PETERCAN

By Rislin_Ridwan

1.5K 1.2K 214

🌸PETERCAN 🌸 Apa jadinya ketika crush masa kecil yang selalu Citra halukan tiba-tiba datang ke rumah untuk m... More

PROLOG
1.NOT A DREAM
2. ON THE NIGHT
3.LIKE A SUN
4. AKSELERASI
5. TAROT
6. KRYSTAL BALL
7. NEVERLAND
8. JEALOUS
9. PINJAM DULU SERATUS
10. TROUBLE SISTER
11. MAD
12.OH MY GIT
13.MATT DAN ZAR
14.TAMU ISTIMEWA
15.DINNER
16. SUREPRISE
17.TWO SIDE
18. ANGEL OR DEVIL
19. CLOUDY
20. ANGEL BABY
21.HELM IKAN FERMENTASI
22.GERD
23.BESIDE YOU
24.UTUH
26. POLAROID
27.PAPA DAN SAHABATNYA
28.MENJADI WANITA
29. ICE CREAM
30. I SCREAM
31. BENCANA
32. SEMBUH
33. LABRAK
34. BULLY
35. HE SAVE ME
36.CIGAR ATAU ROKOK
37.JEALOUS ME

25.TEMAN KECIL

16 14 0
By Rislin_Ridwan

Can menghampiri kelas Citra, sudah dua hari gadis itu tak terlihat di sekolah. Ia pun telah mengirim pesan beberapa kali, namun tak sekalipun pesan itu terbalas. Setelah merasa bersalah atas sikap kasarnya, Can pun mengurangi jadwal aktivitasnya demi bisa memberikan tutor belajar bagi Citra.

Celine si centil memberanikan diri menghampiri Can yang beberapa kali melirik ke bangku Citra.
"Cari siapa Ka?"

Can tersenyum membuat beberapa anak perempuan yang semula riuh bergosip di dalam kelas menatap iri pada Celine, dan memang itulah yang Celine inginkan.
"Auwa enggak masuk ya?"

"Auwa siapa Ka?"

Can mengusap wajahnya.
"Eh Citra maksudnya."

Celine masih bergumam sendiri, apa Auwa panggilan sayangnya Can pada gadis pelor alias nempel meja langsung molor itu ya. Can melambaikan tangannya di depan wajah Celine.
"Haloo."

Seketika Celine tersadar dan berusaha memamerkan senyuman tercantiknya.
"Eh Citra izin sakit Ka."

"Hah, sakit apa?"

"Katanya si gerd Ka, surat sakitnya dianterin sama Yigit."

Can mengangguk dan terlihat jelas air mukanya yang begitu khawatir.
"Dia dirawat di mana ya?"

Betapa menyebalkannya si pelor itu, sudah bersahabat dengan cowo terpintar dan tertampan di angkatan mereka, sekarang malah dicariin sama kaka kelas tercakep dan tertenar di sekolah. Bola mata Celine yang berputar telah mewakili hati para gadis SMA GARUDA yang begitlu malas mendengar nama Citra.

"Itu aku kurang tahu si Ka. Soalnya surat izinnya langsung diambil sama Pak Gandhi, mending Kaka tanya langsung deh sama Yigit, kan kayaknya mereka dekat banget kan ya."

Mendengar nama lelaki posesif itu disebut Can pun tersenyum lalu segera berlalu kembali ke kelasnya.
"Oke makasih ya. Cepetan masuk gih, bentar lagi jam istirahatnya selesai."

Celine mengangguk sambil tersenyum puas setelah membuat teman sekelasnya menatap iri hati padanya. Celine melambaikan tangannya pada punggung Can yang segera menghilang ditelan keramaian siswa, lalu berbelok menaiki tangga.

                                🖤

Cantik, aku tunggu di perpustakaan balik sekolah...

Kamu dimana?

Citra? Kamu udah pulang?

Malam setelah tiba di rumah, Yigit membawa ponsel Citra yang tertinggal di mobilnya ke dalam rumah, Yigit hampir menghempaskan ponsel Citra ke luar jendela kamarnya ketika ia membaca pesan yang dikirim Can. Ia memegangi kepalanya yang berdenyut, lalu ia pun menghempaskan tubuhnya tertelungkup ke atas ranjang karena rasa kantuk luar biasa yang menyerang.

                               🖤

Yigit terburu-buru keluar kelas, seharian ia tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran. Hanya wajah pucat dan rintihan Citra yang berputar-putar di kepalanya. Ia sampai ditegur beberapa kali karena tertangkap tengah melamun dan tak memperhatikan pelajaran dengan baik. Tapi Yigit tak peduli, begitu bel pulang nyaring terdengar, ia pun segera meninggalkan kelas dan berpamitan lebih dulu daripada guru sejarah yang tengah membereskan perlengkapannya.

Yigit kembali menyalakan ponsel Citra lalu menghapus semua pesan Can dan membiarkan layarnya terbuka hingga baterai yang tinggal tiga persen itu mati dengan sendirinya.

Yigit terhenti di balik kemudi ketika melihat toko bercat merah muda yang di dalamnya ada begitu banyak pernak-pernik dan bunga. Sejenak ia tampak berpikir, apakah sebaiknya ia bergerak cepat sebelum Can mendekati Citra lebih jauh. Sepertinya ia tak bisa bertindak lebih lambat lagi karena saingan yang cukup berbahaya telah di depan mata. Apa itu mencintai dalam diam, ia tidak akan mengikuti saran Amora lagi untuk bersikap jual mahal. Jika tidak ingin menyesal, Yigit harus segera menunjukkan perasaannya sedikit lebih jelas secara perlahan.

Yigit turun dari mobilnya lalu menatap beberapa bunga segar yang memamerkan warna dan aromanya yang indah. Meskipun ia tak bisa menebak respon Citra akan seperti apa jika diberi bunga. Apakah Citra akan tergelak sampai perutnya keram, atau justru akan terharu dan langsung mengerti isyarat cinta yang ia berikan.

Sementara Yigit tengah  sibuk meyakinkan hati memilih bunga dan bergulat ragu-ragu di dalam hatinya untuk memberikan bunga atau tidak. Can telah tiba di depan pintu kamar Citra usai menerima telepon dari sang Mama yang memintanya menjenguk Citra sebagai tanda kasih keluarga besan.

Tokk.. tokk

Mama membukakan pintu dan terkejut melihat Can telah berdiri dengan bingkisan obat Cina yang dititipkan Mama Dewi padanya. Kebetulan sekali toko obat Cina langganan mereka tak begitu jauh dari rumah sakit, sehingga Can tak menghabiskan banyak waktu di bawah sengatan matahari yang bersinar sangat terik hari ini. Can menyimpan kunci motornya ke dalam saku abu-abu seragam sekolah.

"Assalamualaikum, permisi Tante."

"Waalaikumussalam, eh si Ganteng."

"Tante ini ada obat titipan Mama katanya beliau minum ini waktu gerdnya kambuh."

Mama menerima bingkisan itu lalu menarik Can masuk ke dalam, Citra berhenti meringis menahan dada perih seperti rasa terbakar. Can menatap sorot mata Citra yang begitu lelah ketika Citra tengah menahan mual mengunyah bubur rumah sakit yang terasa pahit di lidahnya.

"Ka Can?"

Citra tersentak langsung merebahkan diri dan menarik selimut hingga menutupi wajahnya. Can mengulum tawa usilnya lalu duduk di sisi ranjang. Mama meletakkan obat ke atas nakas lalu melirik jam dinding.

"Nah kebetulan sekali ada Can di sini, boleh enggak Can Tante minta tolong?"

Citra menguping sambil memegangi jantungnya yang berdetak sangat kencang. Minta tolong apa si Ma? Jangan ngerepotin anak orang kenapa si. Cit bergumam lirih.

"Tadi Ka Zara telepon Mama, katanya dia mau ke Bali buat antar langsung baju konser temannya, jadi Mama harus bantu Kaka siap-siap, kalau enggak," Mama memijat kepalanya. "Pasti nanti ada saja yang tinggal, daripada Mama pusing ditelpon-telpon pas ngurusin Citra, mending Mama bantu Ka Zara packing barang dia sekarang ya."

Mama mengusap bahu Can lalu meraih tasnya di atas sofa.
"Tante titip Citra bentar ya."

Citra mendelik di balik selimut.
"Mamaaa."

Can mengangguk santun.
"Enggak apa-apa kok Tante, aku bisa jagain Citra."

Citra merengek manja.
"Ma-maaa."

"Duh De, kamu tahu sendiri Kaka kamu gimana orangnya. Kalau enggak ada yang ketinggalan bukan Zara namanya. Udah deh kamu tunggu Mama bentar ya, sekalian Mama masakin sup kesukaan kamu, biar kamu bisa nafsu makan lagi. Oke?"

Tanpa persetujuan Citra, Mama pergi keluar kamar menyisakan keheningan di antara Can dan Citra yang masih bersembunyi di balik selimutnya.

Can batuk sambil membuka lemari es di kamar Citra dan meraih sebotol air dingin yang segera menyegarkan tenggorokannya.
"Ehemm."

"Pasti rasanya nyiksa banget ya?"

Citra menurunkan sedikit selimutnya.
"Udah enakan kok," ujarnya berbohong.

Can menatap keluar jendela kamar Citra.
"Kamu mau makan lagi? Apa perlu aku suapin?"

Citra menggeleng dan menutup mulutnya dengan punggung tangannya.
"Enggak, aku enggak sanggup nelan apapun lagi. Takut muntah."

"Oh."

Hening di antara mereka, Cit memutar badannya memunggungi Can yang kini tengah membaringkan badannya di atas sofa dengan nyaman seperti di rumah sendiri.

"Kalau capek, pulang aja gih. Aku gapapa kok."

Can tersenyum sambil menutup mata dan melipat kedua tangannya di dada.
"Capek si, tapi enggak enak sama Mama, kan Mamamu juga bakal jadi Mamaku."

Cit menghela nafas.
"Daripada ke sini cuma buat tidur."

Can membuka matanya, ia bangkit duduk lalu berjalan mendekati Citra.
"Jadi kamu butuh apa? Kamu bilang aja, kan kita bakal jadi saudara."

Cit memejamkan mata dan menarik selimutnya hingga menutupi wajah.
"Aku enggak mau jadi saudara kamu."

Can memundurkan wajahnya lalu duduk di hadapan Citra.
"Pasti kamu maunya lebih kan, pasti kamu mau ..."

Citra menurunkan selimutnya dan memelotot menatap wajah Can yang tersenyum jahil tepat di depan wajahnya.
"Apa?"

Can mengangkat bahunya.
"Ya mungkin kamu maunya aku jadi suami kamu?"

Cit tercekat dan terbelalak, ia mengerjapkan matanya dan menggeleng menyadarkan dirinya. Cit mendorong wajah Can dengan geram.
"Kamu nakutin terus."

Can mengamit tangan Citra yang dapat merasakan lembutnya alis, halusnya bulu mata serta lekukan di setiap inci wajah tampan yang sering menghiasi mimpinya itu.
"Enggak sopan."

Cit menarik tangannya cepat seperti tersengat listrik.
"Ya maaf, habisnya kamu nakutin."

Can menunjuk wajahnya.
"Aku? Nakutin?" Can melirik pantulan rupanya yang nyaris sempurna di kaca dinding. "Bagian mananya yang buat takut?"

Cit memperhatikan rahang dan leher Can. Can mengacak rambut Citra melihat gadis itu hanya diam terpaku seperti nyaris kesurupan.
"Mikirin apa hayo?"

"Eh eng-enggak."

"Kamu naksir aku dari kecil kan?"

"HAH?"

Can mengeluarkan selembar polaroid yang ia curi dari kamar Citra malam itu.
"Kamu selama ini, pasti diam-diam menyukaiku."[]

Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 267K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
369K 20.4K 70
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
3.6M 175K 64
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.3M 124K 60
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...