1: Sidang dan Pengungkapan

2K 249 109
                                    

"Kenapa kita mempertahankan warisan penjajah?" Ava membiarkan suaranya menggema di Aula Utama Balairung Majelis Agung

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kenapa kita mempertahankan warisan penjajah?" Ava membiarkan suaranya menggema di Aula Utama Balairung Majelis Agung.

Pengeras suara dihadapannya tidak membantu, benda itu mengeluarkan derik-derik aneh yang memutus setiap kalimat Ava. Pada kondisinya yang baik sekalipun, volume suara yang dihasilkan tidak cukup nyaring untuk didengar anggota majelis.

"Kasta tidak pernah dibedakan hak-haknya, semuanya selalu berdasarkan tugas dan peran sosial, adat dan keagamaan. Kasta tidak pernah soal hierarki, tidak ada yang lebih tinggi dari yang lain. Tradisi Shangkara dimanipulasi agar menarik simpati pada pelaku. Elisian memberikan hak-hak istimewa, bertujuan memecah belah dan memastikan keberpihakan bangsawan pada mereka."

Mata Ava memirsa hadirin sidang yang duduk di kursi masing-masing. Mereka mengenakan seragam yang sama, baju safari berwarna hitam, ditemani pin keanggotaan tersemat di bagian dada sebelah kanan. Sebagian besar anggota adalah laki-laki, hanya ada lima puluh orang anggota perempuan yang duduk menyebar, kebaya putih yang menjadi seragam mereka membuat penampilan menjadi mencolok.

"Narasimha, menciptakan daya rohani pada manusia. Pengabdian mereka ada pada bidang kerohanian, keagamaan. Simha pengabdiannya ada pada bidang kepemimpinan, keperwiraan dan pertahanan keamanan. Hara punya titik utama bertugas dalam bidang kesejahteraan masyarakat. Dan Thaka? Mereka bertugas di ketenagakerjaan, membantu tugas-tugas kasta yang lain. Mereka bukan budak.

"Babad Kasta memberikan makna lain pada kasta. Babad Kasta mengukuhkan konsep kasta sebagai fondasi prinisipil masyarakat serta memberikan hierarki kasta yang tak pernah ada. Sekarang, kasta dlengkapi hak istimewa dan hubungan antar kasta juga diatur. Bukan hanya di bidang ekonomi dan pendidikan, hak istimewa ini dibawa sampai urusan adat, keagamaan dan sosial." Ava menarik nafas dalam. "Mereka memberikan kekuasaan lebih dari yang seharusnya, bahkan mengabsahkannya, menjadikannya sesuatu yang absolut."

Tanah di bawah kaki Ava bergetar. Dia berdiri di balik mimbar, mencengkram tepiannya dengan erat.

Tenang, tarik nafas, pusatkan pikiran, energi. Ingat nasihat Kalki, nafas mengalir ke seluruh rongga. Mengantar energi pelan-pelan.

Matanya menemukan sosok Gada di sisi kanan Aula Utama, pria tua itu mengangguk memberi dukungan.

"Hak istimewa macam apa, Avattara?" seorang anggota majelis bertanya.

Ava menyipitkan mata pada sumber suara, ia mencoba membaca papan nama di meja si anggota. Kindama Adiga Narasimha.

"Akses ke Kitab Utama, salah satu contohnya. Hanya Tri Kasta yang boleh mengakses Kitab Utama. Para Narasimha dan Simha boleh memiliki langsung kitabnya dan para Hara boleh mengaksesnya melalui pendeta, sedangkan Thaka tidak boleh sama sekali. Kami hanya mendengar potongan-potongannya dalam bait kidung, memelajarinya sebatas do'a sehari-hari. Tidak lebih dari itu."

"Bagaimana dengan aspek yang lain?" suara lain bertanya.

"Politik, misalnya. Skema seleksi keanggotaan partai, secara sistematis mengesampingkan orang Thaka, cenderung mendukung Tri Kasta lewat puri-purinya. Ini bukan asumsi, tapi nyata, syaratnya saja sudah konyol. Pengalaman sekolah spiritual atau keagamaan, minimal satu tahun. Kita semua tahu, orang Thaka tidak punya kesempatan belajar di sekolah khusus seperti itu, karena mereka hanya dibuka bagi orang-orang yang pernah memelajari kitab."

Senandung Jazirah (TAMAT)Where stories live. Discover now