Vote dan komen, selalu tinggalkan jejak kalian <3
❤️❤️❤️
•••🦋•••
Zara sedang berada di rumah sakit hari ini, menatap ayahnya yang sedang di periksa di dalam sana. Tadi ketika zara pulang sekolah dia melihat ayahnya yang terjatuh dari atas kasur. Jadi dia membawanya ke rumah sakit dengan bantuan warga setempat.
Sejak dimana Zara pulang dengan keadaan kacau, dan kakinya yang melangkah sakit. Membuat ayahnya khawatir saat itu, jika melihat dirinya saja sudah seperti itu. Bagaimana jika ayahnya tahu putrinya sudah tidak suci lagi?
Iya, Gentala dua bulan lalu saat sudah melakukan itu padanya. Dia bersikap biasa-biasa saja, dan tetap membully nya seperti biasa. Seakan-akan tidak ada kejadian di mana dia menjadi bajingan di mata Zara.
“B-bagaimana keadaan ayah saya dok?” tanya Zara saat dokter Anston yang dia ketahui namanya itu keluar, dari ruangan ayahnya di periksa.
“Maaf, nona Zara. Pak Adrian tidak bisa di selamatkan. Karena terlambat dikemarikan, itu menyebabkan penyakitnya sudah kambuh dahulu. Sekali lagi saya minta maaf, kami sudah berusaha mungkin. Tapi Tuhan berkata lain.” Ucap dokter Anston menatap Zara prihatin.
Zara terkejut matanya berkaca-kaca, kemudian dia menatap ayahnya yang sudah tidak bernafas itu.
Dia melangkah mendekati tubuh ayahnya yang sudah kaku. “A-ayah.”
Zara mengangkat tangannya dan mengusap pipi ayahnya pelan, lalu menangis terisak pilu. Mengingat dirinya sekarang sudah sendiri, tidak ada siapapun.
“A-ayah kenapa tinggalin Zara, ayah lupa sama janji ayah? ayah bilang mau nemenin aku sampe aku lulus! Ayah bohong!" ucap Zara sambil menangis histeris dan memeluk jasad ayahnya.
“Kalau ayah tinggalin aku, aku sama siapa? ngga ada siapa-siapa lagi ayah. Aku sendiri, a-aku ... ” Zara tidak sanggup melanjutkan katanya, dia menatap wajah pucat ayahnya. Dan terisak pilu.
Kemudian mundur, saat para perawat ingin membawa tubuh ayahnya yang sudah kaku. Adrian akan di kuburkan langsung hari ini, karena tidak ada yang akan mengunjungi jasadnya. Memang tidak ada sanak saudara lagi, jadi lebih baik langsung di makamkan dari pada di diamkan di sini. Kata dokter anston tadi.
-———-
Zara menatap nisan yang terdapat nama ayahnya, ‘Adrian Pratama’, ia mengusapnya seraya tersenyum pelan. Dirinya tidak boleh terus berduka ia harus ikhlas dan menjalani hari dengan biasanya.
Zara bangkit dan tidak memudarkan senyumannya “Selamat tidur pahlawanku.” Ucapnya pelan.
Melangkah kan kakinya pergi, namun baru beberapa langkah, tiba-tiba kepalanya pusing dan matanya berkunang-kunang.
Tubuhnya limbung ke samping, ia kira ia akan pingsan di sini. Tapi seorang laki-laki menangkap tubuhnya, Zara masih memiliki kesadarannya walau sedikit.
“Lo ... gapapa?” tanya lelaki di sampingnya, dia masih memegang pinggangnya.
“G—gapapa, cuma pusing.” Jawab Zara sambil mengerjap-ngerjapkan matanya, untuk menguatkan dirinya kali ini. Bahkan sekarang perutnya serasa di aduk di dalam sana. Mungkin karena belum makan dari sepulang sekolah.
“Mau gue anter?” tawar lelaki itu.
“Aku gapapa, makasih. ” Ucap Zara menolak, dan tersenyum sungkan, meyakinkan lelaki itu bahwa dirinya baik-baik saja.
Lelaki itu mengangguk dan membiarkan Zara melangkah pergi. Dia menatap punggung Zara, kemudian beralih ke arah nisan yang tadi gadis itu tatap di sana.
Zara keluar dari tempat pemakaman, dia harus cepat-cepat pulang sekarang. Sepertinya ia sakit karena tidak makan seharian ini, bahkan tadi sebelum berangkat sekolah, ia tidak sarapan karena harus hemat uang.
Ia menaiki angkot saat berhenti di depannya, dan menyandarkan tubuhnya di jendela merasakan hembusan angin yang menerpa rambut belakangnya. Menambah kesan sejuk di tengkuk dan masuk kedalam relung hatinya.
Dia turun dan mengambil uang untuk membayar, kemudian melangkah kan kakinya ke arah pintu rumahnya.
“Aku sendiri ayah ...” monolognya sambil tersenyum, dan masuk ke dalam.
Zara duduk di ruang tamu, sepi sekali rumahnya. Dulu dia memang orang yang berkecukupan, walaupun tidak kaya-kaya banget. Setelah ibunya pergi meninggalkan ayah dan dirinya, hari-harinya berubah, di tambah ayah yang sakit mungkin terlalu syok melihat kenyataan bahwa ibunya pergi dahulu di banding sang ayah.
“Kenapa kepala aku pusing banget.” Gumamnya pelan dan menekan kepalanya yang berdenyut.
“Aku masak sayur aja deh, siapa tau pusingnya ilang. Mungkin karena laper.” Lanjutnya, lalu beranjak dan pergi ke arah dapur untuk memasak.
-———-
Zara sudah menyelesaikan masakannya, tetapi, saat dirinya ingin menyantap makanan, tiba-tiba perutnya bergejolak, rasanya mual sekali.
Dia berlari ke arah wastafel dan memuntahkan cairan putih, setelah mengelap mulutnya hingga bersih, badannya luruh. Zara merasakan tidak enak pada tubuhnya, kenapa dengan dirinya?
Zara mengingat sesuatu, biasanya saat seperti ini karena haid. Tapi tidak separah ini, dan dia kembali mengingat sudah lama ternyata dia tidak mengeluarkan cairan merah itu, Zara melihat tanggal dan membulatkan matanya dirinya sudah tiga minggu tidak haid.
“A—apa ini? k-kenapa ...” Zara lagi-lagi membulatkan matanya, dia mengingat sesuatu. Zara hampir melupakan itu, kemudian dia beranjak dan mengganti baju untuk keluar.
Dia harus membeli sesuatu.
Zara ketakutan, tubuhnya gemetar, ia takut ...
“Tapi ga mungkin, sebelumnya juga aku pernah ga haid selama ini. T-tapi sebulan kurang, waktu itu.” ucapnya sambil menggigit kukunya.
“Gimana ini, aku harus beli dulu. S-siapa tau cuma sakit.” lanjutnya dan melangkah keluar, dan mengunci pintu. Kemudian pergi ke depan gang rumah ini, cukup dekat jadi dia berniat untuk jalan saja.
Zara memainkan tali tas kecilnya dengan gugup, jika benar dugaannya apa yang harus ia lakukan?
July 21, 2021
Revisi; October 14, 201