Pencuri Hati

Bởi PipiMochi

410K 21.2K 2.8K

Selamat Menikmati Fanfiction Pertama Saya Publish SEP'15 Xem Thêm

Pencuri Hati 1
Pencuri Hati 2
Pencuri Hati 3
Pencuri Hati 4
Pencuri Hati 5
Pencuri Hati 6
Pencuri Hati 7
Pencuri Hati 8
Pencuri Hati 9
Pencuri Hati 10
Pencuri Hati 11
Pencuri Hati 12
Pencuri Hati 13
Pencuri Hati 14
Pencuri Hati 15
Pencuri Hati 16
Pencuri Hati 17
Pencuri Hati 18
Pencuri Hati 19
Pencuri Hati 20
Pencuri Hati
Pencuri Hati 21
Pencuri Hati 22
Pencuri Hati 23
Pencuri Hati 24
Pencuri Hati 25
Pencuri Hati 26
Pencuri Hati 27
Pencuri Hati 28
Pencuri Hati 29
Pencuri Hati 30
Pencuri Hati 31
Pencuri Hati 32
Pencuri Hati 33
Pencuri Hati 34
Pencuri Hati 35
Pencuri Hati 36
Pencuri Hati 37
Pencuri Hati 38
Pencuri Hati 39
Pencuri Hati 40
Pencuri Hati 41
Pencuri Hati 42
Pencuri Hati 43
Pencuri Hati 44
Pencuri Hati 45
Pencuri Hati 46
Pencuri Hati 47
Pencuri Hati 48
Pencuri Hati 49
Pencuri Hati 50
Cuap Cuap PipiMochi
Pencuri Hati 52
Epilog

Pencuri Hati 51

4.9K 369 62
Bởi PipiMochi

   Sandiago dan Shania serta satu anak buah Sandiago yang bernama Togar sudah sampai di hotel permata tepat pukul 6.30 sore. Shania sudah di make over secantik mungkin untuk menemui tamu Sandiago yang berani membayar keperawanan Shania dengan harga selangit. Itu sudah pasti membuat Sandiago senang, karena dia tak sia-sia menculik Shania untuk dijadikan salah satu pekerja seks bertarif tinggi.

   Shania memiliki tubuh ideal di usianya yang beranjak 18 tahun. Ditunjang dengan paras cantik serta tubuh tinggi semampai untuk ukuran wanita asia. Makanya Sandiago melelang Shania seperti melelang barang dagangan ke para tamu dan pelanggannya.

   "Ayo turun," Sandiago memaksa Shania turun dari mobil. Karena Shania sangat ketakutan, dia terus menangis tak henti-henti sejak Sandiago dan Togar membawanya ke salon untuk di make over, serta dipakaikan pakaian yang sangat seksi, itu membuat Shania tidak nyaman sama sekali.

   "Ayo turun, cepat!" tarik Togar pada Shania. Togar menarik tangan kanan Shania sedikit kencang, dan itu mengakibatkan Shania hampir jatuh.

   arrgghh... Decak Shania kesal.

   "Togar, jangan terlalu kasar dengannya! Saya gak mau dia lecet sebelum melayani tamunya malam ini," Sandiago ngomel atas sikap kasar Togar pada Shania.

   "Maaf boss," balas Togar.

   Setelah Shania turun, Togar berjalan ke arah belakang mobil untuk mengambil kursi roda. Menurunkan kursi roda dari mobil lalu menyetelnya, setelah itu mendorong kursi roda tersebut ke depan Shania.

   "Duduklah!" perintah Togar untuk Shania.

   Shania hanya diam sambil menangis. Dia tak mau duduk di kursi roda tersebut. Akhirnya Togar lagi-lagi menggunakan cara kasar ke Shania, ia memaksanya duduk di kursi roda dengan tarikan kecil pada bahu Shania. Karena posisi Togar ada dibelakang Shania.

   Begitu kagetnya Shania ketika dia dipaksa duduk, dan ia sempat meringis kesakitan karena kaki kananya terbentur besi kursi roda.

   aauwww... Rintih Shania.

   "Togar! Sudah saya katakan, jangan bersikap kasar padanya!" bentak Sandiago.

   "Maaf boss. Dia batu, disuruh duduk gak mau," ujar Togar ketakutan.

   Ketiganya masuk ke dalam hotel permata setelah itu. Dimana Shania duduk di kursi roda dan didorong oleh Togar. Dalam hati Shania terus berdoa, memohon pada Tuhan untuk menolongnya dari orang macam Sandiago, sedangkan air mata Shania terus mengalir dan jatuh ke pipi.

   Sampai di lobby hotel, Sandiago menelepon orang yang akan dia temui. Setelah menelepon orang tersebut, Sandiago serta Shania dan Togar menuju lift. Sandiago memencet angka delapan, mungkin pelanggannya itu sudah memesan kamar di lantai delapan.

   Pintu lift terbuka ketika mereka bertiga sudah sampai di lantai delapan. Dan didepan lift lantai delapan ada seorang laki-laki muda berparas tampan, serta kulitnya putih ingin masuk ke dalam lift tersebut.

   Saat Sandiago dan Togar mendorong kursi roda Shania keluar lift, tangan Shania memegang tangan laki-laki muda tersebut sambil berkata...

   "Tolong aku! Mereka berdua orang jahat."

   Togar sempat terkejut ketika Shania meminta bantuan pada tamu hotel yang hendak masuk ke dalam lift. Laki-laki itu pun langsung melihat ke arah Shania, setelah itu menatap Togar dengan matanya yang bulat.

   "Maafkan anak saya. Dia stress, karena dia trauma akan sesuatu. Jadi jangan kamu tanggapi perkataannya," Sandiago berdalih pada laki-laki itu dengan mengatakan kalau Shania stress, karena ini diluar dugaan Sandiago, jadi dia asal bicara saja.

   Kemudian Sandiago memerintahkan Togar untuk mendorong kursi roda Shania segera pergi dari laki-laki tersebut. Shania sempat tak mau melepas tangan laki-laki itu, sampai Togar kesal dan mendorongnya lebih kuat lagi, alhasil tangan Shania terlepas darinya.

   Laki-laki itu memandang kepergian Sandiago, Togar dan Shania terus yang perlahan hilang karena mereka bertiga belok ke arah kanan.

   Ketika Sandiago Togar dan Shania sudah tidak terlihat oleh mata laki-laki didepan lift tadi, Sandiago menghentikan langkahnya, otomatis Togar pun juga berhenti mendorong kursi roda Shania. Sandiago berlutut disamping Shania, lalu dia memandang Shania dengan senyum yang sulit diartikan.

   "Jangan sekali-kali melakukan hal seperti tadi! Jika terulang, saya tidak akan segan-segan menjualmu kebeberapa laki-laki tiap malamnya," ancam Sandiago.

   Setelah itu Sandiago berdiri kembali, dan merapihkan jas warna hitam yang ia kenakan.

   Sandiago melangkahkan kakinya lagi, diikuti Togar yang mendorong kursi roda Shania.

   Sampai di room 848 ketiganya berhenti, lalu menekan tombol bel dua kali. Tidak lama kemudian pintu pun terbuka, Sandiago Togar dan Shania masuk ke dalam room 848.

   Ternyata didalam room 848 sudah ada laki-laki paruh baya yang menunggu ketiganya. Laki-laki tersebut sedang berdiri di balkon room sambil memegang minuman di tangan kanan.

   "Boss, apa kabar?" tanya Sandiago basa-basi pada laki-laki paruh baya tersebut dengan ramah.

   Laki-laki paruh baya itu membalikkan tubuhnya lalu berjalan pelan ke arah Sandiago Togar serta Shania yang duduk di kursi roda.

   "Aku muak dengan basa-basimu Sandiago," ucap laki-laki tersebut tenang.

   "Dari dulu anda gak pernah berubah, boss. Selalu membuat saya jengkel dengan perkataanmu itu. Tapi saya gak peduli seberapa jengkelnya diri ini kala anda berbuat seperti itu, yang penting urusan kita lancar. Siapa yang berani bayar mahal primadona Sandiago dengan harga tinggi. Saya pasti tunduk pada anda," ujar Sandiago menundukan kepalanya didepan laki-laki paruh baya tersebut.

   Shania terus menangis, dia menundukan kepalanya tak mau melihat laki-laki bejat yang ada didepan dia sekarang.

   Karena Shania terus menunduk, laki-laki paruh baya tersebut berlutut didepan Shania, tapi sebelumnya ia memberikan gelas yang berisi minuman pada Sandiago untuk dia pegang.

   Tangan laki-laki itu bergerak pelan, memegang dagu Shania, kemudian mengangkatnya. Saat laki-laki itu melihat paras cantik nan lembut Shania, ia tersenyum. Menatap Shania seakan-akan ingin menelanjanginya.

   "Berapa umurmu?" tanya laki-laki itu.

   Shania hanya diam dan tidak menjawab.

   Melihat Shania menangis, laki-laki itu mengambil sapu tangan dari dalam saku celana, lalu dengan sapu tangan tersebut dia menghapus air mata Shania perlahan.

   "Jangan nangis. Aku gak suka melihat wanita menangis," ucapnya lembut.

   "Lepaskan aku, om. Kumohon!" kata Shania lirih.

   Laki-laki itu tersenyum kecil kala Shania memohon padanya.

   Sandiago dan Togar tanpa diperintah oleh laki-laki paruh baya itu kemudian keluar dari room 848. Setelah kepergian Sandiago dan Togar, laki-laki tersebut masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Shania sendiri duduk di kursi roda.

   Shania tak menyia-nyiakan hal ini, dia berusaha berdiri dengan kakinya walaupun terasa sakit. Dia berusaha jalan dengan tertatih ke arah pintu room 848 untuk segera keluar. Tapi sayang, pintu tidak dapat dibuka. Shania panik, lalu dia menggedor-gedor pintu sambil berteriak minta tolong.

   "Tolong!"

   Lima menit kemudian laki-laki yang bersama Shania di room 848 keluar dari kamar mandi. Dia tersenyum sambil menggelengkan kepala lalu berjalan ke arah Shania.

   "Percuma kamu teriak. Kamar ini kedap suara," ucapnya.

   "Lebih baik malam ini kita bersenang-senang saja," tambahnya dengan senyum menggoda.

   "Nggak! Aku gak mau, kumohon lepaskan aku, om."

   Tapi laki-laki itu hanya tersenyum, kemudian ia menggendong Shania untuk dibawa ke tempat tidur.

   "Lepas! Dasar brengsek!" maki Shania sambil meronta dan memukulnya.

   Sampai ditempat tidur, laki-laki itu menaruh Shania perlahan diatas sana. Dia pun duduk disamping Shania, tangannya bergerak untuk memegang wajah Shania, tapi dengan cepat Shania menampiknya.

   "Om, jangan. Kumohon, lepaskan aku."

   "Tenanglah, ini akan membuatmu ketagihan nantinya."

   Shania menggelengkan kepala. Dia mundur dan menjauh dari laki-laki itu sampai tubuhnya mentok ke dinding tempat tidur.

   "Pergi kamu!"

   "Tenang ya gadis cantik. Aku gak akan menyakitimu."

   Laki-laki itu makin mendekati Shania, tangannya bekerja untuk membuka kancing kemeja putih yang ia kenakan sampai semua terlepas dan menanggalkannya.

   Shania sudah pucat pasih. Tak tahu lagi mau berbuat apa, karena dia sudah benar-benar terpojok. Dirinya tak rela kalau tubuhnya disentuh oleh laki-laki tua dan kotor macam dia.

   Ting Nong )))

   Bunyi bel room 848 terdengar begitu keras. Laki-laki itu sempat menghela nafas kasar ketika kesenangannya terganggu. Lalu dia beranjak dari tempat tidur untuk membuka pintu room dan melihat siapa yang datang.

   "Malam boss. Ada yang mau saya katakan pada anda, penting!" ucap laki-laki yang datang ke room 848.

   Dengan satu anggukan kepala laki-laki itu diperbolehkan masuk ke dalam room 848 oleh bossnya.

   "Ada apa, Aaron? Cepat kamu katakan! Saya gak punya banyak waktu," kata si boss ketika mereka berdua sudah masuk ke dalam room.

   Mata Aaron beredar, sepertinya dia sedang mencari sesuatu di room 848 milik bossnya ini. Saat matanya menangkap sosok Shania yang sedang menangis ketakutan dalam kamar karena pintu tersebut tak tertutup. Laki-laki yang dipanggil Aaron oleh bossnya itu langsung memaksa masuk ke dalam kamar dan menemui Shania.

   "Aaron, kurang ajar sekali kamu masuk-masuk ke dalam kamarku tanpa ijin!" bentak laki-laki paruh baya pada Aaron saat dirinya masuk ke kamar tanpa ijin darinya.

   Shania terkejut dengan kedatangan Aaron, laki-laki yang bertemu dengannya di lift tadi.

   "Tolong aku," ucap Shania. Wajahnya benar-benar memelas didepan Aaron.

   "Keluar kamu, Aaron!" teriak bossnya sambil menyeret Aaron untuk keluar kamar.

   Tanpa hitungan satu dua tiga, Aaron langsung memukul bossnya di hidung.

   buk!

   "Brengsek kamu!" ucap kesal boss Aaron sambil memegang hidungnya yang berdarah.

   Boss Aaron pun melayangkan pukulan balasan ke wajahnya dengan begitu kencang, tapi Aaron berhasil menghindar, lalu dia memukul perut bossnya sekuat tenaga.

   buk!

   aargghh... Rintih sang boss kesakitan.

   Boss Aaron pun sampai memegang perutnya dengan kedua tangan. Tak puas dengan pukulan di hidung dan perut, Aaron menghajar bossnya kembali dibagian pelipis kanan sampai dua kali. Kemudian satu kali pada bagian mata.

   buk!

   Boss Aaron pun tumbang ke lantai serta kesakitan dan babak beluar akibat pukulan anak buahnya.

   Kemudian Aaron mengambil kursi roda Shania, lalu menggendongya untuk dia dudukan di kursi tersebut. Setelah itu membawa pergi Shania dari room 848.

   "Aaron! Jangan harap kamu bisa lari dariku!" ucap bossnya yang masih menahan sakit.

   Dengan cepat Aaron membawa Shania pergi dari room 848 sialan itu. Bukan hanya membawa Shania pergi dari room, tapi juga dari hotel permata melalui pintu belakang. Karena Aaron tidak mau mengambil resiko untuk membawa Shania pergi melalui pintu utama hotel.
.
.


   "Brandon, ayo cepat! Gue gak mau terjadi sesuatu dengan Shania!" Kinal menyuruh Brandon untuk sedikit mempercepat langkahnya. Karena Kinal, Brandon dan Boges kini sudah sampai di hotel permata.

   Kinal sampai menarik adik iparnya itu dengan paksa. Sedangkan Boges begitu setia mengikuti Kinal dan Brandon dari belakang.

   Sampai di lobby, Kinal pergi ke resepsionis hotel untuk menanyai tentang Shania atau pun Sandiago. Tapi ketika sang resepsionis hotel mencari tahu siapa-siapa saja tamu yang ada di hotel permata, dia tidak menemukan nama Shania atau pun Sandiago di sana.

   aargghhh...

   Kinal berdecak kesal, kedua tangannya ia pakai untuk mengacak-ngacak rambut panjang yang hampir melewati bahu. Otak Kinal sudah buntu, tak bisa berpikir lagi untuk mencari Shania kemana perginya.

   "Bu Kinal, pak Brandon. Sandiago di sini!" ucap Boges sambil menunjuk ke arah Sandiago dengan telunjuk kanannya.

   Kinal dan Brandon mengedarkan pandangannya untuk membenarkan perkataan Boges. Dan setelah Kinal melihat Sandiago, Kinal berjalan cepat mendekati orang brengsek yang sudah menculik malaikat kecilnya.

   "Bajingan! Dimana Shania?" bentak Kinal kasar dan menarik jas Sandiago sampai dia berdiri dan berhadapan dengan Kinal, karena saat itu Sandiago sedang duduk di lobby hotel sambil memainkan smartphonenya.

   Sontak perlakuan kasar Kinal langsung membuat Togar anak buah sandiago langsung sigap berdiri untuk menolong bossnya itu. Tapi Boges menghalangi Togar dengan mengunci tangan dia dibagian belakang, hingga Togar kesakitan dan tak bisa berbuat apa-apa.

   "Gue tanya sekali lagi ke lo! Dimana Shania?" bentak Kinal kembali.

   Mata Kinal dan Sandiago saling menatap tajam.

   "Gue gak tau Shania dimana?" ucap Sandiago tenang.

   Kinal emosi berat saat Sandiago bilang kalau dirinya tak tahu keberadaan Shania. Tangannya yang memegang jas Sandiago jadi tambah mencengkram jas tersebut sampai naik ke atas.

   "Lo kasih tau kita dimana Shania sekarang. Dan gue gak akan mempermasalahkan ini sampai ke polisi kalau lo bisa diajak kerjasama," ujar Brandon didepan Sandiago. Mata Brandon juga tak kalah tajam saat menatap Sandiago.

   "Gue bukan anak kecil yang bisa lo ancam. Lo berdua lagi berhadapan dengan Sandiago. Ingat itu!"

   "Gue bakal bunuh lo kalau sampai terjadi sesuatu sama Shania," Kinal sudah mengepalkan tangan untuk segera meninju Sandiago. Tapi Brandon melarangnya dengan memegang tangan Kinal cepat.

   "Tunggu, Nal. Jangan bertindak bodoh!" Brandon lalu menarik Kinal untuk menjauh dari Sandiago, dan sekarang Brandonlah yang berhadapan dengan si brengsek itu, "berapa harga Shania? Gue akan bayar sepuluh kali lipat dari harga yang lo tawarkan," tambah Brandon.

   Sandiago tertawa kecil, lalu dia berkata...

   "Wow... Gue suka penawaran ini. Lo berdua ikut gue sekarang," Sandiago mengajak Kinal dan Brandon untuk menunjukan dimana Shania.

   Dan kelimanya pun menuju room 848 di lantai 8 hotel permata.

   Sampai didepan room 848, Sandiago menekan bel room tersebut dua kali. Dan beberapa menit kemudian laki-laki paruh baya yang ada didalam room tersebut membuka pintu. Kelimanya begitu kaget ketika laki-laki paruh baya itu sudah babak belur dibagian wajah dan menahan rasa sakit.

   "Boss anda kenapa?" tanya Sandiago.

   "Aaron. Aaron membawa gadis itu pergi dariku," jawab laki-laki paruh baya pada Sandiago.

   Begitu terkejutnya Kinal ketika mendengar kalau Shania dibawa pergi oleh orang yang tak ia kenal.

   "Aaron? Siapa dia?" tanya Kinal penasaran.

   Laki-laki paruh baya itu menatap Kinal. Mungkin dia merasa asing dengan wajah Kinal. Laki-laki itu tak menjawab dan hanya diam. Kinal sudah habis kesabaran, lalu dia mendorong laki-laki paruh baya itu dan hampir saja terjatuh.

   Kinal masuk ke dalam room 848 untuk memastikan kalau memang benar Shania tak ada didalam, setelah beberapa menit mencari dan tidak menemukan Shania, Kinal keluar kembali.

   "Gimana, Nal. Ada Shania didalam?" tanya Brandon.

   Kinal menggelengkan kepala sambil menghela nafas.

   haaahhh...

   "Kita kejar Aaron, siapa tau dia belum jauh dari sini," kata Kinal ke Brandon.

   "Ok."

   Kinal, Brandon dan Boges bergegas pergi dari room 848 meninggalkan Sandiago. Tapi dengan cepat Sandiago menahan Brandon untuk pergi.

   "Urusan kita, gimana?" tanya Sandiago.

   "Di lobby ada letnan Untung. Gue serahin semuanya ke dia," Brandon tersenyum lebar didepan Sandiago, lalu dia menyingkirkan tangan Sandiago yang memegangnya erat, kemudian pergi bersama Kinal dan Boges.

   Ya, Brandon dan Kinal minta bantuan ke letnan Untung untuk menangkap Sandiago atas dasar penculikan. Itu sebabnya hotel permata sudah dikepung oleh beberapa anak buah letnan Untung, memperkecil ruang gerak Sandiago buat melarikan diri.
.
.


   Sedangkan Aaron yang membawa Shania pergi sedang dikejar anak buah boss Aaron. Mobil Aaron melaju dengan kecepatan tinggi, sedangkan mobil yang mengejar mereka berdua juga melaju dengan kecepatan tinggi.

   Shania tampak ketakutan, dia sampai mengencangkan sabuk pengamannya sambil memegang erat sabuk tersebut dan menutup mata.

   Saat diujung jalan ada seorang wanita tua ingin menyebrang. Aaron bingung, kalau terus injak gas, nenek tua itu pasti ketabrak. Mau tidak mau akhirnya dia membanting stir ke kiri dan menabrak halte bus.

   brak!

   Shania dan Aaron berteriak kencang.

   aaaak...

   Mobil yang mereka tumpangi berdua hancur, begitu juga dengan halte busnya. Tapi karena airbag mobil yang bekerja bagus, Shania dan Aaron tertolong. Aaron hanya terluka dibagian tangan kanannya yang mengeluarkan darah karena terkana pecahan kaca mobil. Sedangkan Shania kakinya terjepit antara pintu mobil dengan jok.

   "Kamu gakpapa?" tanya Aaron pelan. Aaron memegang kepalanya yang pusing, tapi dia masih memperhatikan keadaan Shania.

   "Aargghh, tolong... Kaki aku kejepit," rintih Shania.

   Dengan tubuh yang gontai, Aaron keluar dari mobil lalu berjalan memutar ke belakang untuk menolong Shania. Aaron berusaha dengan sekuat tenaga membuka pintu mobil menggunakan tangannya. Dan akhirnya Aaron bisa membuka pintu mobil untuk mengeluarkan Shania dari sana dengan tenaga yang tersisa. Keduanya melangkah terhuyun-huyun menjauh dari mobil untuk segera melarikan diri dari kejaran anak buah boss Aaron.

   "Kita harus cepat, sebelum mereka sampai," ucap Aaron.

   Tapi sayang, anak buah boss Aaron sudah keburu sampai sebelum mereka berdua pergi jauh.

   "Hei Aaron. Mau kemana kamu?" kata salah satu orang yang bertubuh besar dan tinggi, ia baru saja turun dari mobilnya.

   Aaron lalu menyuruh Shania untuk pergi meninggalkannya.

   "Pergilah. Biar ini jadi urusanku," perintah Aaron ke Shania.

   Shania menggeleng, dia tidak mau meninggalkan Aaron sendiri.

   "Pergilah!" bentak Aaron sambil mendorong Shania kasar.

   Hampir saja Shania jatuh, tapi dia bisa mengimbangi dirinya sendiri.

   "Ada Robin Hood yang sedang melindungi putri cantik di sini," anak buah boss Aaron berkata lagi.

   Ternyata didalam satu mobil yang mereka tumpangi terdapat lima orang anak buah boss Aaron yang siap menghajar seorang pengkhianat seperti Aaron.

   Tanpa babibu lagi, kelimanya langsung menghajar Aaron tanpa ampun. Aaron tak bisa mengelak ataupun melawan. Karena dia sendiri keadaannya sudah cukup lemas akibat kecelakaan mobil tadi. Apalagi yang menghajarnya semua berbadan besar dan tinggi. Aaron hanya pasrah ketika mereka berlima memukuli dan menendangnya.

buk!!!
buk!!!
buk!!!

   "Dasar pecundang!"

   "Pengkhianat!"

   "Sampah!"

   Sambil memukul dan menendang Aaron, anak buah bossnya itu mencaci-maki Aaron sambil meludahinya.

   ciih...

   Shania yang melihatnya hanya bisa berteriak ketika Aaron dikeroyok membabi buta seperti itu.

   "Tolong!"

   "Tolong... Hentikan, jangan pukuli dia lagi."

   "Bob, kayanya didepan ada keributan deh!" ucap salah seorang teman Boby yang sedang nyetir.

   "Oh iya. Berenti di sana, Cup. Kita liat apa yang terjadi. Kalian gak masalahkan kalau kita samperin mereka?" tanya Boby. Dan ia juga bertanya kepada teman-temannya yang ada didalam mobil. Karena Boby duduk di jok mobil samping kemudi.

   "Enggak, Bob."

   "Gue juga enggak."

   "Idem, gue ikut kalian."

   Mobil Boby akhirnya berhenti tepat didepan Aaron yang sedang dikeroyok. Setelah itu kelimanya turun dari mobil.

   "Woiii, jangan main keroyok dong!" teriak Boby kencang.

   Ternyata bukan hanya mobil Boby saja, tapi ada satu mobil temannya juga yang ikut berhenti di sana. Dan ketiganya turun dari mobil untuk segera bergabung dengan Boby dan kawan-kawan.

   Anak buah boss Aaron langsung berhenti memukuli Aaron. Aaron pun jatuh bersimpuh ketika mereka semua tak memukulinya lagi. Wajah Aaron cukup mengenaskan, darah keluar dari mulut, hidung dan pelipisnya.

   "Kalau berani lawan kita, jangan lawan orang yang udah gak berdaya kaya gitu. Banci lo semua!" ucap Boby tegas.

   "Boby!" panggil Shania. Shania mengenali Boby digelapnya malam dengan suara yang ia keluarkan.

   "Shania," ujar Boby ketika dia mendengar Shania memanggilnya. Mata Boby mencari ke sekeliling, dan dia berhasil menemukan Shania. Kemudian Boby segera berlari ke arah Shania. "Shania, kenapa lo bisa di sini?!" tambah Boby ketika dia sudah didekat sepupunya itu.

   Shania langsung memeluk Boby erat dan menangis.

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

15.4K 859 20
"Ra, sebeneranya gua cuma bercanda doang bilang suka sama lu. Gua lakuin itu karena gua lagi taruhan sama sepupu gua" "Nuc, kamu kenapa sih? Sakit?"...
268K 14.9K 40
Selamat Menikmati Fanfiction Kedua Saya Publish NOV'15
1.5K 141 6
setelah amelia meninggal kini hidup jeny berubah menjadi kacau,setiap hari hanya mengurung diri di kamar,dan meluk foto amelia,ibu nya pun bingung me...
131K 10.6K 40
Sinopsis 2017: Jatuh hati sama seseorang yang terlihat mempesona itu biasa. Apalagi kalau dianya nyaris sempurna. Tapi, pernah kamu membayangkan baga...