14 : Atman, Bagaimana Kalau Itu Benar ?

215 42 2
                                    

Aroma ampas abu mengikuti hingga perbatasan Ginyar-Joyan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aroma ampas abu mengikuti hingga perbatasan Ginyar-Joyan. Entah karena bara pernah menyentuhnya atau karena amukan roh gelisah yang dicabut paksa. Apapun penyebabnya, Atman selalu tercekik.

Sonaka yang pertama menemukannya terdampar di tepi sungai; detak jantung lemah, tidak sadarkan diri. Atman baru siuman di dalam kereta yang dalam sekejap dimodifikasi kabinnya untuk menampung dipan darurat.

Yang pertama kali Atman lihat setelah siuman bukan Sonaka, melainkan bayang-bayang roh lepas melompat keluar dari api yang melahap sisi selatan pemukiman Sinaga. Api menjilati sosok-sosok itu, tapi mereka tidak lagi bisa mati, malah menjadi lebih hidup. Tubuh Atman terguncang setengah mati, ia hanya bisa mengutuki dunia di sekitarnya.

Ava. Ava. Ava, Rasanya api bersuara demikian.

Atau, dia sudah gila.

Pemandangan berubah, sais mengendalikan kuda dengan kecepatan mantap dan kewaspadaan. Jalanan dipenuhi warga yang meninggalkan rumah, beberapa berlari ke sumber api dengan ember berisi air, ada yang berlari menjauhi. Anak-anak menangis, kocar-kacir di sepanjang jalan. Pasukan berseragam mengevakuasi anak-anak dan perempuan lebih dulu, jalur yang ditempuh menunjukkan tujuan mereka adalah perbatasan Sinaga-Joyan. Arah yang berlawanan dengan tujuan Atman.

Di antara kesemrawutan, roh-roh baru bangkit dari tanah, tanggal dari tubuh yang bergelimpangan. Terlihat sisa keduniawian di tubuh mereka, hal itu membuat mereka bingung.

"Apa... apa yang membakar?" Pandangan Atman melecut pada Sonaka, ia merasa api tumbuh terlalu cepat di tengah-tengah jejak hujan.

Sorot mata Sonaka menggelap. "Itu harus dilakukan."

"Apa-apaan?" geram Atman. "Aku bilang, tidak! Tidak ada -"

"Kau pikir mereka pasif?" sela Sonaka. "Badai datang, mereka ambil kesempatan angkat senjata. Mereka ingin menghentikan kita di sini!" Sonaka tahu apa yang terjadi, ia melihat apa yang mengejar Atman. Momen itu mencuri konsentrasinya, sehingga pasukan di bawahnya lepas kendali dan kericuhan pecah. Tentu tidak ada yang bisa melihat apa yang dilihatnya, secara fisik yang meluluhlantakkan rumah-rumah adalah badai.

"Aku tahu api bisa menghentikan dia. Kulakukan apa yang harus kulakukan." Sonaka bersikeras.

Lèak, bahkan Sonaka tidak menyebut namanya. "Kalau aku tidak melakukan itu, kau tidak bakal bisa kembali. Ava memastikan, jika dia mati maka dia bakal membawamu juga. Itu tidak akan kubiarkan terjadi di bawah pengawasanku."

"Jadi kau bakar... mereka semua?" suara Atman menjadi parau. Matanya menangkap sosok laki-laki memeluk perempuan tak sadarkan diri di tanah.

"Hampir tujuh puluh persen penduduk Sinaga adalah simpatisan Dhatu, mereka sudah bersiap sebelum kita datang. Jika Lèak itu tidak datang hari ini, jika semua berjalan sesuai rencana kita sampai besok, kemungkinan mereka bakal berontak di acara." Sonaka mencondongkan tubuh pada Atman yang bersandar pada dinding kabin.

Senandung Jazirah (TAMAT)Where stories live. Discover now