12: Siapa Yang Paling Di-

216 64 27
                                    

Suara Ava mengalun seperti angin di telinga Atman

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Suara Ava mengalun seperti angin di telinga Atman. Perempuan itu tidak ragu, tidak gentar, namun pada saat yang sama juga putus asa. Dia jelas-jelas membiarkan bilah pisau menggores lehernya, Atman menarik tangannya agar Ava tidak bunuh diri. Dia tidak bisa mati, Atman tidak akan mengizinkannya.

Gadis itu meludahi Atman, tepat di matanya. Pandangannya memudar sesaat, tangan menghapus noda di kelopak mata, saat itulah Ava bergerak maju dan mendorong Atman ke meja. Semua bergerak cepat, pisau beralih pemilik, Atman menemukan diri tidak bisa bergerak karena panas menjalari ototnya.

Gebrakan pintu terdengar diikuti kokang senapan.

"Mundur!" suara Sonaka menggelar, arah bidik senapan di tangannya mengarah pada kepala Ava.

"Tembak aku," balas Ava tanpa mengalihkan wajah dari Atman.

"Jangan tembak!" Atman menjerit.

Untuk ukuran orang yang sangat ingin bertahan hidup, Ava benar-benar tidak takut mati untuk dapat terus bertahan.

Perebutan komando memenuhi ruangan. Setiap kali Ava meminta ditembak, pendar di matanya menari liar, Atman terjebak di dalamnya selama sepersekian detik sebelum diterjang panas yang membuatnya gemetar. Alirannya tidak mengarah ke luar, tapi menghujam jauh ke balik kulit.

Sonaka merapatkan ujung senapan pada rambut Ava, membuat gadis itu berhenti bicara, bahkan geraknya membeku. Sejurus kemudian, Sonaka melayangkan tamparan tepat ke pipi Ava hingga dia menjauh. Otot tubuh Atman melunak, terlalu santai, hingga ia tersungkur ke bawah meja.

"Atman, lihat aku." Sonaka meraih bahunya. Atman sesak nafas di posisinya, paru-parunya seolah terbakar.

Sonaka menyandarkan Atman di punggung kursi. Atman merasakan, sekujur kaki mulai gemetar, namun ia menyembunyikannya jauh-jauh. Perhatiannya belum lepas dari pintu ruangan yang menganga, sipir baru saja pergi bersama Ava, kemungkinan besar dia akan dijebloskan ke sel isolasi.

Sorot mata Ava belum lepas dari benak Atman, sekalipun pemiliknya menghilang. Terlalu tajam, terlalu jelas.

"Kau lihat energi halusnya?" Atman bertanya pada Sonaka.

Sonaka mengangguk. "Batasnya di ambang retak."

"Kalau begitu dia membuat ledakan dengan energi fisik?"

Sonaka menggeleng. "Badannya tidak cukup kuat untuk itu. Hanya cukup untuk mempertahankan kesadaran saja."

Jawaban itu memantik gagasan di pikiran Atman, rasa sakitnya menguar hilang seiring dengan ide yang tumbuh.

Sonaka menuntun Atman meninggalkan ruangan, kembali ke kereta. Bangunan ini hanya punya satu akses keluar-masuk. Sepanjang perjalanan, Atman menemukan sel-sel gelap berpenghuni satu hingga dua orang. Ini adalah paviliun narapidana biasa, Atman menduganya dari perlakuan sipir penjaga lorong. Jika ini Dhatu, para sipir akan lebih agresif.

Senandung Jazirah (TAMAT)Where stories live. Discover now