[Epilog] Find You.

4.6K 619 95
                                    

Marsha duduk termenung balkon kamarnya sembari menikmati suasana tenang di sore hari. Ia baru saja pulang ke rumahnya kemarin setelah melangsungkan wisuda. Ia merasa senang karena telah menyelesaikan kuliahnya dan mendapatkan gelar sarjana, namun ia juga merasa sedih karena sampai detik ini masih tak ada kabar dari sang kekasih.

Marsha menghela napasnya berat. Hari ini adalah hari terakhir dari penantian panjangnya yang berujung sia-sia. Sesuai janjinya dengan Kanaya, ia akan mengakhiri penantiannya selama empat tahun jika tak ada perubahan apapun dengan hari ini.

Marsha menatap toples kaca dipangkuannya, toples yang pernah Davian berikan padanya empat tahun lalu. Sebuah senyum kecil terlukis di bibirnya saat memandang origami terakhir yang berada di toples, ia ingat jika Davian pernah mengatakan untuk membaca origami ini paling akhir. Dan akhirnya rasa penasarannya selama empat tahun ini akan segera terobati.

Tepat seperti perkiraannya, hari terakhir penantiannya bersamaan dengan origami terakhir dari toples ini. Ia rasa Davian memang sengaja memperkirakannya.

Tangan Marsha dengan terampil membuka toples di pangkuannya dan mengambil satu-satunya kertas didalamnya. Dengan jantung yang berdebar-debar, ia membuka origami tersebut dan membaca isinya.

Halo sayangku...
Sebelum membaca surat ini aku ingin meminta maaf padamu, maaf karena meninggalkanmu, maaf karena pergi tanpa memberi kabar, dan maaf karena mungkin menyakitimu.

Baiklah aku akan memulainya, aku akan memberikan jawaban atas pertanyaan yang mungkin berputar di kepala cantikmu itu.
Pertama-tama, kemana aku pergi selama ini?
Aku meneruskan pendidikan ku ke Jerman

Lalu alasannya?
Ini cukup rumit, papa yang memintaku untuk melanjutkan pendidikan di sana.
Kamu mungkin bertanya-tanya, kenapa aku menyetujuinya begitu saja? Aku melakukan ini semata-mata demi kamu dan demi hubungan kita.

Suatu hari papa mendatangiku dan mengatakan ingin berbicara serius. Ternyata papa tahu jika aku memiliki kekasih, lalu dia bertanya padaku, 'memangnya kamu punya apa sampai berani memacari anak orang?' Tentu saja aku hanya diam, karena aku sadar jika aku bukanlah siapa-siapa, semua kemewahan yang aku nikmati selama ini adalah hasil kerja keras papa. Kemudian papa kembali bertanya, 'apakah kamu serius dengan hubungan itu?' tentu saja dengan tegas aku menjawab, 'iya, aku serius dengannya' Tapi papa tidak semudah itu memberikan restu pada hubungan kita, dia memberikan dua pilihan padaku.

Pertama, melepaskan mu atau yang kedua, memperjuangkan mu tapi dengan syarat aku harus melanjutkan pendidikan ke Jerman.

Tapi semua tidak berhenti disitu, papa memberikanku target. Aku harus bisa menyelesaikan pendidikan dalam waktu singkat, lalu mengurus cabang perusahaan papa di sana. Dan jika aku berhasil memenuhi persyaratan itu papa akan mempertimbangkan keputusannya.

Kamu tahu bagaimana tertekannya aku? Aku tidak bisa jauh darimu, tapi aku juga tidak ingin melepaskan mu. Jadi aku memilih untuk memperjuangkan mu, pergi dengan separuh jiwaku yang tertinggal.

Lalu kenapa aku pergi tanpa memberitahumu?
Karena aku adalah seorang pecundang, aku tidak sampai hati mengatakannya padamu, aku tidak ingin melihat raut sedih wajah cantikmu.

Dan aku juga tidak akan pernah memberi kabar apapun padamu selama aku di Jerman nanti. Aku takut pertahanan ku akan goyah karena terlalu merindukanmu, jadi aku harus menahan diri untuk tidak menghubungi mu.

Maaf, maafkan aku karena aku seorang pecundang. Aku bahkan pergi tanpa memberi kabar apapun kepadamu, sekali lagi maaf, maafkan aku. Setelah membaca surat ini, boleh aku berharap jika hatimu masih milikku? Bolehkah?

JUST D [Who Are You?] [END]Where stories live. Discover now