12:: Surat

22.3K 5.5K 880
                                    

"Sabun colek."

*****

Koridor kampus masih sepi di awal pagi ini, seorang perempuan dengan tas besar berjalan malas menuju kelasnya. Tidak bersemangat daripada hari biasanya, seperti ada yang kurang dua hari belakangan ini.

Kalau biasanya, ia akan dibuat muak dengan gombalan Khalid, sekarang ia justru memikirkan laki-laki konyol itu yang sejak tadi seenaknya saja menari di pikirannya. Tidak! Rani tidak rindu. Dia hanya merasa ada yang kurang dari hidupnya.

"Muka kok kusut amat, kayak habis kejepit ketek." Bukannya menyapa, Sekar justru mencibir Rani ketika perempuan itu sudah masuk ke kelasnya.

Rani hanya mencebikkan bibirnya cuek, ia lebih memilih duduk dan langsung menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya.

"Masa baru jadian, muka kusut begitu? Bang Khalid gimana orangnya, Ran?" tanya Sekar, menggeser kursinya agar lebih dekat dengan Rani.

"Tau dari mana gue pacaran sama Khalid?" Rani balik bertanya tanpa mengangkat wajahnya.

"Semua orang udah tau kali! Khalid sendiri yang umumin di parkiran 2 hari yang lalu." Rani bergumam pelan mendengar penuturan Sekar yang semangat. "Kok bisa sih lo jadian sama Bang Khalid? Bukannya lo benci banget yah karena dia suka gombal?"

Rani terdiam sejenak. Pertanyaan Sekar juga mewakili perasaannya. Jika diingat-ingat lagi, Rani bisa saja menolak meski ia dijebak malam itu, sebab ia tidak sengaja memilih pilihan setuju dan berakhirlah mereka sekarang sebagai status pacaran. Kendati demikian, Rani tidak menolak jika Khalid telah mengumumkan dirinya sebagai pacarnya. Alih-alih menjawab pertanyaan Sekar, Rani justru memalingkan wajahnya ke arah pintu kelas.

Dari arah pintu, Arsyad berjalan menghampiri. "Selamat pagi Ran," sapanya berdiri menjulang di hadapan Rani.

Rani bergumam pelan lalu menjawab sekenanya, "Pagi."

"Selamat pagi belahan jiwaku, separuh napasku, jodohku sekaligus calon ibu dari anak-anakku kelak," kata Arsyad tanpa intonasi.

"Apa sih Syad?" Pertanyaan Sekar sekaligus mewakili pertanyaan Rani yang mengerutkan keningnya bingung.

"Itu titipan ucapan dari Bang Khalid. Katanya, dia lagi sariawan gara-gara nggak ngucapin selamat pagi ke Rani," jawab Arsyad malas. Jika bukan karena diberi amanah untuk menyampaikan itu, Arsyad tidak akan mengeluarkan kata-kata khas Khalid yang menurutnya sangat memuakkan.

"Emang dia kemana?" tanya Rani. Kali ini ia menegakkan duduknya, penasaran dengan keberadaan Khalid yang seperti menghilang.

"Kemarin-kemarin dia sibuk, hari ini dia nggak bisa jemput lo karena dia ada tugas sama Bang Kaisar. Sore nanti, dia harus latihan futsal juga," pungkas Arsyad. Lalu laki-laki penurut itu merogoh tasnya dan mengeluarkan amplop putih berisi surat.

"Nih, dari Bang Khalid. Katanya, jangan dibuka sebelum magrib atau kesialan akan menimpa lo," kata Arsyad menyerahkan surat titipan Khalid.

Rani menerima surat itu, memerhatikan setiap sudut surat tersebut yang sepertinya di lem menggunakan nasi. Ia geleng-geleng kepala lalu memasukkannya ke dalam tas.

"Kayaknya, seru banget yah punya pacar kayak Bang Khalid. Tiap hari pasti ketawa mulu sama tingkah konyolnya." Rani yang mendengar gumaman Sekar tanpa sadar menyunggingkan senyum tipis.

*****

"Ran!"

Merasa dipanggil dari arah belakang, Rani membalikkan tubuhnya yang berdiri di tepi jalan. Matanya menangkap sosok laki-laki berjaket kulit berlari ke arahnya.

Pemulung; Penggombal Ulung (Terbit)Where stories live. Discover now