9: Dipelihara, Bukan Berarti Dibiarkan Hidup.

129 30 3
                                    

Mungkinkah ibunya melalui jalur yang sama dengan yang dilaluinya sekarang?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mungkinkah ibunya melalui jalur yang sama dengan yang dilaluinya sekarang?

Ava memandangi kontur tanah yang berubah di sekitarnya. Satu jam memasuki perjalanan, kabut mulai turun, menutupi pemandangan di atas kepala. Pepohonan menjulang tinggi hingga sulit melihat kepalanya, jarak pandang mulai terbatas namun menurut Sonaka masih aman untuk berkendara.

Sebelumnya, Ava menawarkan diri untuk menemani Sonaka di depan. Masih ada satu ruang di sebelah kursi sais, tapi Sonaka menolak.

Suasana di luar mengingatkan Ava pada masa-masa di Alodhya, hari-hari cerah saat Ava berlari membuntuti ibunya. Mampir dari satu rumah ke rumah lain untuk menjemput cucian.

Bahkan, kali ini hembusan angin terasa seperti di rumah. Akan tetapi, sekarang, rumah adalah konsep yang acak. Terlalu jauh, terlalu tidak pasti bentuknya.

"Aku belum pernah lewat sini," celetuk Atman.

Dan apa kira-kira yang akan Sorran katakan soal pria di sebelah Ava? Bahwa dia dibodoh-bodohi pikirannya sendiri karena berharap bertemu Atman di situasi yang berbeda. Mungkin itu.

Sorran tidak tahu Atman gentayangan di mimpi Ava. Hingga mimpi itu menjelma menjadi alam pribadi di mana mereka selalu berhasil melindungi.

Di situ adalah tempat paling aman.

"Kau kelihatan pucat." Atman mengamatinya.

"Perasaanmu saja. Aku tidak apa-apa," balas Ava sembari menyentuh wajahnya.

"Mungkin kau perlu lebih banyak tidur."

Ava hanya bisa tertawa hambar. Di situasi seperti ini tidur? Itu kemewahan.

"Kau terlalu takut untuk tidur?"

Pertanyaan itu membuat Ava tertegun. Iya, seperti itu, kemungkinan. Tidak bisa dipastikan siapa atau apa yang akan Ava temui dalam mimpinya.

"Apa kau masih takut padaku?"

Ava menoleh, kini dagunya begitu dekat dengan bahu Atman dan binar di mata yang makin lama semakin sayu. Atman lelah, mungkin sama lelahnya dengan otot di sekujur Ava sekarang.

"Bukannya aku yang seharusnya tanya begitu?" Ava bertanya balik. "Dan tidak, aku tidak takut padamu."

Mungkin sedikit, namun ini bukan rasa takut yang mendorong Ava pergi jauh, menghindarinya. Rasa takut yang penuh kekhawatiran, juga pertanyaan. Apa Atman akan hidup sampai akhir? Kemana dia akan pergi? Apa dampak yang Ava berikan padanya?

Rasa takut seperti itu.

"Apa yang Shaka akan katakan nanti, menurutmu?" Ava mengganti topik mereka.

"Entah, tapi aku mau bilang kalau aku bisa bicara ke publik lebih dul —"

"Itu bukan pilihan," sela Ava.

Senandung Jazirah (TAMAT)Where stories live. Discover now