22:: 10 tahun yang lalu

19.5K 5.1K 803
                                    

"Beliin minyak!"

*****

"Bang, kampus udah mau tutup nih." Arsyad memperingati untuk ke sekian kalinya.

Sejak pulang dari rumah Rani, tempat berlabuhnya tujuan Khalid setelah lama berjalan tanpa arah adalah sekretariat organisasi kepengurusan kampus. Mengunci pintu dari dalam lalu membaringkan tubuhnya di matras yang tersedia.

Sudah jam 8 malam, dan Khalid masih betah menatap langit-langit ruangan dengan tatapan kosong. Pikirannya jauh tenggelam pada ingatan masa lalu. Ia masih ingat dengan jelas, dahulu, ketika Khalid ada acara penting di sekolah, ayahnya tidak pernah datang menemani. Pengambilan raport pun tak pernah diwakilkan. Relasi yang kuat dengan pihak sekolah selalu menjadi solusi.

Dulu Khalid sempat bersekolah di sekolah dasar yang sama dengan Aksara. Lalu ketika memasuki kelas 5 SD, Khalid terpaksa pindah karena ayahnya harus mencari tempat tinggal yang dekat dengan kampus.

Khalid tiba-tiba teringat pada satu kejadian, dimana ia dan teman-teman sekelasnya berkumpul di hari pertama masuk sekolah setelah libur semester. Saat itu, Khalid memang sudah nakal dan usil. Aksara tidak suka berteman dengan Khalid karena dia sering kali dipuja oleh teman-temannya karena selalu berhasil membuat orang sekelilingnya tertawa. Dan Aksara tidak suka jika hanya Khalid yang mendapat perhatian orang-orang.

10 tahun yang lalu....

"Aku dimarahi habis-habisan sama Mamaku, karena nilaiku turun," sahut salah satu teman Khalid dengan raut sedih.

"Aku juga. Tidak boleh main kalau belum belajar. Aku benci ibuku," timpal yang lain.

"Iya, aku juga dimarahi karena peringkatku turun." Aksara turut menanggapi.

Khalid yang mendengar itu tertawa kecil. "Untung nggak punya mama."

Semua teman-teman Khalid yang duduk bersamanya kala itu berbalik, menatapnya heran. "Kamu berdosa bilang kayak gitu," tegur salah satu dari mereka.

Khalid termangu. "Bukannya aku beruntung, yah? Kalau aku punya mama, mungkin nasibku akan lebih buruk karena dapat peringkat terakhir."

Aksara tertawa remeh lalu berbisik pada temannya yang lain, "Kalian tau nggak tentang pelacur?" Teman Aksara menggeleng. "Dengar-dengar nih, kalau anak yang nggak punya ibu, mungkin dia anak pelacur," tukas Aksara.

Setelah berbisik-bisik seperti itu, mereka mengangguk-angguk kecil meski tidak paham arti sesungguhnya. Aksara pun menoleh pada Khalid yang ikut penasaran dengan hal yang mereka bicarakan.

"Kamu anak pelacur yah?" tanya Aksara.

"Pelacur?" Khalid tampak bingung. Tidak mengerti. "Mungkin," jawabnya ragu sambil mengangkat bahunya.

"Tuh, kan! Pantas aja selama ini nggak pernah kelihatan orang tuanya," ucap Aksara memandangi Khalid, miris.

Suara ketukan dari pintu kembali membuat Khalid tersadar dari lamunannya. Ia menoleh ke arah pintu dimana Arsyad mengetuk untuk ke sekian kalinya.

"Bang, lo nggak mau pulang?" tanya Arsyad.

"Pulang aja, Syad. Gue mau nginap di sini."

"Nggak pulang ke kontrakan Abang aja?"

"Nggak mau. Gue lagi pengen di sini aja. Gue mau menghilang dulu, siapa tau dengan cara gini ada yang peduli sama gue," jawab Khalid lemah.

Arsyad menarik napas dalam. Lalu duduk melantai bersandar di pintu tersebut. "Ya udah, gue temenin lo di sini, Bang. Kalau butuh sesuatu, bilang aja," kata Arsyad memutuskan untuk tetap tinggal meski sebagian lampu sudah di padamkan.

Pemulung; Penggombal Ulung (Terbit)Where stories live. Discover now