PRESENT : Twenty Five.

Start from the beginning
                                    

Untuk beberapa waktu yang cukup lama Tuan Bang membiarkan Chan melepaskan semuanya di sana.

"Pa," meski sudah teramat serak Chan memaksakan diri untuk bersuara. Pelukannya direnggangkan agar bisa menatap wajah sang ayah, "Yeeun pasti akan baik-baik saja, 'kan? Yeeun masih punya kesempatan untuk sembuh, 'kan? Yeeun masih bisa kembali seperti semula, 'kan?"

Tuan Bang diam. Tak beri sekedar anggukan atau gelengan kepala sebagai jawaban. Ada rasa sesak ketika mendengar semua pertanyaan yang Chan ajukan. Terlebih saat Chan bertanya, "Chris dan Yeeun nantinya akan tetap menikah, 'kan, Pa?"

×××

Adalah cahaya matahari yang pertama kali menyapa ketika Chan menyibak gorden kamar rawat gadisnya. Terhitung sudah satu minggu sejak Chan tiba di Seoul dan sudah tiga hari sejak Yeeun keluar dari ruang ICU setelah--untuk kesekian kali--berhasil melewati masa kritisnya, meski hingga detik ini belum ada tanda-tanda bahwa gadis itu akan bangun.

Perkiraan Lucas benar. Gadis itu tertidur lebih lama dari biasanya.

“Selamat pagi, Yeeun,” sapa Chan yang kemudian mendekat untuk beri ciuman panjang di kening gadisnya.

Seperti pagi-pagi sebelumnya, sapaan Chan tak mendapat respon selain bunyi ‘pip’ dari mesin pendeteksi detak jantung si gadis. Chan tak masalah. Setiap pagi Chan tetap menyapa dengan senyum lebarnya dan membelai helai-helai gadisnya penuh kehati-hatian. Pun tanpa pernah bosan Chan pandangi wajah gadisnya penuh puja.

Meski penampilan Yeeun kini jauh berbeda dari yang terakhir kali Chan temui, meski helai-helai hitamnya kini tak sebanyak dan sepanjang yang terakhir kali Chan lihat, meski kulitnya kini jauh lebih pucat dari kulit Chan sendiri, Yeeun tetap cantik. Secantik yang Chan ketahui.

Bukan karena Chan buta, tetapi karena sebegitu besar rasa cinta dan rindu kepada gadisnya.

“Apa mimpimu indah?” tanya Chan setelah menarik kursi dan mendudukkan dirinya di samping ranjang Yeeun, “Seindah apa sih mimpi kamu sampai kamu betah tidur selama ini? Memangnya kamu enggak kangen sama aku, hm? Padahal aku kangen banget loh sama kamu sampai-sampai enggak bisa tidur.”

Bunyi ‘pip’ dari mesin pendeteksi detak jantung masih setia merespon semua ucapan Chan yang kini meraih salah satu tangan Yeeun yang bebas dari selang infus. Sama seperti yang Chan lakukan pada helai-helainya, tangan yang kini lebih kurus itu dibelai penuh kehati-hatian. Sesekali juga tangan itu Chan bubuhkan kecupan kasih sayang.

Sama seperti hari-hari sebelumnya, Chan yang terduduk di samping ranjang gadisnya akan bercerita. Menceritakan berbagai hal mulai dari masa kecil yang mereka lalui bersama, keseharian Chan yang sibuk selama di Australia, sampai susunan lego milik Lucas yang Chan susun di sana--seperti yang selalu Chan lakukan dulu.

Chan tak pernah berubah, begitupula dengan keyakinannya bahwa Yeeun akan baik-baik saja.



Chris dan Yeeun nantinya akan tetap menikah, ‘kan, Pa?”

"Chris,” bukan sang ayah yang bersuara, melainkan ibunya yang mendekat dan ikut berjongkok untuk menyamakan tingginya, “apapun yang terjadi pada Yeeun bukanlah salahmu.”

Chan menggeleng kuat. Wajahnya masih basah oleh air mata meski isakannya telah mereda.

“Bukan itu yang mau Chris dengar, Ma, bukan itu!”

Adalah bohong jika Chan mengatakan bahwa ia tidak takut. Bohong jika Chan mengatakan bahwa ia tidak kalut.

Chan sungguhan takut. Chan sungguhan kalut.

Stand by Me - Stray Kids FanfictionWhere stories live. Discover now