MUMTAZ DANURWENDHA | NEW VERS...

Per mrtangl

31.4K 1K 76

Sebenarnya, cinta itu anugerah. Bukan malapetaka. Més

1. Bintang Mumtaz Danurwendha
2. Angeline Queenza
3. Sudut Pandang Mumtaz
4. Sudut Pandang Angel
5. Pertemuan Pertama
6. Pertemuan Keluarga
7. Berangkat Pagi Bersama
8. Alhamdulillah Sah!
9. Awal Baru
10. Tentang Istimewa
11. Ibu Guru Baru
12. Pengakuan (1)
13. Ryandra Aroganel
14. Sebuah Kejadian
15. Te amo, my Angel
16. Pengakuan (2)
17. Kepingan?
18. Sebuah Pantas
20. Usman atau Mumtaz?
21. Dia?
22. Mimpi atau Pertanda?
23. Aku mual
24. Keturunan Danurwendha

19. Sebuah Episode Di Masa Lalu

833 49 4
Per mrtangl

"Menjadi yang terbaik itu sangatlah mudah, tetapi menjadi lebih baik-lah yang sukar."

-Bintang Mumtaz Danurwendha

°

°

°

-24 Januari 2021-

"Usman akan sampai ke Bandara Soekarno-Hatta nanti malam."

Uhuk! Uhuk!

Angeline tersedak camilan yang ia makan tatkala suaminya memberikan informasi akan kedatangan kakak laki-lakinya itu.

"H-hah? Abang Usman ke Indonesia? Kenapa Angel baru dikasih tahu? Kenapa enggak-"

"Supaya kamu tidak terus menunggu, Sayang." Jawab Mumtaz gemas.

"Ih, Kakak nyebelin!" Sungut Angel kesal.

"Usman akan tinggal di mansion kita selama dia di Indonesia, dia berada di Indonesia sekitar satu minggu. Dan selama empat hari pula, aku akan pergi ke Inggris." Kata Mumtaz menatap lurus istrinya yang tengah cemberut.

"H-hah? Inggris? Ih, nggak boleh ninggalin Angel!" Sahutnya dengan mata berkaca-kaca.

"Hanya empat hari, Sayang... Hm?" Mumtaz mencium lembut hidung istrinya yang memerah.

"Kakak sama Abang sekongkol ya? Abang ke Indonesia, terus Kakak pergi ke Inggris." Bebernya jengkel.

"Tidak, Sayang. Hanya sebuah kebetulan."

"Angel nggak boleh ikut ya?" Tanyanya penuh harap.

"Bukankah sebentar lagi kamu akan menghadapi ujian akhir?"

"Iya... Tapi...."

"Tapi...?" Mumtaz menunggu kelanjutan kalimat yang akan meluncur dari mulut istrinya.

"Nanti kalau Angel kangen... Gimana?" Lirihnya manja.

"Ada gadget, Sayang... Kita bisa berbicara lewat sambungan telepon, hm?"

Angel memainkan jemari tangan suaminya yang besar dengan lesu. "Iya..."

"Kakak jangan lirik cewek lain ya. Kalau ada yang genit, bilang ke Angel. Biar aku cakar-cakar wajahnya." Lontar Angel lugu membuat Mumtaz gemas.

"Iya, Sayang."

****

"ABANG!!!" Tanpa memakai alas kaki, Angel berlari menuju teras mansion untuk menyambut kedatangan sang kakak laki-laki.

Tubuh tegap Usman sedikit terhuyung ke belakang karena pelukan yang datang dari sang adik.

"Angel kangen Abang!" Angel menenggelamkan kepalanya ke dada bidang milik pria itu.

"Abang tidak merindukanmu." Sahut Usman dengan maksud bercanda.

"Ih, Abang! Abang jelek, aku nggak mau berteman sama Abang!" Ketus Angeline dengan mimik wajahnya yang cemberut melenggang masuk ke mansion.

Usman hanya menggelengkan kepalanya gemas. Angeline masih sama dengan sikap manjanya.

"Mumtaz di mansion?" Tanya Usman kepada salah satu bodyguard yang diutus oleh Mumtaz untuk menjemputnya dari bandara.

"Tuan Mumtaz tidak ada di mansion, Tuan."

****

"Aku mengganggumu?"

Mumtaz menggeleng, "Ada perlu?"

"Sepertinya kamu sibuk sekali dengan laptopmu. Apa semuanya baik-baik saja? Kata Angel, lusa kamu akan berangkat ke Inggris." Ujar Usman sembari menyesap soda yang ada di tangannya.

"Semuanya baik. Aku ke Inggris karena pekerjaan." Jawab Mumtaz tenang, berbeda dengan raut wajah pria itu yang nampak serius dengan layar laptopnya.

Usman mengangguk beberapa kali, matanya fokus ke arah luar jendela, ke arah langit malam.

"Ruang kerjamu sangat rapi, Angel pernah masuk ke sini atau merapikan tempat ini?" Tanya Usman membuka kembali topik pembicaraan.

"Tentu saja, Angel pernah masuk ke sini. Soal merapikan tempat ini, aku memiliki pelayan. Untuk apa menyuruh Angeline?" Sahut Mumtaz sekenanya.

Usman menganggukkan kepala sebagai respon. "Angeline suka bebersih, siapa tau dia ingin membersihkan atau sekadar merapikan tempat dan berkas-berkas milikmu?"

"Kamu meminta pelayan untuk membersihkan tempat ini, tetapi tidak dengan menyentuh berkasmu. Bukankah begitu?"

Mumtaz menautkan kedua alisnya curiga. Ia merasa aneh dengan arah pembicaraan dari Usman. "Tidak perlu basa-basi jika kamu memiliki maksud."

Usman tertawa kecil. "Kamu orang yang asik, Mumtaz."

Mumtaz mulai mengalihkan perhatiannya dari layar laptop ke arah Usman. "Katakan maksudmu, Usman."

"Aku ingin menebak. Di ruanganmu ini pasti ada banyak berkas mengenai perusahaan. Oh... Atau mungkin ada tambahan berkas-berkas mengenai dunia mafia-mu?" Lontar Usman santai. Matanya masih setia menyorot ke arah langit malam.

Mumtaz terkekeh. "Sejak kapan kamu tahu?" Tidak ada rasa takut ataupun terkejut darinya. Ia sudah cukup mengenal Usman, pria itu memiliki banyak bawahan dan kuasa. Tidak mungkin pria itu melepaskan adik perempuannya begitu saja untuk hidup dengan Mumtaz.

"Kamu tidak ingin bertanya tentang bagaimana aku bisa mengetahui itu?" Usman melirik sekilas ke arah Mumtaz yang masih duduk di kursi kerjanya.

"Tidak perlu. Aku hanya ingin tahu, sejak kapan kamu mengetahui itu?"

Usman mengangguk singkat, "Sudah cukup lama. Beberapa hari sebelum kamu menikah dengan Angeline, aku mendapat sinyal buruk tentangmu. Mulai dari situ aku mulai mencari tahu dan... Sekitar dua bulan usia pernikahanmu, aku mengetahui hal itu."

Mumtaz menganggukkan kepala beberapa kali. "Jadi, kamu ingin apa sekarang?"

Usman tersenyum tipis. "Tidak ada. Hanya saja, aku ingin bercerita sesuatu."

Mumtaz menaikkan sebelah alisnya, "Sepertinya menarik."

"Abang... Siapa yang membunuh Kakek?" Tanya seorang gadis kecil berusia 12 tahun kepada Usman yang tengah berusia 20 tahun.

"Hiks, hiks, jahat banget orang itu. Andaikan saja, Angel sudah besar. Angel bakalan cari dan bunuh orang itu."

Usman tersenyum. "Membunuh orang itu?"

Angel kecil mengangguk sembari mengusap pipinya yang basah.

"Kamu bersungguh-sungguh?" Tanya Usman meyakinkan.

Angel mengangguk yakin. "Aku bersungguh-sungguh."

"Mau, kah, kamu berjanji kepada Abang?" Usman mengulurkan tangan kanannya kepada adik kecil itu.

Angel menerima uluran tangan besar abangnya dengan tangannya yang kecil. "Aku-Angeline Queenza berjanji dengan sungguh-sungguh, kalau nanti sudah besar, aku akan membalas ini semua. Aku bakal bunuh orang yang udah membunuh Kakekku-Mahendra Zayn."

"Sekitar lima tahun yang lalu, ada gadis kecil berusia dua belas tahun berjanji kepadaku untuk membunuh seseorang yang telah membunuh kakeknya."

"Apa kamu tahu siapa nama kakeknya, Mumtaz?" Usman memberi jeda untuk ceritanya.

"Mahendra Zayn. Atau kerap dipanggil Tuan besar Zayn. Dia ayah dari Mahendra Zaman."

"Perlu kamu tahu, semenjak usiaku 22 tahun, semenjak itu pula aku benar-benar pulih dari traumaku akan kematian kakekku dan kakek dari gadis kecil itu. Semenjak itu juga, aku mulai menyelidiki semuanya yang telah ditutup bahkan dibersihkan oleh si pembunuh itu."

Usman dapat melihat ekspresi terkejut dari wajah Mumtaz. "Aku tahu, tidak sepenuhnya bukti, bahkan hanya sedikit bukti yang aku punya. Karena kekuasaan si pembunuh itu terlalu kuat, tetapi terlampau cukup jika bukti yang aku miliki itu aku beritahukan kepada sang gadis kecil itu-Angeline Queenza."

"Jangan pernah lakukan itu atau aku akan membunuhmu, Usman." Mata Mumtaz menggelap.

Usman tertawa kecil, ia cukup sadar bahwa kekuasaannya hanyalah setengah dari kekuasaan Mumtaz. "Kamu takut? Takut dibunuh oleh Angeline atau ditinggal pergi oleh Angeline?"

"Oh, tunggu sebentar. Aku belum selesai dengan ceritaku, aku belum menyebutkan nama si pembunuh itu."

Sebelumnya, Angeline banyak cerita kepadanya tentang banyak hal, mulai Angel dan Mumtaz yang saling mencintai hingga Mumtaz yang temperamental.

Usman yakin, Angeline pasti tidak mampu melaksanakan janjinya di masa lalu. Gadis itu terlalu mencintai Mumtaz sekarang. Dan hal yang mungkin dilakukan oleh gadis itu saat mengetahui semuanya adalah pergi jauh dari Mumtaz.

"Aku peringatkan kau, Usman. Jangan-"

"Kau pikir aku datang ke Indonesia itu hanya cuma-cuma, Mumtaz? Jika kamu berpikir begitu, kamu salah besar." Usman memotong perkataan Mumtaz dengan santai.

"Dalam kurun satu minggu, aku bisa saja membawa Angeline pergi darimu. Selamanya."

"Atau... Jika kamu memilih untuk menjawab pertanyaan yang akan aku tanyakan ini, mungkin aku bisa memikirkannya kembali." Tawar Usman dengan tenang.

Mumtaz berdecih, "Kamu bukan orang penting yang harus aku ladeni, Usman."

Usman terkekeh. "Aku adalah kakak dari istrimu, istrimu mungkin lebih percaya denganku daripada denganmu. Bukankah kamu mencintai istrimu itu?"

Mumtaz mengepalkan buku-buku jari kedua tangannya. Dalam konteks ini, ia tidak memiliki pilihan lain. Ia sudah terlanjur jatuh dalam pusara cintanya untuk Angeline, ia tidak mungkin membiarkan Usman membawa pergi sang istri.

"Katakan."

Usman tersenyum miring, matanya memicing remeh ke arah Mumtaz. "Kamu benar-benar mencintai Angel rupanya."

"Katakan selagi kau memiliki kesempatan, Usman." Geram Mumtaz tajam.

Usman tertawa kecil. "Katakan alasanmu membunuh-"

Tok! Tok! Tok!

"Kak, Angel boleh masuk?" Tanya Angeline dari balik pintu.

Usman menatap ke arah Mumtaz yang tengah menatapnya juga.

"Masuk, pintunya nggak dikunci, Sayang." Sahut Mumtaz.

"Kita lanjutkan besok." Usman bergerak menuju pintu yang pegangannya bergerak menandakan pintu itu akan segera terbuka.

"Ih, Abang ngapain di sini? Angel kira Abang udah tidur tadi." Beber Angel bingung.

Usman tak menggubris perkataan adiknya itu. Ia melenggang pergi untuk keluar dari ruang kerja Mumtaz.

"Ih, dasar nggak jelas." Gerutu Angel kesal.

"Sayang?"

Angel tersadar dari gerutuannya, senyumnya terukir dengan lebar.

Perempuan itu berlari dan duduk di atas pangkuan suaminya.

"Kerjaan Kakak udah selesai belum?" Tanya Angeline lugu dengan senyum cantiknya.

"Udah. Kenapa?" Sahut Mumtaz sembari melingkarkan lengannya ke pinggang sang istri.

"Ayo tidur! Angel udah ngantuk."

"Lihat, udah jam setengah dua belas." Telunjuk Angeline menunjuk ke arah layar jam digital yang terletak di meja kerja milik Mumtaz.

"Jangan ngantuk dulu dong, Sweetie." Rajuk Mumtaz sembari mendusel di ceruk leher istrinya.

"Ih, geli..." Angeline menggeliat di atas pangkuan suaminya.

"Jangan gerak, Sayang..." Kata Mumtaz dengan suaranya yang serak.

"Emh... Ok-okey." Angeline kembali diam dengan mimik wajahnya yang cemas. Mumtaz tersenyum kecil, perempuan itu begitu menggemaskan.

"Telat. Kamu harus tanggung jawab," Mumtaz mencium lembut bibir istrinya.

"T-tanggung... Jawab?"

"Bercinta, Sayang."

"T-tapi... Tadi malam-"

"Itu, kan, tadi malam. Sekarang aku mau lagi..."

"T-tapi..."

"Ssstt, keep calm, Baby."

(Sensor 21+)

Continua llegint

You'll Also Like

Om Varo [21+] Per Marine Cica

Literatura romàntica

632K 10K 21
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
MY ACE 21+ Per jolieThaa

Literatura romàntica

511K 1.7K 5
⚠️🔞 - dewasa ⚠️🔞- hubungan badan ⚠️🔞- toxic
Let It Flow Per Nade Aniya

Literatura romàntica

425K 30.2K 34
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
My Badboy 21++ Per Hello12

Literatura romàntica

481K 1.5K 12
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...