21:: Bertengkar.

20K 5K 420
                                    

"Jangan temuin aku! Aku marah sama kamu!

*****

Tanpa memperdulikan seruan-seruan dari Arsyad, Khalid terus saja melangkahkan kakinya tergesa-gesa ke arah gedung fakultas ekonomi. Ia muak! Geram! Kesal dan kecewa dengan ayahnya.

Satu hal yang ingin ia lakukan saat ini; menemui kekasihnya. Melepaskan sedihnya dengan bersandar di bahu gadis itu. Namun, sudah cukup lama ia berkeliling di sekitar kelas Rani, tapi wujudnya belum terlihat.

Pandangan orang dengan Khalid seketika berubah takut. Baru beberapa menit setelah Khalid keluar dari ruangan dosen tadi, ternyata kabar perihal status dirinya sebagai putra pemilik yayasan itu sudah tersebar luas. Para mahasiswi yang mengangumi Khalid semakin dibuat ketar-ketir, apalagi dengan wajah tegasnya, ditambah rambut acak-acakan dengan sedikit bulir keringat membasahi dahi, Khalid semakin dipuja.

Khalid berdiri berkacak pinggang, menyapu pandangannya ke sekitar. Tak ada Rani di manapun.

"Eh, lo liat Rani, nggak?" tanya Khalid pada salah seorang mahasiswa yang melewatinya.

"Udah pulang. Udah nggak ada mata kuliah lagi," jawab mahasiswa tersebut.

Setelah mendengar itu, tanpa menunggu lagi, Khalid menuju parkiran motornya dan langsung tancap gas menuju rumah Rani, berharap kekasihnya itu ada di sana.

Dalam perjalanan, Khalid benar-benar tidak fokus. Di sisi lain, ia memikirkan sikap ayahnya yang bahkan tidak memihaknya sama sekali. Berikut ia memikirkan Rani yang tiba-tiba acuh dengan keadaannya.

Terlalu larut dalam genangan rasa sedihnya, Khalid sampai kehilangan fokus mengendarai motornya hingga tak sadar ada sebuah motor yang berbelok dari arah persimpangan. Segera ia rem dan memelankan laju motornya. Akibat mengerem terlalu mendadak, Khalid tak mampu menyeimbangkan arah motornya dan berakhirlah ia ambruk di aspal.

Rintihan kecil berhasil lolos tanpa sadar. Untungnya, tubuhnya tidak terlalu jauh terseret dan ia masih sadarkan diri. Luka gesek pada tangannya mengeluarkan darah, serta ada lebam yang langsung terlihat jelas di bagian dagunya. Khalid bangkit, berusaha duduk dan menetralkan penglihatannya yang berkunang-kunang.

Naasnya, bahkan di situasi seperti ini pun, tak ada warga yang melihatnya. Pun, pengendara lain tetap berlalu lalang. Tak ingin meratapi luka dan kemalangannya, Khalid berusaha berdiri sendiri. Mengusap celananya yang sedikit kotor. Barulah beberapa warga yang melihat datang untuk membantu.

"Kamu nggak apa-apa, Dek?" tanya bapak-bapak yang menghampiri.

Khalid menggeleng kuat. "Nggak apa-apa, Pak," jawabnya.

"Mau saya antar ke puskesmas, Dek? Dekat kok. Diobatin dulu lukanya," tawar bapak bertubuh tambun itu.

Khalid mengibaskan tangannya pertanda menolak ajakan tersebut. Setelah motornya kembali berdiri berkat bantuan orang-orang, Khalid berpamitan dan melanjutkan perjalanannya.

Terpaan angin jalanan membuat luka-luka Khalid menjadi perih. Belum lagi luka tonjokan hasil pertengkarannya dengan Aksara tadi. Itu cukup untuk membuat rahangnya sakit ketika berbicara.

Sampailah ia di rumah tujuan. Rumah Rani tampak sepi dan semua pintu dan jendela tertutup. Meski begitu, Khalid tetap mencoba untuk mengetuk pintu.

"Assalamualaikum, Bunda!"

Tak ada sahutan. Khalid kembali mencoba dengan meneriakkan nama Rani. Nihil! Pintu tak kunjung dibuka padahal Khalid sempat mendengar suara-suara dari dalam.

"Ran, kamu ada di dalam?" tanya Khalid menempelkan telinganya di daun pintu.

"Mau apa kamu ke sini?" tanya Rani dengan nada marah.

Pemulung; Penggombal Ulung (Terbit)Onde histórias criam vida. Descubra agora