11: Tiga Anak-Anak Tanpa Pilihan

119 31 0
                                    

"Kurasa mereka menduga-duga

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kurasa mereka menduga-duga." Ava angkat suara di dalam kabin. Mereka kembali menempuh perjalanan. 

Perjalanan kembali dilanjutkan, kali ini rombongan tidak akan berhenti sampai mereka tiba di Wulus dan Ava berani sumpah dia bisa melihat Kalki mendampingi Gada dalam kabinnya sendiri dan perhatiannya tidak lepas dari Ava dan Atman.

Atman menyetujui. "Kalki pasti kenal sifat energi yang datang terakhir kali itu. Jadi... kurasa dia punya beberapa asumsi apa yang bisa terjadi."

Kemungkinan besar Gada dan Kalki menduga Ava tidak mengatakan yang sebenarnya sepenuhnya. Secara teknis Ava memang tidak berbohong, dia hanya menyembunyikan beberapa fakta.

Mungkin Kalki sudah menduga Dirah menemui Ava, dia sudah menduga mayat anak-anak itu adalah pertanda. Sungguh, Ava tidak peduli. 

"Apa yang bakal kita lakukan sekarang.." Atman bergumam, itu tidak terdengar seperti pertanyaan. Ini adalah Atman yang sedang berpikir; dahi berkerut, jemari bergerak-gerak tak beraturan.

"Kau cukup berdiri diam di sebelahku dan aku yang akan bicara," tukas Ava. "Itu sudah cukup untuk menjelaskan posisimu di mata orang-orang. Beri informasimu padaku dan aku yang akan bicara."

"Bukan begitu perjanjiannya dengan Gada."

"Itu yang terbaik. Kau tidak bakal mengekspose dirimu lebih dari yang sudah-sudah." Ava bersikeras. "Aku yang ditargetkan sejak awal oleh Adnyana, olehmu. Kau tidak perlu ikut-ikutan jadi sasaran."

"Kenapa begitu?"

Ava mendapati dirinya tidak sanggup bicara, bukan karena tidak tahu jawabannya tapi dia tidak tahan pada kenyataan bahwa ini yang dirasakannya.

"Pokoknya jangan. Ini urusanku. Sejak awal kau masuk kemari, tugasmu cuma jadi informan. Kau tidak bakal ambil keputusan apa-apa." Ava membuang muka keluar jendela.

"Aku tidak bisa biarkan dirimu jadi satu-satunya yang diburu. Kau tidak tahu apa yang Adnyana rela lakukan untuk dapatkan yang mereka mau," balas Atman.

"Dan aku tidak bisa biarkan dirimu ikut jadi yang buru, bodoh."

Pukulan keras di dinding depan kabin menyela obrolan, wajah Sonaka menatap kabin dari balik jendela kecil. "Biarkan aku yang bicara."

"Jangan bicara ngaw —"

"Ini masuk akal, Atman," sergah Sonaka. "Lihat aku. Aku Narasimha, aku pernah menjabat di divisi keamanan ibumu. Ada alibi kenapa aku bisa tahu informasi-informasi yang bakal kau sampaikan itu. Ada pendeta Rhaka yang bisa membuat orang berpikir dua kali sebelum menyentuhku."

Atman dan Ava bertukar pandang. Sonaka melanjutkan. "Kalau yang kalian cari adalah membeberkan informasi, membuat masyarakat mempertanyakan ibumu. Aku cukup, tidak perlu kalian berdua. Aku cukup relevan untuk diperhatikan tapi tidak cukup relevan untuk dimusnahkan. Adnyana bakal bilang, aku tidak punya legitimasi, topik itu yang akan dibakar tapi berita yang kusampaikan akan tetap beredar."

Senandung Jazirah (TAMAT)Where stories live. Discover now