Sasaeng Fans [EXO]

By ismi_h

507K 30.6K 1.6K

Ada dua sisi berbeda dari sang oppa. Sisi yang ada di depan layar kaca. Dan, Sisi yang ada di belakang layar... More

Teaser/Prolog
Serpihan 1
Serpihan 2
Serpihan 3
Serpihan 4
Serpihan 5
Serpihan 6
Serpihan 7
Serpihan 8
Serpihan 9
Serpihan 10
Serpihan 11
Serpihan 12
Serpihan 13
Serpihan 14
Serpihan 15
Serpihan 16
Serpihan 17
Serpihan 18
Serpihan 19
Serpihan 20
Serpihan 21
Serpihan 22
Serpihan 23
Serpihan 24
Serpihan 25 (a)
Serpihan 25 (b)
Serpihan 26 (a)
Serpihan 26 (b)
Serpihan 26 (c)
Serpihan 26 (d)
Serpihan 27 (a)
Serpihan 27 (b)
Serpihan 27 (c)
Serpihan 27 (d)
Epilog
Tao Story
Kris Story
Suho Story
Lay Story
Xiumin Story
D.O Story
Baekhyun Story
Chen Story
Chanyeol Story
Luhan Story
Kai Story (bagian 2)
Sehun Story (bagian 1)
Sehun Story (bagian 2)
Sehun Story (bagian 3)
Via Story
Sasaeng Fans [2]
pengumuman !
Gadis dalam Almari

Kai Story (bagian 1)

4K 266 2
By ismi_h

Kai Story - Tentang Sebuah Keluarga (bagian 1)

Tahta, Harta, dan Wanita. Hal mutlak yang perlu dimiliki seorang lelaki untuk diakui. Aku... menyetujui pernyataan tersebut. -Kim Jongin-

***

Akhir Tahun 2008, SM Audition.

"Hmmm... Entahlah... Kurasa kau penari yang baik tapi kurasa juga tidak." Jongin mendengarkan komentar tersebut sembari mencoba mengatur nafasnya. Dadanya naik turun sehabis menari tadi.

"Kau seperti porselain. Tapi yang tak pernah diasah." Lanjut gadis pertengahan 20an itu. "Berharga, tapi kusam."

Lelaki itu tetap berusaha memasang wajah sedater mungkin. Meski ia muak dengan komentar tak jelas penuh perumpamaan itu. Jongin tak terlalu suka basa-basi.

"Tapi berita bagusnya-" Jongin kembali menatap ke arahnya. Dengan wajah kesal yang ia coba tutupi. "-kau punya karisma. Auramu sangat tajam."

Ia mengulum senyum tipis. Senyum yang lebih terlihat seperti seringaian. "Lalu... Apakah saya dapat lolos audisi?" tanyanya cepat.

Lelaki itu, bukannyaa berambisi menjadi artis. Tujuannya datang ke sini bukan untuk hal seperti itu. Jongin si lelaki tampan yang suka berkelahi, tak mungkin menyia-nyiakan kehidupannya di tempat menyedihkan seperti ini. Dia... hanya ingin memastikan sesuatu. Ya, hanya memastikan.

"Kau bisa tunggu pengumumannya nanti." Wanita itu menjawab kalem.

"Tak bisakah Anda memberitahukannya sekarang?" tanya Jongin setengah memaksa.

Gadis itu tersenyum geram. "Kau bisa mengetahuinya setelah melihat e-mail yang kami kirimkan." Jongin bisa lihat wanita itu terlihat kesal. "Bisa kau keluar? Supaya peserta lain bisa masuk."

Jongin memasang senyum sinis. Ia berjalan santai menuju jalan keluar. Namun... ia berhenti sejenak dan menoleh. "Ah, iya. Saya rasa saya melupakan sesuatu."

Lelaki itu memandang wanita yang diyakini belum menikah itu dengan tatapan tak takut. Seakan ekspresi kesal yang ditunjukkannya itu tak berarti apa-apa baginya. "Tolong sampaikan pesan saya kepada CEO Lee Sooman."

Ia mengulum senyum tipis. Ini waktunya ia memastikan. Tujuan satu-satunya lelaki itu datang ke sini. "Katakan pada beliau bahwa... Kim Young Ho sekeluarga-" Ia berhenti sejenak, kemudian merubah senyumannya menjadi seringaian."-hidup dengan sangaaat baik."

Ucapan terakhirnya terdengar creepy, juga menakutkan. Jika saja lelaki itu tak mengakhirinya dengan bungkukan hormat.

Seperginya Jongin, wanita itu meneriakkan kekesalannya. Ia langsung meraih sebual pena dan memberi catatan blacklist pada lembar formulir milik Jongin. "Persetan dengan aura dan karisma. Aku tak mau merawat lelaki kurang ajar sepertimu di masa depan."

Ia menebalkan tulisan tersebut berulang-ulang. Hingga membentuk lubang kecil di beberapa garis. "Kim Young Ho? Siapa dia? Sepenting itukah kau menyuruh diriku untuk menyampaikan salam kepada Lee Sajangnim uh?"

Wanita itu meletakkan pena-nya kembali. Ia lalu menarik nafas dalam tuk meredam rasa kesalnya sebelum peserta lain masuk. Ia harus fokus.

"Kau tadi bilang apa?" Wanita itu menoleh. Dan mendapati salah satu sunbae-nya yang masih terlihat cantik di umurnya yang menginjak 30-an, datang bertanya. "Kim Young Ho?"

Ia langsung tergeragap. "A-a-ah... Itu... Tadi ada peserta kurang ajar yang menyuruhku menyampaikan pesan kepada Lee Sajangnim dari Kim Young Ho sekeluarga."

Sunbae di depannya langsung merebut formulir bertuliskan blacklist dari tangan wanita itu. Mengamati sebuah foto 3x4 yang tertera di sana. Matanya perlahan melebar. "K-kim Jongin?"

"Tadi kau bilang siapa? Kim Young Ho?" Sunbae itu kembali beralih pada wanita di depannya. Kemudian mengamati foto itu lagi. "Mungkinkah... anak ini... anak Kim Young Ho sunbae-nim?"

Wanita pertengahan 20an itu mengernyit bingung. "Kim Young Ho sunbae-nim? Siapa di-"

"-aku ambil formulir ini." Sunbae itu memotong cepat. "Kau lanjutkan saja audisinya."

___

"Aishhhh..." Jongin menendang asal kaleng kosong yang berada di dekatnya. Sembari mengacak rambutnya kasar. "Sebenarnya apa yang kau lakukan di sini Kim Jongin." Ia berteriak geram. Memarahi dirinya sendiri sekeluarnya ia dari ruang audisi tersebut.

Gerakan tubuhnya berhenti. Ketika matanya menangkap sesuatu. Sebuah kerumunan ramai tak jauh di depannya. Tengah menyambut seorang yang sangat penting. CEO Lee Sooman.

Jongin menyeringai pelan. "Ah iya-" ia berbisik pelan. "-aku ke sini untuk memastikan."

Seringaiannya semakin lebar saat bola mata itu menangkap sosok yang dicarinya. Tengah tersenyum ramah kepada orang-orang, diiringi belasan bodyguard di belakangnya. Atau mungkin para pekerrjanya. Entahlah...

"Memastikan seperti apa kriteria lelaki tua itu dalam memilih artisnya. Memastikan bagaimana kehidupan lelaki tua itu beserta anak dan cucunya. Juga memastikan bahwa Kim Young Ho yang dikenalnya hidup dengan baik-baik saja."

Kata-katanya tajam. Mata itu bahkan ikut mengirimkan ribuan volt tatapan membunuh kepada lelaki tua itu. Kim Jongin... ia membencinya. Sangat.

___

Tok tok tok ! "Lee Sajangnim..." terdengar suara ketukan pintu diikuti suara sang sekretaris dari pintu ruang kerjanya. "Choi Sooyoung ingin bertemu dengan anda."

"Suruh dia masuk." Suruh lelaki tua itu singkat.

Tak selang berapa lama, gadis yang dimaksud sang sekretaris berjalan pelan memasuki ruangannya. "Ada apa?" tembak lelaki itu langsung. "Jika ini berurusan dengan audisi, aku benar-benar menyerahkan sepenuhnya kepadamu." Lanjutnya.

"Aku percaya pilihanmu yang terbaik, murid kesayanganku." Tuan Lee Sooman mengulum senyum. Menampilkan bentuk bunga terbaik di kedua matanya.

Gadis yang memiliki nama panggilan yang sama seperti anak kedua Lee Sooman itu, langsung menunduk hormat. "Saya sangat terhormat untuk itu. Dan saya sudah melakukan yang terbaik sebisa saya. Tetapi... ada hal lain yang ingin saya sampaikan kepada Anda."

"Apa itu?"

Sooyoung langsung menyodorkan selembar kertas yang tadi direbutnya dari salah satu bawahannya. "Tolong lihat ini."

Lee Sooman menerima kertas itu. Lalu mengamatinya dengan seksama. "Dia anak Kim Young Ho sunbae-nim." Tembaknya langsung. Yang membuat Tuan Lee Sooman mendongak kaget.

"Apa yang kau bilang tadi?" tanyanya dengan nada tinggi. "Kim Young Ho?"

Gadis itu mengangguk pelan. "Ne, Sajangnim." Jawabnya hormat. "Baru saja ia mengikuti audisi di lantai bawah. Haeyeon yang melihat penampilannya berkata dia punya karisma dan aura yang tajam saat menari."

Lee Sooman kembali mengamati foto kecil yang tertera di sana. Sedangkan Sooyoung masih melanjutkan penjelasannya. "Wajahnya juga mirip sekali dengan wajah Young Ho sunbae-nim. Dan setelah saya melihat rekaman audisinya, gerak-gerakannya meski tak terlihat sempurna, tapi saya sangat mengenalnya."

"Saya seperti melihat Young Ho sunbae-nim di dalam dirinya." Tukas Sooyoung.

Lelaki tua itu terlihat berfikir sejenak. Benar juga, wajahnya mirip. Dan tatapan dalam potret tersebut, persis seperti tatapan yang Lee Sooman lihat 8 tahun lalu. Saat tragedi itu terjadi. Tragedi yang Lee Sooman sesali. Tragedi yang tak akan dilupakannya.

"Sooyoung-ah..."

"Ne, Lee Sajangnim."

"Suruh seseorang untuk menyiapkan mobil sekarang." Suruhnya. "Aku... Aku ingin menemui anak ini."

***

Januari, 2001.

Jongin kecil hanya bisa meringkuk di pojok ruang tengah rumahnya. Melihat barang-barangnya diangkut keluar oleh petugas angkut barang. Hanya barang-barang sederhana saja. Karena barang-barang mewah milik keluarganya, sudah disita beberapa hari yang lalu.

"Jongin-ah..." Lelaki kecil itu menoleh saat mendengar Ibunya memanggil. "Ayo..." tangannya terulur. Mengajak lelaki kecil itu agar keluar darisana. Dari rumah besar yang sudah bukan miliknya lagi.

Ia menerima uluran itu. Dan berjalan dalam diam sembari digandeng sang Ibu. "Ouh..." Sang Ibu tiba-tiba melepas pegangan tangannya. Saat salah satu petugas tiba-tiba menjatuhkan sebuah kardus berisi kaset-kaset berharga milik Ayah. Ibunya langsung sigap untuk membantu.

Lelaki itu mengedarkan pandangannya. Mungkin saja tengah merekam kenangan terakhir sebelum ia pergi dari kompleks perumahan besar itu. Edarannya terhenti. Saat mata kecil itu tak sengaja bertemu pandang dengan seseorang yang dikenalnya sebagai teman Ayah.

Lelaki tua itu tengah duduk di dalam mobilnya. Memandang Jongin dengan tatapan yang... entahlah. Mungkin saja iba.

"Jongin-ah, kajja..." Kakak tertuanya datang mengambil alih gandengan tangan sang ibu. Kemudian menggandengnya masuk ke dalam mobil Ayah. Satu-satunya barang berharga yang tersisa.

Jongin menoleh kembali ke arah dimana lelaki tua itu berada. Namun, yang didapatinya hanya sebuah kaca gelap yang tertutup. Dan mobil mewah itu yang bergerak perlahan. "Kakek Soo sudah pergi." Gumamnya lirih.

___

Suasana dalam mobil terasa hening selama hampir setengah jam perjalanan. Tak ada yang mencoba membuka suara atau bahkan sebuah pembicaraan. Semuanya diam. Begitu pun Jongin yang terkenal sebagai anak pendiam di keluarga itu.

Sayangnya, sependiam apapun. Jongin tetaplah anak-anak. Ia tak suka suasana hening nan canggung seperti ini.

"Eomma." Panggilnya pelan pada sang Ibu yang duduk di depan. Sebelah Ayah yang tengah fokus menyetir.

"Ya, Jongin-ah." Ibunya menoleh dan tersenyum hangat. "Ada apa?"

Jongin kecil mengedipkan matanya berulang, sebelum akhirnya berucap. "Kita mau kemana?"

Ibunya sempat terdiam sejenak. Hingga akhirnya kembali mengulum senyum hangat. "Busan. Rumah Halmeoni."

"Jongin suka menangkap ikan kan?" Kakak tertuanya, Kim Jongmin yang duduk di sebelah kanannya, menyahut riang. "Nanti, Jongin bisa menangkap ikan setiap hari bersama Nenek di sana. Menyenangkan kan?"

Jongin memandangnya datar. Lalu menyahutnya pelan. "Jongin tidak suka." Kakaknya terkaget mendengar jawabannya itu. "Jongin suka di Seoul."

"Nanti..." Kakak keduanya, Kim Jongha menyahut pelan dari sebelah kirinya. Jongin mengalihkan pandangannya pada Jongha. "Nanti kalau kita sudah punya uang yang banyak, kita bisa kembali ke sana."

"Uang?" tanyanya polos.

Jongha mengangguk singkat. "Kita akan punya uang yang banyak. Jadi kita bisa membalas dendam pada-awwww." Ucapannya terganti dengan nada rintih kesakitan. Tanpa Jongin sadari, kakak tertuanya mendaratkan cubitan pelan ke pinggang Jongha.

"Bisa kau jaga mulutmu?" katanya tajam. Jongha langsung menunduk dalam. Dan menggumamkan kata maaf.

Pandangan si kecil Jongin, kembali terarah ke depan. Hanya satu yang lelaki itu tangkap dari pembicaraan tadi. Uang. Uang yang bisa membawanya kembali ke Seoul.

Ah... pikiran polos itu ternodai. Tapi... uang memang bisa merubah segalanya. Hidup memang sungguh ironi.

***

2007 - Liburan Sekolah

"Pokoknya, Jongin tidak mau tahu. Jongin mau sekolah menengah akhir Jongin di Seoul. Titik." Lelaki itu berteriak lantang di hadapan Ibunya. "Sudah cukup Jongin menelan janji Ibu terus."

"Jongin mau sekolah di Seoul sekarang." Lelaki itu bersikeras. Meski harus berkata tak sopan pada sang Ibu, ia harus bisa pindah dari sana. Dari kehidupan memuakkan dimana semuanya seakan merendahkan dirinya.

"Jongin !" Kakak tertuanya muncul dari arah pintu depan. Berlari ke hadapannya dan mendaratkan sebuah tamparan keras di pipi kiri lelaki itu.

Jongin memegangi pipinya yang terasa berdenyut. "Minta maaf pada Ibu sekarang !" katanya tegas.

Lelaki itu menatap kakaknya marah. Namun tak berani menyanggah. Kedudukan tak kasat mata kakaknya itu, di atas Ibu. "Kau tak mau minta maaf pada Ibu???" Jongmin kembali berteriak marah.

Tangannya perlahan terangkat. Dan terarah ke pintu kamar Jongin. "Masuk kamar dan jangan keluar sebelum kau merenungi kesalahanmu !"

Tanpa babibu. Jongin langsung berlari menuju kamarnya. Dan mengunci pintunya rapat-rapat.

Sang Ibu meraih tangan Jongmin perlahan. "Jangan terlalu keras padanya." Bisik Ibunya menenangkan sang kakak kedua. "Bukan salah dia jika Jongin seperti itu."

"Eomma..." Jongmin bersimpuh di depan Ibunya yang mulai menitihkan air mata. "Eomma, uljimaaa..."

___

Perlahan, pintu kamar itu terbuka. Tanpa menoleh pun Jongin tahu siapa yang masuk. Hanya satu orang saja yang memiliki kunci candangan kamar miliknya. Appa.

Meski tahu, Jongin tak ingin menoleh sedikit pun. Ia masih dalam melancarkan aksi ngambeknya.

"Jonginnie..." Ayahnya memanggil dengan nama panggilan kesayangannya. Jonginnie atau biasa ia singkat Nini. Lelaki itu mengambil duduk di sebelah anaknya yang tengah memasang muka masam. "Kau tidak makan?"

Jongin tersenyum sinis. Apa makan adalah hal penting sekarang ini? Tidak. Tidak sama sekali. Lelaki itu makin mengeraskan raut wajahnya.

Sang Ayah hanya bisa menghela nafas pelan mendapati tak ada jawaban. Untuk sejenak, suasana menjadi begitu hening. Kedua lelaki itu hanya diam. Memandangi lantai dengan tatapan kosong.

"Sebegitu inginnya ya Nini pergi ke Seoul?" Perlahan Ayahnya membuka suara. Memecah keheningan yang ada. Raut Jongin perlahan melembut. Meski sedikit saja.

"Memangnya kenapa dengan sekolah di Busan?" tanya sang Ayah pelan.

"Minwoo mau melanjutkan sekolah di sana." Jawabnya lirih. Menyinggung satu-satunya teman yang Jongin miliki di Busan.

"Minwoo? Yang sering main ke sini tiap akhir pekan itu?"

Jongin mengangguk. "Dia dapat beasiswa sekolah di Seoul." Jelasnya singkat.

Lelaki itu menoleh. Menatap wajah Ayahnya dari samping. Wajah lelah dan tak secerah dulu. "Hanya Minwoo teman yang Jongin punya. Hanya dia yang tak memandang rendah Jongin. Kalau Jongin tak bersamanya... Kalau Jongin tak satu sekolah dengannya... Jongin tidak mau."

Jongin, lelaki yang tumbuh dengan wajah tampan warisan Ayahnya itu, adalah tipe anak yang pendiam. Juga tertutup. Mencari teman adalah salah satu kesulitannya. Dan memiliki Minwoo di sampingnya merupakan suatu pencapaian terbesarnya.

"Harus di Seoul?" tanya Ayah hati-hati. Seoul, tempat yang khusus sensitif bagi dirinya.

"Dimana saja. Asal bersama Minwoo." Jongin menunduk dalam. Kembali memandangi lantai dengan kosong.

Ayahnya mengulum senyum tipis. Tangannya terulur untuk menepuk pundak anaknya pelan. "Kalau begitu pergilah."

Lelaki itu langsung mendongak. Menatap Ayahnya kaget. "Pergilah ke Seoul. Bersekolah di sekolah yang sama seperti Minwoo."

Mata Jongin berkaca-kaca. Apa aku sudah bilang jika anak ini termasuk cengeng di hadapan Ayahnya?

"Appaaa..." katanya terharu

***

2008, Akhir Tahun.

Mobil milik Lee Sooman berhenti di sebuah tempat. "Kita sudah sampai, Abeoji."

Lelaki tua itu menoleh ke luar. Dan langsung mengernyit mendapati mobil mereka berhenti di depan sebuah toko hewan. "Kau yakin?" tanyanya pada sang menantu, Oh Youngmin yang pada malam hari ini didaulat olehnya untuk mengantarnya menemui seorang anak bernama Kim Jongin.

"Sesuai dengan alamat yang tertera, benar alamatnya menunjuk tempat ini."

Lee Sooman pun memutuskan mengesampingkan keheranannya. Dan berjalan keluar mobil. Pandangannya mengedar. Mencari tempat yag dimaksud. Namun, yang didapatinya hanyalah deretan pertokoan. Tak ada yang menunjukkan sebuah tempat tinggal sama sekali.

Oh Youngmin juga ikut keluar. Kemudian berdiri di sebelahnya. "Ada urusan apa Aboeji datang ke sini?" tanyanya hati-hati.

"Aku sedang mencari seseorang." Jawabnya singkat. Pandangannya kembali beredar. Mengamati dengan seksama orang-orang yang lalu lalang.

"Nuguseyo?"

"Kim Jongin. Anaknya Kim Young Ho."

Youngmin menatap mertuanya kaget. Mendengar lelaki tua itu kembali menyebut sebuah nama yang sudah 8 tahun lamanya tak terucap. "Anaknya Kim Young Ho?"

Lee Sooman hanya mengangguk lemah. Kemudian menunduk dalam. Sepertinya, alamat yang tertera di sana palsu. Lelaki tua itu tak mungkin menemukannya di sini.

Lelaki kecil itu juga tak mungkin membiarkannya bertemu secepat itu. Karena Lee Sooman tahu, seberapa banyak kadar kebencian anak itu kepadanya.

"Sepertinya dia tidak ada di sini, Abeoji. Ini bukan kompleks perumahan."

Lagi-lagi, Lee Sooman mengangguk lemah. "Aku tahu."

Matanya beredar untuk yang terakhir kalinya. Sebelum berjalan kembali ke dalam mobil. "Ayo kita pergi saja, Oh Youngmin." Katanya lemah.

Mereka berdua kembali masuk ke dalam mobil. Youngmin memasang kembali sabuk pengamannya. "Abeoji." Panggilnya pelan sembari melirik wajah lesu ayah mertuanya dari kaca depan.

"Apa perlu aku carikan alamat rumah anak itu untuk Aboeji?"

***

2015 - Jakarta, Indonesia

"Setelah konser hari kedua selesai, aku akan langsung ke sana. Menyusulmu ke bali." Lelaki itu berbicara dengan senyum terkembang pada gadis dalam telepon. Tak usah ditanya siapa gadis itu. Kalian pasti tahu.

"Eumm... Kalau begitu ku tutup dulu. Good night, Soojungieee..." Ia mengakhirinya dengan suara kecupan singkat. Kemudian berjalan pelan menuju kamar hotelnya. Sembari menyimpan ponselnya ke dalam saku.

"Kim Kai-ssi." Panggilan dari seseorang, membuat lelaki itu berhenti melangkah. Perlahan ia menoleh. Sempat terheran melihat Oh Youngmin, sang CEO berada di tempat ini.

Apa Indonesia begitu spesialnya? Sampai-sampai sang CEO datang kemari. Toh ini hanya konser salah satu artisnya. Bukan SMTown yang memuat seluruh artis di bawah naungannya.

"Ne, Sajangnim." Jawabnya singkat.

"Bisa ikut denganku sebentar?"

Kai -Kim Jongin- menaikkan salah satu alisnya. Heran. Juga penasaran. Namun, akhirnya berjalan mengikutinya. Mereka terus berjalan, memasuki lift dan menuju lantai paling atas. Suite room kelas VVIP kalo tidak salah.

Mereka berjalan beriringan. Tanpa ada pembicaraan sedikit pun yang terucap. Bagus lah. Kai juga tak ingin terlibat pembicaraan berarti dengan lelaki itu.

CEO-nya tersebut membawa Kai masuk ke dalam salah satu ruangan. Ia masih saja penasaran. Untuk apa ia dibawa ke sini. Ke ruang paling mahal yang hanya mampu disewa pebisnis sukses. Ia dan anggota EXO yang lainnya hanya mampu menjamah ruang VIP saja.

Saat ia sampai di dalam, terlihat seseorang tengah memunggunginya. Kai memandanginya penasaran.

"Dia sudah datang, Abeoji." Oh Youngmin berkata singkat pada punggung itu. Kemudian undur diri. Meninggalkan Kai sendirian bersama sosok tersebut.

Lelaki itu perlahan beranjak. Dan membalikkan tubuhnya untuk melakukan kontak mata dengannya. Pupil mata Kai melebar seketika melihat siapa orang tersebut.

Sebuah pertanyaan kembali muncul. Apa Indonesia sebegitu istimewanya? Sampai-sampai CEO terdahulu. Pemilik SM Company juga berada di negara ini. Tak mungkin kan hanya untuk menyemangati konser salah satu artisnya? Kami tak seterhormat itu.

"Young Ho adeul." Selalu saja panggilan yang sama. Anak Kim Young Ho. Lelaki tua itu masih saja memanggilnya demikian.

"Duduklah. Ada yang mau ku ceritakan padamu." Tangannya terulur. Menawarkan kursi termewah di gedung hotel ini.

"Kim Jongin. Ini waktunya kau mengetahui semuanya." Lee Sooman perlahan tersenyum hangat. Membentuk dua buah bulan sabit terbalik di kedua matanya.

Semuanya? Apa yang sebenarnya Jongin 'belum' ketahui?

***

Continue Reading

You'll Also Like

661K 85.8K 61
[17+] [Jaehyun Jung as Jeffrey Aditya Mahesa dan Roseanne Park as Rosie Adelia] memiliki karier yang sukses, sayangnya rumah tangga mereka sangat ber...
5.5M 9.9K 5
TERSISA 5 BAB. VERSI BUKU BISA KALIAN PESAN DI KAROS PUBLISHER. VERSI ONLINE BISA KALIAN BACA DI DREAME. "Kamu mau ngomong apa?" Amren tidak bisa me...
196K 9.7K 42
Di setiap detik waktu ku. Aku selalu merasakan ada sesuatu yang hilang dari diriku, namun aku tak tau apa itu. (Arga Alenta) Aku berada dititik lemah...
43.3K 3.1K 28
"kenapa kamu buat tato huruf V?"tanya Vanesha,gadis cantik yang memiliki dua bola mata yg indah "karna aku suka dgn huruf V"jawab iqbaal sesingkat it...