14: Atman Tidak Berhenti Memohon dan Ava Tidak Pernah Berjanji (18+)

105 32 3
                                    

Perjalanan tanpa Sonaka terasa ganjil, emosi yang tidak pernah Ava bayangkan akan ia rasakan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Perjalanan tanpa Sonaka terasa ganjil, emosi yang tidak pernah Ava bayangkan akan ia rasakan. Rasanya seolah satu bagian dalam peta baru saja dicongkel paksa lalu dilempar jauh-jauh. Seperti gigi yang tanggal, ada lubang yang selalu ditemukan lidah dan mengingatkan pada keseimbangan. 

Ia tidak banyak bicara pada Atman karena ada momen pendek dalam perpisahan mereka dengan Sonaka yang membuat Ava takut berinteraksi dengan sang bangsawan setelahnya. 

Sonaka menukar posisinya di kereta, membiarkan Atman mengambil kendali lalu memutuskan bahwa dia yang akan mengisi posisi Atman di luar sana. Ava melihat Sonaka menjelaskan arah menuju Kuruksethra dan roh apa saja yang mungkin mereka temui, Ava mendengar bagaimana Sonaka menjelaskan mantra pendek untuk Atman rapal dan bagaimana berdo'a pada leluhur mereka. 

Lewat momen kecil itu, Ava menemukan pola hubungan kedua bangsawan Penyingak ini. Bahwa, selalu ada jurang besar di antara mereka karena jabatan yang berbeda dan kasta yang berbeda. Jurang yang semakin dalam karena, entah bagaimana, Atman adalah sang anggota majelis dan Sonaka menduduki posisi lebih rendah namun terlahir dengan kasta yang lebih berkuasa. 

Keduanya dilahirkan dekat, di puri yang berbeda dan memang  selalu dilahirkan untuk bersaing. Kendati demikian, ada jembatan rapuh yang mengaitkan keduanya, sesuatu yang membuat mereka tidak bakal saling meninggalkan walau setiap saat mereka bisa saja menghujamkan belati ke dada satu sama lain. 

Tibalah waktunya pergi. Atman sudah menduduki posisi kusir di depan kala Sonaka membelai surai kuda untuk yang terakhir kali. Lalu, Sonaka melakukan sesuatu yang Ava yakini tidak bakal pernah pria itu lakukan sebelumnya. 

Si Narasimha menundukan kepala kemudian membungkuk dengan khidmat di depan Atman, tangan kanannya menyentuh telapak kaki sang kusir baru lalu --dalam gerakan yang menenangkan -- dibawanya kembali menyentuh dahi sendiri. 

Sudah lama Ava tidak melihat gestur penghormatan itu dan dilihat dari reaksi otot leher Atman yang menegang, pria itu sendiri juga tidak menduga penghormatan itu akan diterimanya. 

"Semoga angin selalu berhembus mengikutimu," ucap Sonaka. 

"Dan semoga tanah senantiasa menopangmu. "Suara Atman menjawab pelan. 

Kereta melaju tanpa ragu. Atman tidak menoleh ke belakang sedikitpun dan Sonaka tidak melepas pandangannya. 

***

Perjalanan dilanjutkan berdua sampai tengah malam tiba. Mendekati subuh, mereka tiba di bibir Kuruksethra. Reruntuhan Pura Alam Puri masih berserakan di tanah, aroma nanah amis menguar di udara, bersamaan dengan puing tulang-tulang di antara akar pepohonan yang baru roboh. Sejauh ini tidak ada orang suruhan Gada yang mengejar namun bayangan gelap yang menyelimuti Kuruksethra menanti di depan.

Ava melongok berkali-kali pada luka di tubuhnya, masih ngilu luar biasa dan dia kesulitan bernafas. Sekujur tubuhnya kuyu, namun dia tidak bisa tidur karena setiap kali memejamkan mata maka wajah Gada menghantuinya.

Senandung Jazirah (TAMAT)Where stories live. Discover now