08:: Kekuatan merebut hati camer

23.3K 6K 1.3K
                                    

"Kalau anak-anak kita udah makan, belum?"

*****

Rani duduk melantai, melipat cucian kering yang sudah hampir selesai. Ia berdiri untuk menaruh pakaian yang sudah rapi di dalam lemari.

Rani berjalan ke kamarnya, mengambil tumpukan buku dan catatannya untuk mengerjakan tugas. Abah dan ibunya sedang menonton serial drama kolosal di TV.

Cukup lama Rani terhanyut dan bergelut dengan tugas, perempuan itu bangkit dan menuju dapur untuk meneguk air. Suara motor yang berhenti di depan rumahnya membuat Rani penasaran dan mengintip dari jendela.

Rani menyipitkan matanya karena tidak mengenali sosok laki-laki yang singgah di rumahnya itu.

"Ran, tolong bukain pintunya dong! Abah sama Ibu nggak bisa, belum iklan ini," teriak Abah dari ruang tengah.

Perempuan itu menurut dan berjalan melewati kedua orang tuanya yang duduk berdempetan menonton TV penuh hayat.

"Assalamualaikum ya ukhti," salam tamu tersebut ketika Rani baru saja membuka pintu.

Rani geleng-geleng kepala melihat penampilan Khalid yang berbusana gamis panjang dengan sorban di kepalanya. Tak habis pikir dengan jalan pikiran Khalid yang bertamu malam-malam dengan pakaian seperti itu.

"Mau ngapain sih?"

"Perkenalkan, saya tamu yang diutus dari negeri Jiran. Ingin bertemu dengan ayahanda. Adakah ayahanda di dalam wahai adinda?" kata Khalid penuh sandiwara.

"Wahai laki-laki bersorban cokelat, dimana kah onta yang kau tunggangi?" balas Rani malas namun tak sadar ikut mendramatisir sandiwara Khalid.

"Sesungguhnya, saya telah dikaruniai Tuhan, bisa menyulap unta menjadi bebek, lalu ketika melewati negara Jepang, bebek itu dimodifikasi menjadi motor. Dan jadilah, saya menunggangi bluduk hingga sampai di rumah adinda," balas Khalid tak kehabisan akal untuk menjawab pertanyaan Rani.

Rani tertawa kecil mendengar jawaban Khalid yang sangat konyol.

"Jadi, bolehkah musafir ini masuk menemui ayahanda?" tanya Khalid membuat Rani semakin tertawa geli dengan bahasa Khalid.

"Masuk deh. Gue panggilin dulu."

Khalid membuka sendal jepitnya, lalu masuk dengan menenteng sebuah kantong plastik berwarna hitam.

"Duduk du--" Rani tidak meneruskan kalimatnya karena Khalid ternyata sudah duduk dan mencari posisi nyaman.

Rani menghampiri abahnya lalu berbisik pelan di telinganya, "Ada Khalid. Dia nyariin Abah."

Abah menoleh sekilas lalu lanjut menonton. "Mau ngapain?"

"Nggak tau juga. Samperin gih, Bah."

"Aduh, lagi asyik-asyiknya nih," keluh Abah.

"Udah, Bah. Samperin dulu tamunya. Nanti Rani beliin kaset Roma Irama deh!"

Tanpa sepatah kata lagi, Abah beranjak dari duduknya ketika mendengar penawaran menarik dari putrinya.

"Eh, Lid? Dari mana?" tanya Abah yang lantas disambut uluran salam dari Khalid.

"Dari umroh, Bah," jawab Khalid asal.

"Wah, cepet amat. Perasaan baru kemarin kita ketemu," canda Abah.

"Iya, Bah." Khalid menyodorkan kantong plastik bawaannya ke arah Abah. "Oleh-oleh dari Arab," kata Khalid menyengir lebar.

Abah menyambutnya antusias lalu dengan segera membuka bungkusan tersebut. "Oalah, martabak ini mah."

"Hehe, iya Bah. Martabak Kangcut dijamin enak! Mantap pol!" kata Khalid semangat mengacungkan jempolnya ke udara.

Pemulung; Penggombal Ulung (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang