35. Pacaran?

3.1K 533 10
                                    

Davian memasuki rumah dengan senyum kecil yang terlukis di bibirnya. Namun sayangnya tak bertahan lama, senyum tersebut seketika sirna saat mendapati seorang perempuan yang duduk di sofa ruang tamunya dengan sang papa.

"Davian," panggil perempuan tersebut yang tak lain dan tak bukan adalah mamanya.

Tanpa berkata apapun, Davian segera menaiki tangga menuju kamarnya dan membanting pintu dengan kuat, mengabaikan panggilan-panggilan yang ditujukan padanya.

Davian melemparkan tasnya ke sudut ruangan lalu merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Pikirannya berkecamuk, bayangan peristiwa belasan tahun yang lalu kembali berputar di otaknya layaknya kaset rusak. Davian menghela napas dan mengacak rambutnya dengan kasar, lebih baik ia mandi air dingin untuk mencerahkan pikirannya.

***

Netra Sarah berpendar menatap ruangan yang di dominasi warna hitam dan abu-abu. Tanpa sengaja matanya menatap sebuah bingkai foto yang anehnya diletakkan terbalik, karena merasa penasaran akhirnya ia mengambilnya.

Seulas senyum kecil terbit ketika melihat potret keluarga kecil yang tampak bahagia, foto yang sengaja mereka ambil saat melakukan perjalan ke Jepang belasan tahun yang lalu.

"Siapa yang memperbolehkan anda menyentuh barang-barang disini?"

Lamunan Sarah buyar seketika mendengar suara yang menginterupsinya, ia segera mengembalikan foto tersebut ke tempat asalnya lalu berbalik.

Davian berdiri angkuh dengan mata yang memicing tak suka ke arah sang mama yang telah lancang memasuki kamarnya tanpa izin, bahkan menyentuh barang-barangnya.

"Davian." Sarah menatap penampilan sang anak yang telah rapi, sepertinya dia akan keluar, "kamu bisa luangkan waktu sedikit? Mama mau bicara sebentar sama kamu," imbuhnya.

"Aku nggak punya waktu, lagipula nggak ada yang perlu di bicarain."

Sarah tersenyum kecil mendengar balasan sarkas dari anaknya, "sebentar aja, nggak akan lama kok."

Davian terlihat berpikir sejenak lalu mendudukkan dirinya di sofa, membuat Sarah tersenyum lalu ikut mendudukkan dirinya di samping sang anak. Sarah memandang wajah tampan anaknya yang setia menatap lurus ke depan. Ia bertanya-tanya, 'Apakah Davian begitu membencinya hingga dia tak sudi menatap ke arahnya?'

Sebelah tangan Sarah terangkat untuk mengelus surai legam anaknya, "kamu tumbuh dengan baik."

"Tentu saja, bi Asih merawatku dengan baik," sarkas Davian.

Seulas senyum getir terlukis di bibirnya mendengar kalimat sarkas Davian, sebuah rasa bersalah muncul dihati Sarah menyadari jika ia telah melewatkan masa pertumbuhan anaknya.

"Mama minta maaf karena nggak pernah menemani kamu tumbuh dewasa," kata Sarah.

"Itu bukanlah masalah besar lagi untuk sekarang." Davian menolehkan kepala membuat elusan tangan mamanya terhenti, "katakan, apa yang sebenarnya ingin anda bicarakan?"

"Kamu benar-benar udah dewasa ternyata," komentar Sarah yang dibalas dengusan oleh sang anak.

"Cepat katakan, aku nggak punya banyak waktu," desak Davian.

Sarah menghembuskan napasnya pelan sebelum memulai berbicara, "baiklah, mama sama papa sudah sejak lama mempertimbangkan ini. Kami sudah bersepakat untuk rujuk, tapi tentu saja kita membutuhkan persetujuan dari kamu. Menurut kamu, bagaimana sayang?"

Terjadi keheningan cukup lama diantara mereka sebelum Sarah kembali meneruskan perkataannya.

"Kamu nggak harus menjawabnya sekarang, pikirkan baik-baik. Kami melakukan itu untuk menebus kesalahan yang kita perbuat sama kamu dulu, hm? Semua keputusan ada ditangan kamu."

JUST D [Who Are You?] [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt