13

45 1 0
                                    

Ayra pov

Aku bingung harus bagaimana disaat seperti ini aku tak mungkin menjawab tidak atau menjawab iya.

Apakah aku harus menikah dengan yonggi agar yongyu mau oprasi seperti permintaan bocah 4 tahun yang tengah mengidap tumor jinak yang masih bisa disembuhkan dengan oprasi.

"Kau tak perlu terlalu memikirkannya" ujar yonggi yang tengah duduk disamping ayra berdua di depan ruang rawat.

"Aku sudah menganggap yongyu seperti anakku sendiri aku tak mungkin membiarkan dia menahan rasa sakitnya terus"

Yonggi terkekeh pelan.

"Sepertinya kau sudah cocok menjadi seorang ibu"

Ayra mendengus sebal ia mencium bau menyebalkan dari pria dingin disebelahnya itu.

"Aku kan memang seorang ibu!" Tandas ayra kesal.

——————————————

"Ka..kau jangan bercanda ra"ujar pria tengah menahan getaran didadanya.

"Apa pedulimu tae?" Tanya aera cuek.

"Dia anakku juga ra darah dagingku!" Bentak tae tersulut emosi.

"Owh kau mengangapnya anakmu juga aku pikir kau hanya menganggap anak hasil selingkuhanmu saja?" Tanya ayra santai.

"JANGAN KAU BAWA-BAWA TIFFANY DALAM MASALAH KITA!"bentak tae keras.

"Itu masalahmu saja bukan masalah kita lagi pula aku bahagia dengan gugurnya anakmu karna setidaknya aku tak perlu membesarkan anak hasil hubungan terlarang kita"

Ya ayra membohongi tae bahwa kecelakaan itu membuat anak yang dikandungnya keguguran.

Bukan tanpa alasan ayra bersikap buruk pada orang yang masih bersetatus suaminya itu ia kecewa karna tae ke ruma sakit bukan karna ingin menjenguk dia tapi 'kebetulan' berpapasan saat tae mengantar tiffany mengecek kandungannya.

Brengsek memang padahal sudah dua hari ayra di rumah sakit dan ayra yakin 100% tae tau info kecelakaanya.

Mata tae menatap nyanlang ayra dengan tangan mengepal kuat.

"Kau jaga bicaramu kau pikir kau siapa kau bukan apa-apa bagiku kalau dulu tak ada janin di perutmu aku tak mungkin sudi menikahimu!"

"Menikahi gadis penjual kue anak petani miskin sepertimu dan karna kau akhir-akhir ini aku harus hidup miskin!!!" Kata-kata itu keluar dari mulut tae tanpa beban.

Ayra tersenyum miris akan kenyataan itu ternyata selama ini segalanya hanya topeng.

"Aku akan segera urus perceraian kita karna tak ada lagi penghalang kan?" Tanya ayra mencoba kuat.

"Terserah" jawab tae lalu pergi dengan membanting keras pintu kamar rawat ayra.

'Kemana taehyung yang lembut dengan segala perhatiannya?'

Seorang pria dengan wajah datarnya masuk dengan mengendong bayi dipelukkanya menghampiri ayra.

"Yoon kau apakan putraku sampi menangis!" Ujar ayra bar-bar.

Sifat ayra akan berubah menjadi bar-bar ketika berdekatan dengan pria datar yang menyebalkan itu.

Umur mereka yang sedikit berjarak membuat ayra merasa terjaga oleh pria dingin itu.

Bisa dibilang yonggi sudah om-om walau umurnya baru 27 tahun sendang dirinya baru menginjak 20 tahun.

Bukan om-om lagi tapi sudah bapak-bapak.

"Salahkan anakmu yang menangis!" Ujar yonggi tak mau disalahkan.

"Sini dasar kau tak bisa diandalkan"

"Aku kan bukan seorang penitipan bayi" ujar yonggi duduk di sofa.

"Dasar!" Dengus ayra lalu menimang-nimang anaknya.

Akhir-akhir ini memang yonggi dan ayra sudah mulai dekat walau pasti akan bertengkar.

"Dia sudah 2 hari lahir dan kau belum memberinya nama?" Tanya yonggi tanpa menatap ayra justru sibuk dengan hpnya.

"Emm aku belum terpikirkan nama yang cocok" ujar ayra berpikir.

"Min jay-yoong saja" ujar yonggi matap.

"Ah kau romantia sekali sampai memberikan margamu pada anakku" goda ayra.

"Aku hanya rafleks"

"Tapi baik lah aku trima saranmu sekarang namamu adalah jay-young saja" ujar ayra girang membuat yonggi mendengus dan keluar tanpa mengucapkan apapun.

※※※

RegretWhere stories live. Discover now