“Mau kemana?” tanya Zara lembut pada Gentala dengan menahan tangannya. Acara pertunangan masih belum selesai, tapi mereka belum pulang. Zara juga tidak apa-apa jika pulang malam, selagi bersama suaminya.
“Ke Kakak, dulu.” Jawab Gentala seraya mengusap puncak kepala Zara, dia melangkah pergi saat mendapat anggukan dari istrinya.
Sedangkan Zara, dia mengambil minuman asal tanpa tahu apa yang ada di gelas kecil itu. Saat ingin meminum, sebuah tangan menahannya, membuat Zara terkejut, ia menoleh ke samping dan mendapati Ares menatapnya datar. Ares mengambil gelas kecil yang ada di tangan Zara tanpa banyak kata, dia menukarnya dengan gelas yang berisi jus mangga. Lalu memberikannya pada Zara, ekspresinya masih sama, datar. Membuat Zara gugup dan sekaligus takut.
Zara menerima gelas berisi jus mangga dari Ares, ia meneguknya hingga tandas. Ares yang melihat itu tersenyum tipis, baru saja dirinya ingin memarahi cewek itu karena mengambil minuman yang mengandung alkohol. Ares memutar-mutar gelas yang berisi wine, sambil memperhatikan Zara yang menatap kesana-kemari, cewek itu sepertinya tidak nyaman.
Ares menenggak habis winenya, dia bersandar pada penyangga sofa dan membuka kedua kakinya sedikit lebar. Sambil meletakan kedua tangan di pahanya, lalu memperhatikan wajah Zara yang cantik dari samping, tidak ini sangat cantik. Pemandangan yang sangat indah jika dirinya melihat wajah cewek itu setiap hari.
Ares menggelengkan kepalanya pelan, dia terkekeh, masih menatap wajah Zara. Jangan sampai dirimu di cap PIO Ares; Perebut istri orang, lagi-lagi ares terkekeh mengingat itu.
“Zara,” ucap Ares pelan memanggil, dengan suara seraknya. Dia menunduk sambil tersenyum tipis, lalu melirik Zara yang terkejut karena dirinya tiba-tiba mengucapkan nama cewek itu.
“O—oh?” balas Zara gugup, ia menoleh ke belakangnya dimana Ares sedang menyandar pada sofa. Dan dirinya yang sedang menyangga tubuh, dengan kedua tangan di letakkan di paha.
“Wanna dance?” ajak Ares, menatap dalam pada Zara. Sebenarnya dia tidak berniat mengucapkan itu, tapi saat dirinya melihat ke depan bagaimana semua orang menari dengan berpasangan. Tidak bermaksud apapun, hanya spontan saja.
Zara mengernyitkan dahinya, ia memberanikan diri menatap mata cowok itu. Mereka saling bertatapan dengan bisu, Zara yang membeku, dan Ares yang menatapnya datar— terkesan intens. Zara berdekhem mengerjap-ngerjapkan matanya pelan, ia beralih menatap kedepan dimana sekarang hampir sekali banyak orang yang berpasangan. Ia kembali menatap kebelakang-pada Ares, “No , thanks.” Balasnya dan melipat bibir.
Ares terkekeh pelan, dia sudah menyangka akan hal ini. Jika ia mengajak perempuan lain mungkin mereka akan menyutujuinya tanpa berpikir dua kali, berbeda dengan perempuan yang ada di depan—sampingnya ini. Menarik sekali, baru kali ini seorang Arestan Ganeswara di tolak, jika ayahnya tahu, mungkin ia akan di tertawakan yang mana malah membuatnya jengah.
Ares berdekhem sambil menaikan kedua alisnya singkat dan terkekeh kembali, ia memandang Zara dari belakang—samping. Bahkan dari sini saja cewek itu masih terlihat cantik, sungguh, jika cewek itu belum menikah dan belum mengandung atau lebih tepatnya masih lajang. Ares akan mendapatkannya dan mengurungnya di apartemennya, supaya tidak ada yang mencuri miliknya.
Ares menatap Gentala yang melangkah mendekat, ia menarik tubuhnya untuk mencondong dan bersampingan kembali dengan Zara. Ares memiringkan kepalanya kekanan—hanya untuk menghirup parfum milik Zara. Untuk di ingat, bahwa ada orang yang berhasil meluluhkan hatinya.
Gentala duduk di samping kanan Zara, sedangkan Ares di samping kirinya. Gentala tersenyum dia menyelipkan rambut istrinya, “nanti ya pulangnya, tapi kalo ngantuk bilang aja. Biar kita langsung pulang." Ujar Gentala mengusap puncak kepala Zara.
Ares melirik dengan diam, dia menuangkan wine yang ada di depan nya, di meja kecil. Memutar-mutar gelas yang berhias kristal itu sejenak, lalu meneguknya hingga tandas. Menaruh gelasnya kembali di meja, Ares menjauhkan kedua kakinya sedikit lebar, dan meletakkan kedua tangannya di pahanya. Dia melirik kesana-kemari sebelum berhenti di wajah Zara, cewek itu meliriknya. Ares tersenyum tipis, dan beranjak lalu melangkah pergi dari sana tanpa berpamitan. Bahkan Gentala pun hanya mengendikan bahu tak acuh.
_______
Gentala berdiri saat kakak sepupunya melangkah mendekat, ia tersenyum tipis. Zara melihat itu ingin beranjak berdiri tetapi bahunya di tahan oleh Gentala, cewek itu mengernyitkan dahinya bingung.
“Duduk Zara.” Ucap Gentala datar, seakan-akan perkataannya tak ingin di bantah.
Zara mengangguk patuh, mungkin karena dirinya tadi banyak berdiri dan membuat Gentala khawatir. Dia tersenyum pada Dara yang berdiri di depannya seraya tersenyum manis, kesan pertama yang di lihat oleh Zara adalah cantik. Zara sempat mengingat namanya tadi, Aldara Derlangga.
“Udah lama ya gak ketemu Ta,” kata Dara, terkekeh melihat Gentala yang memutar bola matanya malas, sebenarnya dirinya yang tidak pernah pulang dan menemui saudara-saudaranya yang lain.
“Cih, bukannya situ yang sok sibuk?” ucap Gentala ketus, dia mengaduh pelan saat pinggangnya di cubit oleh sang istri. Dan itu mengalihkan atensi Dara dari Gentala pada Zara.
“Ini—?” Dara membelalakan matanya, saat Gentala merangkul erat bahu Zara dengan tersenyum. Dia memang tidak tahu hubungan mereka, karena sedang berada di luar negeri waktu itu untuk mencapai cita-citanya; dokter.
“Istri gue.” Ucap Gentala sambil tersenyum, ia menepuk-nepuk lengan Zara yang masih dirinya rangkul.
“Hai, Kamu cantik banget.” Ujar Dara menatap kagum pada wajah Zara, cewek itu mendongak dan tersenyum kaku. Gentala mengangguk samar mengiyakan ucapan kakaknya, Zara memang cantik dengan parasnya yang putih nan ayu. Seperti bidadari yang ia ambil selendangnya untuk tidak kembali pada kayangan.
“Makasih, kak,” ucap Zara pelan, seraya membalas senyuman Dara.
“Ayo duduk dulu.” Ajak Dara dan menyuruh mereka duduk kembali, saat sedang berbincang-bincang, ketiga sepupunya yang lain datang. Oh jangan lupakan si kecil manis, Syifa.
Zara meraih tangan syifa untuk mendekatinya, dia ingin mengangkat tubuh anak kecil itu untuk duduk di pangkuannya. Tapi Gentala langsung menepis tangannya, dan beralih meraih tubuh Syifa. Zara merengut, ia kembali tersenyum saat Syifa menatapnya dengan kedipan mata. Ugh, sangat lucu.
“Kamu kok, belum tidur?” tanya Zara pelan sambil memainkan jari milik Syifa.
“Gak mau tidur dia, kalo udah rame begini mah.” Neon menjawab, cowok itu sedang menuangkan wine pada gelas kecil.
“Suka seneng kalo sama tempat yang ramai-ramai, jadi susah buat tidurnya.” Ujar Annes, dan tersenyum manis saat Zara mendongak untuk menatapnya. Zara mengangguk pelan, dia menggoyang-goyangkan jarinya yang sedang di genggam oleh Syifa.
Gentala menatap mata Zara, ia tahu cewek itu sudah mengantuk. Terlihat dari tadi matanya terus mengerjap-ngerjap, Gentala menghela nafas pelan. Melirik jam yang bertengger di tangan kirinya, dan mengangkat tubuh Syifa, menaruhnya di pangkuan Neon.
“Mau pulang?” tanya Gentala, seraya menyelipkan rambut Zara pada belakang telinga cewek itu.
“H—hah? emangnya enggak—” cewek itu belum menyelesaikan ucapannya, tapi Gentala sudah memotongnya dan menatap Dara.
“Gue pamit, mau pulang duluan.” Ucap Gentala, ia berpamitan pada sepupunya yang lain, saat mendapat anggukan dari Dara. Dan menarik tangan Zara lembut, keluar dari aula hotel. Melangkah ke arah besment dan mendorong Zara pelan masuk ke mobil, lalu mulai melajukannya sampai rumah.
Tbc
August 05, 2021
Revisi; November 07, 2021