PETERCAN

By Rislin_Ridwan

1.5K 1.2K 214

🌸PETERCAN 🌸 Apa jadinya ketika crush masa kecil yang selalu Citra halukan tiba-tiba datang ke rumah untuk m... More

1.NOT A DREAM
2. ON THE NIGHT
3.LIKE A SUN
4. AKSELERASI
5. TAROT
6. KRYSTAL BALL
7. NEVERLAND
8. JEALOUS
9. PINJAM DULU SERATUS
10. TROUBLE SISTER
11. MAD
12.OH MY GIT
13.MATT DAN ZAR
14.TAMU ISTIMEWA
15.DINNER
16. SUREPRISE
17.TWO SIDE
18. ANGEL OR DEVIL
19. CLOUDY
20. ANGEL BABY
21.HELM IKAN FERMENTASI
22.GERD
23.BESIDE YOU
24.UTUH
25.TEMAN KECIL
26. POLAROID
27.PAPA DAN SAHABATNYA
28.MENJADI WANITA
29. ICE CREAM
30. I SCREAM
31. BENCANA
32. SEMBUH
33. LABRAK
34. BULLY
35. HE SAVE ME
36.CIGAR ATAU ROKOK
37.JEALOUS ME

PROLOG

185 78 37
By Rislin_Ridwan

Uhukk.. uhuk Mamaris
mau pantun nich😘

Gadis cantik berambut lebat
Suka bernyanyi di depan kaca
Cakepp!
...
Jika readers ingin bersahabat
Followlah dulu sebelum membaca
🌸

Selamat membaca adin-adinda sekalian kesayangan Mamaris

PROLOG

✨✨✨

🌸

Aku terbangun dari kasur lembut dengan seprai satin berkelir putih di atas ranjang kayu keemasan yang besar. Aku menghirup aroma manis kayu, lemon dan mint yang menyegarkan, kemudian kembali merebahkan diri di atas kasur seempuk awan, dan kutarik selimut hingga ke leher dengan nyaman.

Ceklekk!

Pengait jendela terbuka dan aku yang baru saja memejamkan mata kembali terjaga. Kulirik Nana yang terlelap di sofa ujung ranjang. Nana adalah raksasa lembut berwarna kekuningan pucat dengan corak cokelat yang menggemaskan, namun juga begitu overprotektif menjaga keluargaku.

Aku menoleh pada cermin, seorang gadis cantik berambut pirang tergerai dengan gaun tidur putih berenda dan pita di bagian dada. Ia terlihat begitu pucat dan jantungnya berdetak tak karuan ketika jendela kembali berderak. Seperti ada seseorang yang sedang berusaha mencongkelnya dari luar.

Sekelebat bayangan disertai kilauan cahaya berkelip-kelip dari balik jendela. Aku pun melangkah dengan hati-hati sambil membawa batang lilin bercabang dari kuningan yang sedikit berat.

Kilauan cahaya kembali berkelebat bersama cahaya kota yang berpendar-pendar. Aku mendekatkan wajahku ke kaca, sebuah kilat cahaya keemasan melesat ke langit biru legam bertabur bintang.

Seumur hidupku, aku belum pernah melihat bintang jatuh secara langsung, apalagi mendengar adanya bintang terbang, atau bola api terbang seperti Banaspati, Kemamang, Lampor dari Laut Selatan atau Pulung Gantung dari Gunung Kidul yang bisa mengganggu kejiwaan.

Aku menempelkan wajahku pada kaca jendela hingga nafasku menciptakan embun. Angin bertiup menerbangkan khayalan anak-anak setiap malam, mengantarnya pada setiap hal yang mereka impikan, takutkan, dan semua hal yang mereka bayangkan sebelum tidur.

Aku melihat langit seluas samudera dan milyaran bintang yang memamerkan cahaya genitnya, gumpalan awan di dekat bulan bagai pilar-pilar penyangga dan tangga menuju istana cahaya. Apakah benar-benar ada kerajaan di bulan?

Bukan, bukan alien botak berwajah tirus dengan mata seperti lalat dan suara komputer rusak yang mengisinya, tapi bidadari bergaun putih dan bersayap angsa yang senang menari balet, serta pangeran musik yang pandai bersuling Sunda, sehingga jika ia sedang iseng memainkan sulingnya, penari balet akan langsung mengganti sayap angsa dengan selendang sutera, dan menari jaipong sampai pinggulnya encok.

Aku memperhatikan pilar-pilar dan tangga bercahaya bulan, siapa tahu ada bidadari yang melempar selendangnya ke jendelaku dan mengundangku menari Jaipong, meskipun aku lebih suka tari piring.

Tapi istana Cahaya pasti tak memiliki piring, karena bidadari tidak membutuhkan makan dan minum, oleh karena itu mereka biasa saja di kala Ramadhan, tidak menungging di atas sofa sambil mengurut perut dan memelototkan mata menanti azan di TV, meskipun mereka tetap kurang setuju jika rumah makan ditutup di siang hari.

Karena bidadari dan pangeran itu ada yang bernama Made dan Christine selain Annisa dan Imran, tapi apakah mereka memiliki agama, tidak juga. Meskipun namamu semanis kurma tapi kau lebih memilih hosti, atau namamu segurih kriuk babi tapi kau membenci cacing pita, sehingga Tuhanmu menyuguhkan sapi, kambing, unta dan rusa, kau tetap berasal dari cahaya yang sama.

Nama adalah doa dari yang memproduksimu. Sama seperti Toko. Laris Manis, Depot Maju Jaya, PT.Sukses Abadi, setiap nama yang diciptakan membawa ransel harapan dan peta jika ada.

Tapi kita tak selalu mengikuti peta, terkadang kita berbelok dan menemukan tempat sendiri, sehingga yang memproduksi kita, akan sedikit merasa gagal.

Tapi tak apa, sedikit artinya tidak banyak, semua yang tidak berlebihan akan lebih cepat disembuhkan, diterima, dimaafkan atau cukup diserahkan dan dipasrahkan. Oh iya, aku kembali melihat sepintas cahaya, apakah itu bidadari Cahaya. Kalau begitu, karena istana Cahaya tidak memiliki piring, karena bidadari tak makan dan minum, aku akan meminta mereka menunggu, sementara aku mengendap-endap ke dapur lalu mencuri piring-piring kesayangan Mama.

Ketika aku sedang menikmati lamunanku, tiba-tiba seorang anak lelaki berkaus hijau dan bermata biru dengan telinga runcing seperti peri muncul di balik jendela, hingga wajah kami begitu dekat, hanya terhalang kaca.
"Hai."

"Aaa."

Aku tersentak hingga tak sengaja menjatuhkan pohon lampu yang segera membakar karpet dan membangunkan Nana. Nana berlari ke arahku dan mencoba mengejar bocah lelaki berambut karamel terang itu, dengan tubuh kurus berotot liat, ia begitu lincah menghindari Nana, anjing yang lebih senang dipanggil nama buatan keluargaku 'Nana', dibanding dipanggil anjing.

Nana pernah menggigit telinga anak tetangga karena ia memuji 'lucu sekali anjingmu' sejak itu Nana selalu menggonggong dan mencoba menyerang siapa saja yang memanggilnya anjing. Apakah kalian juga akan menggonggong dan menggigit, dan mengoyak, dan mengamuk seperti terserang rabies, jika ada yang menyebut kalian anjing?

Ia melompat dari lemari buku ke ranjang, lalu ke meja belajar dan kembali menuju jendela, sementara Nana terus menggonggong dan mengejarnya. Entah apa yang aku pikirkan, bukannya membantu Nana mengusir makhluk asing ini, aku malah berusaha mengeluarkan Nana dari dalam kamar dengan melemparkan tulang keluar, lalu mengunci pintu rapat-rapat.

Aku bersandar pada pintu dan menatap lelaki bercahaya yang kini juga sedang mengatur nafas sambil menatapku di seberang api. Ia menatapku dengan senyuman yang membius, hingga akhirnya aku sadar, jika api mulai menjilat langit-langit.

Aku meloncat-loncat panik, kuraih segelas air di sisi ranjang lalu berputar-putar kebingungan karena api semakin besar. Nana masih menggonggong di balik pintu kamarku, tubuhku mulai berkeringat karena ruangan yang begitu panas dan serangan rasa panik.

"Hai tenang," ujarnya sambil mengusap pipiku yang menangis ketakutan. Ia merangkulku ke dalam pelukannya, lalu mengangkat telapak tangannya yang mengeluarkan serbuk cahaya emas. Ia meniupkan serbuk itu yang seketika memadamkan api dan mengembalikan semua benda seperti semula.

Aku terperangah takjub, ia melepaskan rangkulannya dan tersenyum kepadaku, hingga aku merasa nyaman dan aman. Ia menuntunku duduk di sisi ranjang.

"Pangeran Cahaya?" aku penasaran dan menyentuh ujung telinganya, membuat ia bergidik geli dan menyingkirkan tanganku dengan halus.

"I'm Petercan."

Mataku terbelalak tak percaya, kubungkam mulutku dengan telapak tangan.
"Teach me how to fly, Pete."

Peter mengangguk sambil menggenggam tanganku dan melingkarkan sebelah tangannya ke pinggangku seolah mengajakku berdansa. Peter meniupkan serbuk emas di kakiku yang seketika menjadi begitu ringan, Peter membawaku melayang di tengah kamar, lalu berputar. Aku menatap matanya yang begitu indah, hidungnya yang mancung khas pahatan dunia peri dan senyumannya yang memabukkan.

Plakkk!

Aku tersentak, kukira Nana berhasil mendobrak pintu kamarku yang terganjal bangku. Ternyata aku terbangun di atas sofa, kulihat Papa dan kak Zara sedang berhadapan sambil menatap penuh kebencian.

Dimana Peter?

Kemana kamarku yang aestetik itu?

Nana pitbul raksasa?

Aku mengusap rambutku.
Kenapa rambutku jadi hitam lagi?

Aku menyentuh kaus oblong merah Betty Boop dan celana piama kebesaranku.
Kemana gaun putih berendaku?

Aku mengusap kepalaku yang terasa pusing, akibat tersentak kaget dan terbangun karena pertengkaran Papa dan Zara, dengan rasa sedih dan kosong setelah kehilangan Peter.[]


MEET THE CAST

  🌸 CITRA AURORA LAKSITA

Nickname: Cit a.k.a Auwa
Status: Siswi kelas X SMA GARUDA

Kamera mengarah pada Zara yang tengah berkutat dengan kain dan mesin jahit serta pernak pernik payet blink-blink di atas meja kamarnya yang didominasi warna putih dan merah muda.

Suara berat dan dalam khas dubber iklan kopi, mengusik ketenangan Zara.
"Hmm Zar minta waktunya bentar dong, menurut kamu, adik kamu gimana si karakternya?"

Zara menggunting benang dan menatap ke arah kamera dengan senyuman jijiknya.
"Cengeng, pelupa, waktu kecil suka gigit anak orang, suka maling di kamarku berkedok pinjam stuff, enggak bisa apa-apa, beban keluarga, kesayangan Papa."

"Kalau ada yang bilang kalian mirip tanggapan kamu gimana?"

Zara menghentakkan kakinya kesal, membuat gambar sedikit goyang karena kameraman mulai gugup.

"Enggak!"

Kameramen tersentak dan mundur beberapa langkah, Zara membuka layar ponsel dan membandingkan potret sang adik dan dirinya yang sering kali disebut mirip. Zara menggaruk dagunya dan sedikit berpikir.

"Tapi aku lebih cantik dan berprestasi."

"Tapi Cit lebih manis," kameramen ikut melirik kedua potret di layar ponsel Zara.

Zara memukul bahu kameramen dengan brutal.
"Hehhh!"

🌸ANCIKA ZARA GABRIELA

Kameraman mengetuk pintu kamar Citra, Citra mengenakan piama tidur bermasker hitam yang menutupi wajahnya.

"Cit, boleh ganggu bentar?"

"Emm tapi aku lagi belajar Ka."

"Oh ya udah kalau gitu singkat aja, menurut kamu Zara itu gimana si orangnya?"

"Kaka aku?"

Kameramen menganggukkan kameranya. Citra melepaskan masker wajahnya lalu tersenyum dengan tulus.

"Zara tu cantik banget, cerdas banget juga, meskipun dia udah tamat ni, guru-guru di sekolahku tu masih suka bangga-banggain dia di depan anak-anak," Citra bercerita sampai matanya berbinar-binar. "Tapi," senyum Zara pudar.

"Kenapa?"

Citra merundukkan wajahnya.
"Ya enggak enaknya punya Kaka kelewat sempurna itu, ya aku selalu dibanding-bandingkan."

"Loh loh jangan sedih gitu. Padahal banyak yang bilang kalian mirip loh."

Citra menyunggingkan seulas senyum.
"Hahaha siapa yang bilang?"

"Emang kamu suka kalau dibilang mirip sama Kaka kamu?"

Citra sedikit berbisik ke kamera dengan senyuman manisnya.
"To be honest. I'm kinda proud, but I swear I'll be a million times better than her."

Mengingat betapa sinisnya tatapan Zara dan ketusnya jawaban sang Kaka yang sebegitu bencinya tak mau dimiripkan dengan sang adik.

kameramen pun lebih mendukung Citra dan apapun itu cita-citanya. Meskipun mungkin sekarang pun belum ada dan masih rencana.

Hayyy
Annyeong
Tinggalin jejak dong
Salam kenal sebut nama
😘✨

Continue Reading

You'll Also Like

362K 44.6K 33
Cashel, pemuda manis yang tengah duduk di bangku kelas tiga SMA itu seringkali di sebut sebagai jenius gila. dengan ingatan fotografis dan IQ di atas...
6.1M 263K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
2.4M 142K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.3M 123K 60
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...