Zara duduk di bankar menatap Gentala yang sedang mengobati lengannya, ia melihat wajah ketus Gentala. Zara menganggap bahwa tindakan Gentala hanya takut anaknya terluka, bukan dirinya.
“Apa?” tanya Gentala ketus, ia tahu Zara memperhatikannya sedari tadi.
“Makasih ... ” ucap Zara tulus.
Gentala menatapnya sebentar dan mendengus, ia tidak membalas ucapan Zara. Ia mengambil perban untuk menutupi luka bakar yang ada di lengan Zara.
“Lain kali gak usah caper.” Ujar Gentala yang masih menggunakan nada ketus.
Zara mengernyitkan dahinya, dan menatap Gentala yang sedang membereskan kotak p3k. “Maksud kamu?”
“Tuh.” Gentala mengarahkan dagunya ke lengan Zara.
“Aku ga caper, tadi adik kelas ga sengaja numpahin kuah bakso, Genta.” Balas Zara pelan.
“Sama aja.” Ucap Gentala tidak jelas.
Zara menatap Gentala dengan terkejut, kenapa sikap Gentala selalu berubah-rubah? Seolah-olah dia menyuruh Zara untuk berdebat.
“Terserah kamu.” Pasrah Zara ia beranjak dari bankar. Lebih baik dirinya pergi, dari pada nanti malah berdebat panjang dengan lelaki itu.
Tapi sebelum Zara jauh dari bankar yang ia duduki tadi, Gentala menarik tangannya kasar. Kembali kasar, tidak selembut tadi di kantin.
“Berani ya lo sama gua sekarang?!” Sentak Gentala dengan nada sedikit tinggi.
Zara terkejut, dan berusaha melepaskan cengkraman Gentala yang semakin kencang. Ia memundurkan tubuhnya, sampai mentok pada bankar di belakangnya.
“Lo lama-lama nyebelin juga ya.” Ucap Gentala dengan smirk sarkas.
“E—enggak Genta, a-aku cuma mau balik ke kelas.” Jawab Zara gugup, dirinya ketakutan sekarang.
Karena bukan sekali duakali Gentala membentaknya, dia bahkan pernah menjadi olokan semua orang hanya karena waktu itu, ia di bentak Gentala dan semua orang menganggap dirinya salah. Padahal Gentala memarahinya, cuma karena salah membeli minuman, yang dia suruh.
Gentala mendorong tubuh Zara pada bankar, lalu menindihnya. Membuat ketakutan Zara bertambah, ia tidak trauma, hanya saja cuma takut. Takut kejadian waktu itu terulang.
“Gua bakal ngelakuin itu lagi, kalo lo ngebantah Zara.” Desis cowok itu dengan seringainya.
“G-genta, i-ini di uks,” Tegur Zara sambil mendorong tubuh Gentala.
Walaupun tidak benar-benar menindihnya. Zara hanya takut dia kepergok murid-murid di sini.
“Terus kalau di rumah, lo tetep mau ngelakuin itu?” Tanya Gentala dengan nada mengejek.
“Tutup mulut kamu Genta, aku bukan cewek kaya gitu!" teriak zara membuat Gentala terkejut. Karena ia tidak pernah melihat Zara meneriakinya seperti ini.
Gentala mendekatkan wajahnya, membuat Zara spontan menahan nafas. Ia melirik bibir ranum milik Zara, kemudian menciumnya dalam.
Zara membulatkan matanya, ia memukul bahu cowok itu dan mendorongnya, tapi tentu saja Gentala lebih kuat darinya, dia tidak cukup kuat.
Gentala melepaskan ciumannya, dan mengecup sekali lagi. Kemudian beranjak, ia menatap Zara yang turun dari bankar terburu-buru.
“Aku benci sama kamu Genta!” Ucapnya menatap Gentala penuh dengan kebencian.
Gentala mematung menatap punggung Zara yang keluar dari uks, dia mengusap bibirnya yang basah. Kemudian berpikir keras mengenai dirinya akan benar-benar bertanggung jawab atau tidak.
Jam pulang sudah berakhir lima menit yang lalu, Zara berjalan ke arah parkir bersama teman-temannya. Dia akan berpisah di sana, Zara tidak ingin meropatkan kedua temannya.
“Ra, kamu ga mau bareng aku lagi?” tanya Anna dan di angguki Dhea.
“Enggak Na, aku mau naik angkutan aja. Lagi pula rumah kita gak searah, jangan sampe kamu nyuruh aku buat isiin bensin.” Ujar Zara seraya terkekeh.
“Iya juga sih, lagian nanti masa aku nganterin kamu, ngabisin bensin. Tapi kamu gamau bayar.” Ucap Anna ikut terkekeh menimpali Zara.
“Omongan lu Na, ngerasa tersindir gue,” Kata Dhea dan mendengus melihat Anna dan Zara yang malah tertawa.
“Bye ... ” Pamit Zara pada kedua temannya seraya tersenyum, lalu matanya beralih ke arah pojok parkir.
Dimana Gentala sedang menatapnya.
Zara cepat-cepat memutuskan tatapannya, dan berjalan ke arah gerbang. Perutnya kembali mual, membuat Zara menahan mati-matin untuk tidak muntah. Namun sayangnya, hal tersebut di ketahui oleh Gentala.
“Kenapa mual banget si.” Monolognya, setelah berhenti di depan gerbang sekolah—menunggu angkutan umum.
Saat ia ingin mengambil ponselnya, tiba-tiba sebuah motor berhenti di depannya. Ini tidak asing lagi, akhir-akhir ini kenapa orang ini sering mengantarkannya untuk pulang?
“Ayo.” Ucap Deo seraya tersenyum manis.
Zara menatapnya dan membalas senyuman itu, ia beralih menatap kebelakang. Ternyata Gentala masih menatapnya, dengan pandangan yang sulit di artikan. Ia naik saat Deo mengulurkan tangannya, kemudian ia memegang pinggang cowok itu. Tidak memeluk hanya memegang. Dan pergi melaju meninggalkan area sekolah, Zara tersenyum tipis, mengingat masih ada yang peduli padanya.
“Kenapa murung gitu?” tanya Deo menatap Zara di kaca motor sekilas.
“Gapapa.” Balas Zara sambil tersenyum simpul.
Deo menganggukkan kepalanya, dan memberhentikan motornya di kedai pinggir jalan. Membuat Zara bingung, apa Deo ingin makan? Tapi sekarang perut Zara masih mual walaupun sudah agak sedikit.
“Kamu laper?” tanya Zara pada Deo yang sudah mendudukkan bokongnya pada kursi sedia.
“Iya, lu juga pasti belum makan kan?” ucap Deo dan bertanya balik pada zara.
“Iya ... ” balas Zara pelan membuat Deo terkekeh pelan.
“Btw Zar, lo ada hubungan sama Gentala?” tanya Deo, seraya melirik perut Zara yang tidak biasanya. Karena Gadis itu sedari tadi memegangi perutnya.
“Enggak. Aku gak ada hubungan apa-apa sama dia.” Seraya mendudukan dirinya di kursi, karena Deo menyuruhnya untuk duduk.
“Eh gue gak seharusnya nanya ya?” Deo menggaruk pelipisnya dan meringis.
Zara menggelengkan kepalanya, “Gapapa kok, wajar. Kamu pasti kepo sama kejadian tadi di kantin kan?” Ia tersenyum.
“Iya, temen-temen gue juga pada nanya. Tapi Gentala gak ngebully lo lagi kan?”
“Enggak kok! udah enggak hehe.” Bantah Zara sambil tersenyum masam.
Deo menatap wajah Zara yang mendadak murung, dia memikirkan sesuatu. Lalu menggelengkan kepalanya, dan tersenyum manis menatap Zara.
“Oke. Kalo lo ada masalah, atau dibully lagi sama Gentala kasih tau gue ya. Biar gue yang berurusan sama dia.” Ucapnya seraya terkekeh, mengundang Zara untuk menatapnya.
Zara tersenyum pelan, lalu memandang pesanan yang baru tiba, bahkan dirinya tidak tahu kapan Deo memesannya.
“Makan ra.” Suruh Deo.
“B-buat aku?” tanya Zara terkejut. Deo menganggukan kepalanya, dan mulai menyantap makanan di ikuti Zara setelah terdiam beberapa menit.
Setelah selesai makan Deo membayarnya, dan mengajak Zara untuk pulang. Melajukan motornya dan berbincang-bincang ringan sampai rumah Zara, ia berterimakasih pada Deo yang sudah baik membelikannya makanan. Karena di rumahnya pun stok belanjaanya habis, ia akan berkerja nanti malam untuk mendapatkan uang.
July 23, 2021
Revisi; Juni 15, 2023
Note; Ada percakapan yang diganti ya. Soalnya agak sensitif.
See you! <3