《Shocking》

672 80 7
                                    

Saat tengah malam dan Laras masih setia menunggu kepulangan Arjuna di depan televisi. Dia sudah tertidur lima kali saking bosannya. Bahkan Hana yang tadi dia minta untuk menemaninya sudah pulang karena pun besok harus ke kantor.

Laras selonjoran di sofa dengan telapak tangan menjadi bantal. Posisi seperti ini akan membuat tubuhnya pegal-pegal esok pagi.

Ternyata, selain mengurus Arjuna, menunggu kepulangannya harus dengan kesabaran ekstra. Sampai pagi menjelang belum juga muncul batang hidung suami kecilnya itu.

Baiklah, Laras menyerah. Dia akan pergi ke kantor saja. Kalau mengambil cuti dan tetap menunggu Arjuna sama saja memulai perang dengan Jaden.

Laras bangkit dengan tubuh nyeri di sana-sini. Sudah dibilang, posisi itu akan membuat sakit saat bangun. Dia pun masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri.

Setelah puluhan menit berkutat membersihkan dan merias wajah, Laras menghampiri meja kerja dan memasukkan dokumen yang diperlukan untuk dia bawa. Lalu keluar menuju garasi untuk mengambil motornya.

Laras memanaskannya selama beberapa menit, kemudian melaju ke kantor setelah memastikan rumah terkunci. Sampai dirinya sendiri tak sadar kalau dia berpapasan dengan Arjuna, iya, itu karena Arjuna naik taksi.

Sesampainya di kantor, Laras bersikap seperti biasa dengan Jaden. Tunduk layaknya atasan dan bawahan. Ya, memang harus profesional meskipun kemarin terjadi hal yang tidak mengenakan.

Saat Laras masuk membawa berkas untuk Jaden, pria itu malah serius menatapnya. Tidak menggubris berkas yang dia bawa sama sekali. "Yakin kamu?"

Alis Laras tertaut. "Maksudnya, Pak?"

"Yakin gak mau percaya sama saya? Daripada kamu, saya lebih kenal adik saya itu."

Wah, mulai lagi. Jaden ini tidak bosan, ya, merecoki Laras? Padahal sudah susah payah dirinya mencoba untuk melupakan kalimat demi kalimat buruk yang diucapkannya kemarin.

"Pak, sepertinya pembahasan itu gak cocok dibicaran di si-"

"Dia gak pulang, kan? Ayolah, Ras. Percaya sama saya sekali aja. Kamu gak akan kecewa dan sakit hati. Anak itu bisanya buat orang lain kecewa!"

Laras memejamkan matanya, mencoba bersabar dan tidak terkontaminasi oleh hasutan Jaden yang memang belum dia ketahui benar atau salah. "Pak, urusan hati itu biar jadi urusan saya aja, ya?"

Jaden menghela napas pasrah. "Ya, sudah. Saya cuma mau ingatkan kamu aja. Ya, paling nanti pas pulang kamu liat sesuatu yang bikin kamu syok."

"Bapak mau coba mendoktrin saya?"

Jaden menggeleng acuh. "Terserah mau anggap gimana. Yang penting saya udah kasih tau kamu. Dia mau terima pernikahan kalian karena kamu mengingatkan dia sama sosok yang sekarang dilarang buat ketemu sama dia."

Laras lagi-lagi mencoba untuk bersabar. Tidak pantas rasanya memaki bos di pagi hari yang cerah ini. "Pak, berkasnya bisa saya ambil?" tanya Laras penuh penekanan.

Jaden segera menandatanganinya dan memberikannya lagi pada Laras. Dengan cepat Laras mengambilnya dan berbalik keluar ruangan.

"Sumpah demi Tuhan saya gak bohong, Ras. Dengerin kata-kata saya sebelum kamu menyesal."

Laras tetap meneruskan langkahnya keluar tanpa mempedulikan ucapan Jaden yang sebenarnya sudah menghantuinya sejak kemarin. Karena Arjuna tidak pulang, rasa ingin mempercayai Jaden malah meningkat.

Ya, ampun! Dosa tidak percaya sama suami sendiri. Akan tetapi, tingkah Arjuna membuatnya harus curiga. Lagian, anak itu ke mana coba? Masa iya seharian pergi dan belum pulang tanpa membawa apa pun?

The CEO Stole My Bra! ✓Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon