubuhku pada kepala tempat tidur. Radit keluar dari kamar mandi, lagi-lagi, dia bertelanjang dada. Huh, aku sebal karena aku merasa senang melihatnya!

Aku sibuk membuka ponselku dan mengecek beberapa pesan, begitu juga dengan Radit. Kami berdua larut dalam ponsel masing-masing.

Beberapa saat kemudian Radit berjalan ke arahku.

"Sya, ini siapa?" tanya Radit tiba-tiba sambil menyodorkan ponselnya ke arahku.

Mataku membulat. Radit sedang membuka instagram dan menampilkan fotoku berdua dengan Rival. Oh tidak! Foto itu sudah lama sekali diambil, seingatku, ketika itu hari ulangtahun Rival dan aku memberinya kejutan ketika kami sedang jaga malam di rumah sakit.

Uh, kenapa juga aku masih mengingatnya? Tapi kuakui, kenangan indah memang akan terasa sulit dilupakan.

"Kamu scrollnya jauh banget sih Dit, udah lama itu fotonya," jawabku sambil kembali sibuk membuka ponselku.

Radit memutuskan duduk tepat di depanku. Dia menatapku penuh selidik.

"Saya nggak tanya waktunya, saya tanya ini siapa?" Radit menatapku serius.

Oh matilah aku! Oke, aku harus mengakuinya sekarang.

"Dia Rival namanya Dit, pacar saya dulu waktu SMA sampai kuliah. Foto itu waktu saya kasih dia kejutan ulangtahun, udah lama banget beneran deh," jawabku akhirnya sambil menghela nafas.

"Oh, jadi ini dokter yang kamu kira jodohmu?" tanya Radit menatap tajam tepat di mataku.

Aduh, aku bisa apalagi selain membalas tatapannya? Jika aku menunduk, sudah pasti itu lebih berbahaya.

"Hmmm, iya. Maaf, di mobil tadi saya niatnya bercanda kok," jawabku lesu, aku menundukkan kepalaku.

"Gantengan mana sama saya Sya?" tanya Radit sambil mengulum senyum, aku mendongak menatapnya, lalu ikut tersenyum.

"Kamu," jawabku sangat pelan bahkan nyaris berbisik.

Mukaku terasa panas, ditambah Radit yang tertawa di depanku, membuat perasaanku tak dapat kukendalikan!

"Akhirnya kamu bilang saya ganteng setelah sekian lama," bisik Radit sambil mencondongkan kepalanya tepat di telingaku.

Aku dan dia tak lagi berjarak, dada bidang Radit memenuhi pandanganku. Ingin sekali aku menyentuhnya.

"I really want you Sya," bisiknya lagi membuatku tak kuasa untuk menyentuh dada bidangnya, aku mengelusnya pelan sambil menatap mata Radit.

Aku menggangguk, "Saya juga Dit," jawabku sambil melingkarkan lengan pada leher Radit. Tubuh sixpack Radit, bahu yang indah, serta tangannya yang begitu kokoh sungguh terasa nikmat bagiku.

Radit's POV

"I really want you Sya," bisikku tepat di telinga Rasya. Dia membalasnya dengan menyentuh dadaku dan mengelusnya. Oh shit! Mengapa badanku terasa menegang hanya dengan sentuhan semacam ini saja?

Rasya mengangguk pelan. "Saya juga Dit," jawabnya sambil membuat tangannya melingkar di leherku. Dia sibuk memandangi tubuhku sejak tadi, apa dia suka aku yang bertelanjang dada begini?

Aku mengatupkan tanganku pada kedua pipi Rasya lalu memajukan kepalaku, kali ini Rasya tak terkejut, dia menurunkan tangannya menuju dadaku.

Kulumat bibir Rasya yang tak berjarak lagi dariku, Rasya membalasnya dengan sangat nikmat. Aku bersyukur karena dia begitu pandai membuatku merasa senang.

"Kamu nggak capek emangnya Dit?" bisik Rasya pelan ketika dia selesai membalas ciuman panas ini.

"No. Kamu capek enggak?" aku balas bertanya.

Rasya menggeleng sambil tersenyum. Aku kembali mencium dan melumat bibirnya dengan rakus. Bibir Rasya selalu terasa nikmat bagiku, bahkan membuatku selalu saja merasa ketagihan.

"Lets do it Dit," kata Rasya pelan di sela ciuman panasku dengan dia. Oh bagus! Rasya memintaku melakukannya, hal luarbiasa bukan?

Dari bibirnya yang manis, aku beralih menuju leher jenjang Rasya. Kucium dan kugigit lehernya hingga meninggalkan kissmark di sana. Rasya mengerucutkan bibir sambil mengusap lehernya. Ah, dia selalu menggemaskan jika sedang memainkan bibirnya begitu!

Rasya menarik rambutku pelan ketika aku mengulangi hal serupa di lehernya.

"Jangan keras-keras, Ganteng!" katanya sambil tertawa. Aku ikut tertawa melihat dia, namun rasanya aku tak kuat lagi menahan sesuatu yang menegang di bawah sana. Lelaki mana yang mampu menahannya? Apalagi pembukaan ini cukup membuat hasratku menggebu.

Ditambah, aku telah menahannya selama beberapa hari belakangan ini.

Aku memajukan badanku dan mendorong badan Rasya dengan sentakan, hingga membuat dia berbaring sambil terkejut. Kulumat bibirnya dengan rakus, dan lagi-lagi, nikmat sekali rasanya.

"I'm sorry, kamu membuatku tak tahan lagi," bisikku pelan. Rasya membalas dengan tersenyum lalu menggeleng.

"Jangan bilang sori," katanya pelan sambil menarik leherku. "What are you waiting for?" bisik Rasya pelan sambil tersenyum menggoda. Oh matilah aku! Pertahananku sudah kocar kacir sejak tadi, ditambah senyuman Rasya yang menggoda, aku tak lagi bisa bertahan.

Kurobek dress Rasya dengan kasar, kuharap itu bukan baju favoritnya. Sesuatu di bawah sana sudah kurasakan menegang sejak tadi. Kuremas payudara Rasya yang masih tertutup bra berwarna putih. Aku merasakan tubuh Rasya menegang, apa yang dia rasakan?

"Ah...Radit..." eluhnya pelan saat aku kembali meremas payudaranya. Dia mengeluh sambil tertawa kecil, apa senikmat itu rasanya hah? Aku ikut tertawa melihatnya.

Aku mencari kaitan bra Rasya pada bagian belakang dan segera melepaskannya dengan paksa. Kuremas sekali lagi payudaranya, kemudian kugigit dengan lembut. Setelah itu kupelintir putingnya, membuat Rasya tak mampu menahan tawanya di sana. Payudara Rasya terasa kenyal dan padat, ah nikmatnya!

Aku mengusap pelan payudara Rasya dan melihat beberapa bekas gigitanku di sana, kemudian tersenyum puas melihatnya. Hahaha!

"More, please Dit," kata Rasya pelan sambil mengatur nafasnya yang sudah memburu. Kugigit kembali payudara Rasya, membuat gadis itu terlihat merasakan kenikmatan luarbiasa.

Aku beranjak turun dan mulai menciumi daerah vital Rasya, hingga akhirnya celana yang dikenakan Rasya basah oleh cairannya dan salivaku.

"Kamu cepet banget sih Sayang," bisikku pada Rasya. Rasya tersenyum lalu mengusap bagian vitalku yang sudah menegang di bawah sana. Dia kemudian menggigit putingku dengan ganasnya. Oh, rupanya Rasya juga bisa semenyeramkan ini, aku tertawa dalam hati.

Detik sesudah itu, kutarik celana dalam Rasya. Kuusap bibir vaginanya dan kumasukkan jariku ke dalam sana.

"Ah Radit...lebih keras lagi," katanya dengan suara serak membuatku semakin bergairah. Aku melepaskan celana yang kugunakan dan melemparkannya ke lantai. Rasya menatap kejantananku yang sudah sempurna berdiri kemudian menelan ludah.

"Aku pelan-pelan kok Sya. Don't worry," kataku pelan sambil menatap Rasya. Dia balas mengangguk dengan pelan. Kulihat peluh sudah memenuhi dahinya.

Perlahan, aku memasukkan kejantananku ke dalam Rasya, dia kemudian memekik pelan.

"Argh!" pekik Rasya membuatku mendongak menatapnya. Aku melihat dia meringis di sana, kenapa hasratku jadi menguap? Aku sungguh khawatir melihat Rasya.

"Sya, I'm sorry, sepertinya aku harus stop ya?" tanyaku pelan. Rasya menggeleng pelan lalu tersenyum. Aku tertawa melihat wajah menggodanya.

Aku memasukkan kejantananku sekali lagi, berusaha menembus keperawanan Rasya. Perempuan di depanku sibuk mencengkram tangannya pada bahuku. Aku tahu dia kesakitan, tapi untuk menghentikan semuanya sekarang ini, akan terasa lebih menyakitkan bukan?

"Ah Radit, faster please. Aaah..." katanya sambil mencengkram bahuku dengan lebih keras. Kulihat Rasya menahan sakit yang amat sangat di sana. Kuku jari Rasya mencengkram bahuku tak karuan.

"Kamu terlalu sempit, Sayang," bisikku pelan. Detik setelah itu aku berhasil menembus keperawanan Rasya. Aku mendesah nikmat, sedangkan Rasya tersenyum menahan sakit yang dia rasakan. Tapi kulihat dia juga menikmati pergulatan hebat kami ini.

Kuremas payudara Rasya, dia membalasnya dengan menciumi leherku dengan lembut. Malam ini terasa sungguh nikmat dan sangat membahagiakan!

"Aaah Radit, aku mau keluar!" teriak Rasya menatapku. Dia mengerjap beberapa kali.

"Me too..." balasku sambil merasakan nikmatnya sensasi seperti ini. Cairanku memasuki tubuh Rasya dengan sempurna.

Kudekatkan kepalaku pada Rasya, kulumat bibirnya dengan lembut. Rasya membalasnya dengan penuh kenikmatan.

"I love you Rasya," bisikku pelan kemudian melingkarkan lenganku pada pinggang Rasya. Tubuhnya yang indah membuatku sungguh menikmati setiap jengkal yang kami lakukan tadi.

"Love you too Radit," balas Rasya pelan kemudian mengubah posisinya membelakangiku. Kucium lehernya sambil menggigitnya beberapa kali, sehingga membuat banyak sekali bekas merah di sana.

"Kamu nikmat banget tahu nggak," kataku pelan sambil mengusap payudara Rasya dari belakang. Nafasku masih saja memburu padahal permainan ini sudah selesai.

"You did it very well Dit. Nikmat mana yang bisa kudustakan," balas Rasya sambil tertawa. Mataku terasa berat setelah itu, tanganku masih melingkar pada pinggang Rasya dan sesekali mengusap payudaranya, serta meremasnya pelan.

"Good night," bisik Rasya setelah itu, tapi aku tak mampu lagi membalasnya, mataku sudah sempurna terpejam walaupun aku masih bisa mendengarnya. Aku terlelap dengan begitu cepat.

Energiku rasanya tersedot habis dan tertidur sambil memeluk Rasya adalah kenikmatan lain yang menyenangkan.

Kurasakan tubuh Rasya berbalik, dia kemudian mengecup bibir dan dahiku, lalu mengusapnya dengan lembut. Aku dapat merasakan sentuhannya, namun mataku terlalu berat untuk dibuka. Malam itu adalah malam ternikmat yang pernah kurasakan sepanjang hidup, jika ditanya apakah aku ingin merasakannya lagi, sudah pasti jawabannya aku sungguh ingin!

Rasya terlampaui nikmat bagiku, saat ini, dia adalah milikku seutuhnya.

Selesai juga Part 16 nyaa yihaay! Ada adegan begituannya sampe bingung gimana gitu deh

Ini kuselesein dalam waktu dua hari ajaa hehe

Mumpung lagi mood, jadi cepet-cepet deh nyeleseinnya. Soalnya, kalau udah kehilangan mood, bisa jadi males bgt

Terimakasih yang sudah mau baca dan comment, apalagi mau vote! Super duper thankyou!

Giman part ini? Ada kritik dan saran? Please butuh banget nih

Votement votement yaa jangan lupa. Mwah

Salam Sayang 

-Author

Continue Reading

You'll Also Like

114K 12.9K 38
kisah karangan yang bercerita tentang anggota mafia bak keluarga cemara, dipimpin oleh ketuanya yang biasa disebut dengan sebutan papi dan wakil yang...
3.9M 30K 29
REYNA LARASATI adalah seorang gadis yang memiliki kecantikan yang di idamkan oleh banyak pria ,, dia sangat santun , baik dan juga ramah kepada siap...
213K 8.6K 36
⚠️ WARNING!!! : YOUNGADULT, 18+ ‼️ hars word, smut . Tak ingin terlihat gamon setelah mantan kekasihnya berselingkuh hingga akhirnya berpacaran denga...
926K 56.1K 44
Kalluna Ciara Hermawan memutuskan untuk pulang ke kampung Ibu nya dan meninggalkan hiruk pikuk gemerlap kota metropolitan yang sudah berteman dengan...