18 : Gada, Sorran & Kuburan Para Bayi

148 33 0
                                    

Bagaimana cara memulihkan kulit mati —sedikit dirayapi kelabang, pula —dalam balutan kain? 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagaimana cara memulihkan kulit mati —sedikit dirayapi kelabang, pula —dalam balutan kain? 

Ruam di sekujur tubuh si bayi meluas, melahap permukaan lain yang masih sehat. Manakala Sorran melepas kain yang membalut bayi, nanah ikut menempel di untaian kain, mengungkap lubang penuh luka di punggung seseorang yang panjangnya tidak lebih dari lengan orang dewasa.

"Jangan ikut-ikut." Wija merangkul bahu Ava, keduanya berdiri di tepi pintu ruang pengobatan.

Perut Ava bergejolak di depan Runan yang menjelaskan bayinya tidak hanya satu. Pengungsi terakhir datang mengaku, di sepanjang jalan ada beberapa buntalan kain seperti yang ditemukan. Kebanyakan teronggok di arah yang sama dengan lokasi ditemukannya bayi pertama.

Refleks Ava melepaskan diri dari Wija, bergerak sendiri ke arah yang dimaksud. Kharra mengejarnya sesuai perintah Runan, sorot matanya penuh kekhawatiran.

"Jangan dibawa kesini." Seorang pengungsi angkat suara. Wajahnya ditutupi kain yang digulung menutupi sebagian besar rambutnya, sulit mengenali.

"Sssh, Imar!" Runan menyingkut pengungsi itu. "Jangan sekarang."

"Tapi dia sudah mau pergi." Namanya Imar, ia menunjuk Ava seolah Ava adalah sumber perkara. "Kalau dia bawa semua bayi di jalanan kemari, Ilmu Hitam bakal memburu kita."

"Hei!"

"Diam!"

Suara Kharra dan Wija berbenturan di udara, membuat Ava makin ingin meninggalkan lokasi.

"Mereka cuma bayi! Jangan ditinggal sendirian!" lawan Ava tanpa pikir panjang.

"Dunia kita sudah susah, buat apa memancing Ilmu Hitam lagi kemari?"

"Mereka bukan..." kalimat Ava tertahan, dihalangi perih dalam tenggorokannya. "Mereka tidak seperti itu!"

Tanpa menunggu balasan Imar atau siapaun, Ava menghambur pergi. Kaki yang dibalut kain cokelat berlari dengan begitu kuat, sampai helaiannya tersingkap berkali-kali, namun Ava tidak lagi peduli.

Tanah lembab menggelitik telapak kaki, ia terus menerjang ilalang yang semakin tinggi, tidak peduli pada helaian tajam yang menggores kaki. Berkali-kali kainnya tersangkut duri, terus saja ia menjajal lahan liar. Tidak ada bayangan sejauh apa segalanya membentang atau apa saja yang menunggu dibalik pepohonan, hanya terbesit buntalan-buntalan terlantar di sepanjang jalur. Hanya itu yang Ava pedulikan.

Lahan terbuka membentang di balik pepohonan, keduanya dibelah oleh sungai sempit beraliran bening. Dasarnya terpampang jelas, dihuni ikan-ikan kecil yang berenang menjauh karena langkah Ava menghampiri.

"Di sini!" suara Runan membuyarkan pikiran.

Ava berlari kesetanan menuju Runan. Keduanya mendapati buntalan pertama.

"Bawa kain ke sini, hei!" teriakan lain menyambung, pengungsi remaja lelaki melambaikan tangan dari bawah pohon.

Buntalan kedua, ketiga...

Senandung Jazirah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang