PRESENT : Twenty Five.

802 149 9
                                    

Sudah enam jam sejak matahari meninggalkan langit dan berganti tugas dengan bulan separuh yang kini bersinar di antara kegelapan malam.

Jalanan lengang. Meski dikenal dengan sebutan kota yang tak pernah tidur, nyatanya tak banyak orang melakukan aktivitas di tengah malam. Sebagian besar orang lebih memilih menghabiskan malam dibalik selimut tebal dengan mata terpejam dibanding berlarian seperti apa yang Chan dan Hannah lakukan semenjak turun dari taksi.

Tanpa menghiraukan para petugas yang berjaga malam, Chan terus berlarian sampai derap langkahnya menggema di sepanjang koridor rumah sakit yang saat itu sudah sepi. Hannah berada tepat di belakangnya. Sesekali gadis itu membungkukkan badan untuk meminta maaf kepada para petugas atas keributan yang terjadi sebelum menyusul sang kakak yang tak sedikit pun mau memperlambat langkahnya.

Bahkan ketika Tuan Bang yang tengah berdiri memandangi kaca jendela besar yang menjadi pembatas antara ruang tunggu dengan ruang ICU terlihat, langkah Chan masih sama cepatnya. Chan tak peduli jika derapnya sukses membangunkan sang ibu, Lucas, dan Deokmi Ajhumma yang baru terlelap di kursi tunggu beberapa waktu lalu.

“Papa, Yeeun—” ucapan Chan seketika terhenti, begitupula dengan langkah kakinya sesaat setelah menemukan apa yang sedaritadi dipandangi sang ayah di balik kaca jendela.

Tubuh Chan melemas seketika. Pemuda itu hampir meluruh ke bawah jika saja sang ayah tidak segera menahannya atau salah satu tangannya tidak segera menggapai pinggiran jendela.

“Yeeun ....” lirih Chan memanggil nama gadisnya yang terbaring di dalam sana.

Chan menggeleng keras, berusaha untuk tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Namun seberapa keras pun Chan menggelengkan kepala untuk tidak percaya, apa yang dilihatnya tetaplah nyata. Seberapa keras pun Chan menggelengkan kepala, apa yang ada di dalam sana tidak akan berubah. Seberapa keras pun Chan menggelengkan kepala, yang ada di dalam sana tetaplah sama.

Tetap Park Yeeun.

Gadisnya.

“Yeeun … Hiks …”

Di balik kaca jendela, gadisnya tak sedikit pun terlihat baik-baik saja. Tubuhnya terlihat jauh lebih kurus bahkan jika dibandingkan dengan foto yang siang tadi Lucas kirim. Kulitnya pucat kesi dengan ruam-ruam kebiruan yang tampak begitu menyakitkan. Rambut-rambutnya yang baru tumbuh di kepala terlihat tak rata seolah memberitahu Chan bahwa kerontokan yang gadisnya alami sangatlah parah.

Pun belalai-belalai plastik yang menancap hampir di seluruh bagian tubuhnya menandakan bahwa kini hidupnya amat bergantung pada alat-alat medis yang mengelilinginya.

“Maafkan aku … Hiks … Yeeun, maafkan aku …”

Detik selanjutnya Chan tak lagi sanggup berdiri. Tubuh Chan benar-benar meluruh ke bawah. Tangisnya yang pecah seketika menggema. Tak henti-hentinya Chan meruntuki diri atas apa yang terjadi pada gadisnya. Berulang kali Chan membenturkan kepala ke dinding karena rasa bersalah.

"Chris, ini bukan salahmu," Tuan Bang berucap selagi tangannya berusaha menghentikan Chan yang akan kembali membenturkan kepala, "berhenti menyalahkan dirimu sendiri."

“Tapi ini salah Chris, Pa! Chris sudah janji untuk selalu ada di sisi Yeeun. Chris sudah janji untuk selalu menemani Yeeun. Chris sudah janji, Pa! Chris harusnya enggak ninggalin Yeeun! Chris harusnya enggak pergi! Chris harusnya tetap di sini! Tapi Chris malah pergi, Chris malah—”

Tuan Bang menarik tubuh anaknya, membawanya ke dalam dekapan erat. “Ini bukan salahmu, Chris. Sama sekali bukan salahmu.”

Di dalam dekapan sang ayah, tangis Chan kembali pecah. Tangisnya yang amat memilukan terdengar lebih keras dari sebelumnya. Chan masih terus menyalahkan diri atas apa yang terjadi pada Yeeun dan Tuan Bang membiarkannya.

Stand by Me - Stray Kids FanfictionWhere stories live. Discover now