17 : Bayi-Bayi Mati

151 37 3
                                    

Sosoknya selalu berubah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sosoknya selalu berubah. Atman tidak seperti ini. Bahu tegap selalu dibalut bantalan kemeja adat — lebih lebar dari orang-orang seusianya —kualitas terbaik Postur bagai patung yang dipahat hati-hati, dirawat penuh hormat. Batu bisa dilengkungkan oleh si pemahat selama itu mewujudkan betapa terpandangnya figur yang dipahat.

Ava sudah melihatnya memerintah berkali-kali; kombinasi ambisi, dedikasi dan keyakinan gemilang di matanya. Pahit untuk mengakuinya, tetapi Ava selalu mengalihkan perhatiannya pada kulit Atman, alih-alih menghafalkan setiap perintah yang dia buat. Ia benci kenyataan, perintah akan terjadi dan tidak ada yang menghentikan. Tempat persembunyian, Ava buat dari kulit itu, dijahit oleh keinginannya bertahan hidup dan ambisi Atman.

Dari sana, Ava biarkan tubuhnya diseret-seret angin, memberi kesempatan pada pria itu untuk merasa lebih kuat. Atman ceroboh, membeberkan hal-hal yang tak seharusnya dikatakan di depan orang lain.

Sekarang, di bawah cahaya, Ava nyaris menarik Atman yang lapuk. Tidak ada siapapun selain mereka berdua. Tidak ada siapa-siapa, hanya mereka. Kali ini Ava menyentuhnya, menguasai. Ibu jarinya menyusuri rahang, menerka-nerka apa yang membuat orang-orang menuruti pria itu selain senyumnya.

Satu-satunya yang didengar adalah patahan bisikan bergulir di atas kulit, berbunyi lirih :

Kau di mana ?

Ava berhenti di sudut bibir, buku-buku jemari tergelitik oleh raut pedih Atman.

"Kau menderita?" Ava meniru belas kasih yang pernah ditunjukkan Atman di Sinaga, entah didengar atau tidak. "Apa yang menganggumu?"

Alih-alih menerima jawaban, Ava melihat pandangan Atman semakin terpusat padanya. Malam ini, ia hadir lebih tinggi, mau tak mau Ava mendongak padanya.

"Kau lelah?" Ava mengeluarkan pertanyaan lain.

"Kau di mana?" bibir Atman bergerak.

Pertanyaan itu membuat Ava bergerak mundur. Saat menyadari kemampuan Atman terbatas, Ava menyeringai puas. "Di pihak yang benar."

Bahkan, suara Atman berubah. Menunjukkan Ava tidak berhadapan dengan fisiknya, melainkan sosok halusnya.

"Aku tahu sesuatu yang tidak kau tahu." Ava mengambil langkah kecil di sekitar dinding hitam yang mengelilingi. "Kami akan mengungkapnya, semua orang akan tahu. Kau yakin masih ingin ada di tempatmu saat semua terjadi?"

Atman mengamati Ava tanpa reaksi lain. Sekujur tubuh Ava bersiap untuk gerakan apapun, ia terlampau terbiasa dengan respon tubuh Atman yang selalu lebih keras.

"Pergi dari sini. Kau tidak berhak ada di pikiranku, kau tahu ini salah," balas Atman.

"Lucu sekali kalau itu keluar dari mulutmu. Kau sudah berkaca dan bilang itu pada diri sendiri?"

"Ada lebih banyak dari yang kita ketahui, kurasa kau mengerti itu."

Langkah Ava berhenti, posisi tubuhnya yang menyamping menyembunyikan ketegangan di wajahnya. Jadi, entah bagaimana caranya, Atman sudah tahu. Seharusnya Ava sudah menduga ini, saat Atman terseret ke Kuruksethra bersamanya, ia tahu sama banyaknya.

Senandung Jazirah (TAMAT)Where stories live. Discover now