15. Te amo, my Angel

1.4K 48 0
                                    

"Raga ini memang tak pantas untuknya. Terima kasih telah menjadi pemenang hati dari raga tersebut."

Kenneth Alvaro

"Kamu mencintaiku, bukan? Buktikan bahwa kamu akan selalu ada untukku."

Bintang Mumtaz Danurwendha

°

°

°

 
Mumtaz menyandarkan kepalanya yang terasa berat ke tembok, hatinya berdenyut sakit disaat otaknya mengingat kondisi Angel.

"Maaf... Aku gagal, Angeline." Matanya memerah dengan air mata yang turut mengalir deras.

"Bertahanlah. Aku sangat membutuhkanmu, sangat. Ku mohon..." Mumtaz menautkan jemari kedua tangannya dengan jantung yang berdebar kencang.

"Putraku..." Liana langsung memeluk putranya yang nampak rapuh. Nafis menghubungi wanita yang berstatus ibu dari sang tuan itu untuk menemani tuannya.

"Mama..." Mumtaz merobohkan tubuhnya ke dalam pelukan sang mama. Pria itu menumpahkan segala perasaan yang tengah berkecamuk di dadanya dengan melelehkan air matanya tanpa batas.

"Angel akan baik-baik saja. Yakinlah dengan hatimu, Nak." Liana mengusap lembut rambut putranya yang lepek akan keringat.

"Boleh aku meminta ke Tuhan untuk kali ini saja, Ma? Hamba yang kotor ini boleh berdoa kepada-Nya?" Nyatanya, Mumtaz hanya melaksanakan kewajiban shalat disaat Angel mengingatnya. Jika tidak, ia tidak melakukannya.

"Tentu. Allah membuka dengan lebar pintu rahmatnya, Sayang." Liana mengecup singkat kening sang putra.

Mata Liana yang tak sengaja melirik ke bawah menangkap tangan kanan sang putra, tangan pria itu terdapat luka yang cukup dalam disertai darah yang agak mengering disekitarnya.

"Sayang...?" Air matanya menetes deras, tangan Liana yang mulai keriput menyentuh telapak tangan putranya.

"Obati dulu ya?" Pinta Liana lembut. Akan tetapi Mumtaz merespon dengan gelengan kepala sembari menarik kembali tangannya.

"Aku mau disini, Ma. Angel takut sendirian." Tolak pria itu dengan kepalanya yang tertunduk dalam, pria itu berkata lirih dengan air mata yang semakin deras membasahi pipi.

"Mumtaz, dengarkan Mama. Angel pasti sedih kalau kamu terluka. Jadi, obati dulu ya?" Bujuk Liana hangat. Hatinya teriris melihat kondisi putranya yang berantakan.

"Sebentar saja, Angel tidak akan sendirian. Kamu mau kalau Angel sedih karena kondisi kamu?"

Mumtaz menggeleng pelan. Matanya menatap luka yang terlukis ditangan kanannya itu.

"Lakukan ini untuk Angel, bukan untukmu, Mumtaz." Bujuk Liana lagi.

Mumtaz mengangkat kepalanya, merasa tertarik akan bujukan sang Mama yang satu ini.

"Apapun untuknya."

****

"Kondisinya semakin membaik. Tetapi iritasi yang ada pada saluran pernapasannya cukup mengkhawatirkan. Jangan mengajaknya berpikir ataupun melakukan hal-hal yang berat." Jelas dokter itu secara gamblang.

MUMTAZ DANURWENDHA | NEW VERSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang