20. Serangan Kembali Berlanjut.

3.1K 545 31
                                    

Mereka berdua -Davian dan Hendry- saling diam tanpa ada yang berniat mengeluarkan sepatah katapun. Kendati demikian mereka berdua juga tak merasakan canggung, keduanya sama-sama menikmati kesunyian yang tercipta, hingga terdengar suara Davian yang memecah keheningan.

"Udah lama banget kita nggak duduk berdua. Ya, lo tahu lah, walaupun kondisinya sekarang nggak sama." Davian memelankan suara di akhir kalimat, bahkan hampir berbisik. Hendry mungkin tak bisa mendengarnya jika ia tak memasang pendengaran dengan baik.

Davian menolehkan kepalanya ke samping, ya, Davian tengah duduk dibawah pohon yang jaraknya tak terlalu jauh dari posisi Hendry berada. Ia lantas tertawa dalam hati saat mendapati Hendry yang langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain kala dirinya memergokinya tengah menatap ke arahnya.

Ah, ternyata Hendry mendengarkan kalimat yang ia ucapkan tadi, ia pikir Hendry mengabaikannya karena tak kunjung mendapat balasan apapun.

Hendry dapat mendengar Davian yang menghela napas panjang. Sepertinya ia tau kemana arah pembicaraan ini nantinya, jadi lebih baik sekarang ia memejamkan matanya dan mengabaikan Davian.

"Gue minta maaf, lo tau kan? Soal-" Davian menjeda sebentar kalimatnya lalu kembali menghela napas sejenak, "Mila," lanjutnya.

Kini giliran Hendry yang menghela napas, tiba-tiba ia merasakan nyeri yang teramat sangat di ulu hatinya mendengar kalimat yang diucapkan Davian. Lagi-lagi masalah yang sama, ia sudah muak mendengar Davian yang selalu mengucapkan kata 'maaf, maaf, dan maaf' di setiap ada kesempatan, Hendry jengah. Bukan karena kata maaf yang diucapkan Davian yang membuatnya merasa jengah, melainkan perasaannya yang masih belum bisa memaafkan walaupun entah berapa kali Davian telah meminta maaf padanya, ia masih saja merasa benci saat melihat Davian.

"Lo juga tahu kan, itu diluar kemauan gue."

Hendry membenarkan ucapan Davian dalam hati. 'Benar, itu semua diluar kemauan lo.'

"Gue bahkan nggak tau kalau lo punya adik," lanjut Davian yang lagi-lagi dibenarkan oleh Hendry.

‘Lo bener, lo memang nggak tau kalau gue punya adik,' balas Hendry dalam hati.

Memang benar adanya jika Davian tidak tau jika ia punya adik. Bukan hanya Davian, melainkan Bara dan Naufal, bahkan seluruh penjuru sekolah tak ada yang tau jika Hendry memiliki seorang adik yang bahkan berada di sekolah yang sama dengannya.

Alasan mengapa tak ada yang tau jika ia dan Mila adalah adik kakak adalah dirinya sendiri, ia meminta- ah tidak, lebih tepatnya ia memaksa Milla untuk menutup mulut agar tidak memberi tahu pada siapapun jika mereka adalah adik kakak. Alasannya sangat kekanakan, ia gengsi dan tak ingin menanggung malu karena ketahuan memiliki seorang adik yang cupu, jauh berbeda dengan dirinya yang populer di sekolah.

Dan lagi-lagi salahnya juga karena membiarkan Mila tetap menyukai Davian yang notabennya adalah pangeran sekolah, seorang player. Hendry juga membiarkan Mila dipermainkan dan dipermalukan oleh Davian di hadapan seluruh siswa di sekolahnya. Hendry tak melakukan apapun, bahkan saat ia melihat Mila meregang nyawa di sungai pun ia masih tak melakukan apapun. Hendry juga sadar jika bukan hanya Davian yang membuat Milla memilih untuk mengakhiri hidupnya, tapi juga karena dirinya yang telah mendorong Mila untuk menjauh darinya hingga membuat sang adik merasa sendirian.

Tapi dengan bodohnya Hendry melimpahkan semua kesalahan pada Davian, memutuskan persahabatan mereka dengan mudahnya karena rasa benci yang entah ditujukan pada siapa. Jika kalian bertanya apakah ia menyesal telah melakukan ini semua? Maka dengan tegas Hendry akan menjawab YA! Dia menyesal telah menyia-nyiakan adiknya, ia bahkan juga menyesal telah memutuskan pertemanan mereka. Ia benar-benar bodoh, dan sekali lagi, ia benar-benar menyesal.

JUST D [Who Are You?] [END]Where stories live. Discover now