《Revealing》

682 85 11
                                    

Arjuna bangun dengan wajah yang masih nyeri hebat. Dia menginap di rumah Nino sudah dua hari ini. Tentu saja dia mendapat bogeman mentah dari Nino setelah mengetahui apa yang sudah terjadi. Hingga sebuah notifikasi dari ponsel menyadarkannya.

Setelah dilihat, ratusan panggilan datang dari suster Dian. Sudah bisa dipastikan itu adalah mengenai Paula. Sungguh, Arjuna tidak berselera mengurus soal Paula. Karena Laras saja belum bisa dia temukan.

Tadi malam mereka sudah mencari Laras lagi. Meskipun pemuda itu masih sangat marah, tapi dia tetap membantu Arjuna.

Namun, sepertinya sogokan Hana sangat berguna. Karena sampai hari ini lokasi Laras masih belum ditemukan. Hal itu memicu kepala sekolah memanggil Intan dan juga orang tua Nino karena mereka sudah bolos tanpa keterangan apa pun.

Jika Intan harus jujur, dia sudah tahu segalanya. Hanya saja dia masih diam, menunggu anak bungsunya itu mengakui dosanya. Dan mengembalikan seadaan seperti semula. Sebelum terjadi sesuatu yang lebih buruk lagi.

•••••••

"Kak, kok sendirian ke sini?" tanya Saras saat baru saja pulang dari bandara mengantarkan Arjuna dan Paula.

Wajah Intan sudah sangat memerah menahan amarah. "Di mana Arjuna?" tanyanya balik dengan tatapan tajam nan dingin.

Saras terkekeh. "Kok jadi nanya aku? Aku mana tau, Kak."

PLAK!

"JANGAN PIKIR KARENA KAU HAMIL AKU GAK BISA KERAS PADAMU!" pekik Intan terlihat sangat marah. Tamparannya begitu keras sampai terceplak merah berbentuk telapak tangan Intan.

Saras menahan nyeri di pipinya. Kemudian membalas Intan, "Kenapa? Dia 'kan anak angkatmu juga. Kau pikir aku mau mengurus anak penyakitan itu hah? Aku melakukannya karena dia ada untungnya. Makasih loh, Kak, udah bantu aku buat balas dendam haha."

PLAK!

Sekali lagi. Tamparan Intan mendarat bebas. Kali ini sampai membuat sudut bibir Saras berdarah.

"Tamparanmu gak akan kembaliin keadaan. Aku udah berhasil membuat pemecah belah rumah tangga anakmu pulang. Tunggu saja semuanya hancur."

Intan tercengang mendengarnya. "Sedendam itu kau padaku dan Amara sampai kau melakukan ini semua?!"

Saras tertawa sinis, kemudian berjalan mendekati Intan. Mengusap bahu wanita itu dua kali bak menghempas debu. "Aku sudah berjuang keras untuk mendapatkan kembali apa yang memang menjadi milikku. Jadi, aku gak peduli mau kau itu kakak kandungku atau bukan. Aku tetap mempertahankannya dan akan menyingkirkan kalian yang berusaha menghancurkannya!"

Intan pun tak mau kalah. Dia maju sambil mendorong bahu Saras dengan telunjuknya. "Dasar, bodoh,kau pikir Bisma benar-benar mencintaimu? Wanita murahan yang menggoda suami-suami orang. Memalukan."

Tangan Saras mengepal kuat. Hinaan Intan berhasil meracuni emosinya. "Kau tidak tau apa-apa. Jadi tutup mulutmu!"

Kini giliran Intan tertawa sinis. "Asal kau tau, istri siri tidak akan mendapatkan apa-apa. Kau hanya pemuas nafsunya saja sampai waktunya dia memberikan seluruh hartanya pada anak kandungnya."

"Manusia boleh bermimpi setinggi-tingginya, terkecuali kau. Karena kau bukan manusia."



•••••••


Intan menghela napas panjang. Dia pun segera turun dari mobil. Dengan menenteng tas mahalnya, wanita itu berjalan anggun di kawal penjaga rumah hingga masuk ke dalam.

Saat masuk, ternyata beberapa asisten yang sudah dia rumahkan kemarin telah kembali. "Ke mana dia?" tanya Intan dengan wajah dingin.

"Ke rumah sakit, Nyonya. Tapi kalau lihat mobil Nyonya pasti dia pergi," jawab sang asisten.

The CEO Stole My Bra! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang