PAST : Eighteen.

535 135 20
                                    

Dengan seragam sekolah menengah atas yang masih dikenakan, Chan melangkah keluar lift begitu tiba di lantai tujuan.

Senyum tipisnya tak pernah lekang. Sesekali ia akan membungkuk sopan untuk sapa beberapa perawat yang berpapasan. Wajah Chan bukan lagi wajah asing di rumah sakit ini. Selain Chan yang memang sering bolak-balik ke rumah sakit, sifatnya yang ramah dan hangat senantiasa meninggalkan kesan tersendiri bagi siapa saja yang ditemui.

"Iya nanti disalamin," ucap Chan sahuti Hannah di seberang telepon.

Hari ini seharusnya Hannah pergi bersama Chan untuk menjenguk Yeeun yang terhitung sudah tiga hari kembali terbaring di rumah sakit. Namun, dikarenakan harus menghadiri kelas tambahan--dengan berat hati--Hannah membiarkan sang kakak pergi seorang diri.

"Mama sih katanya sudah sampai. Jadi, mungkin Papa sama Lucas yang bakal jemput kamu."

Chan terkekeh geli saat di seberang sana Hannah lagi-lagi mengeluh. Anak perempuan itu bahkan sampai merengek agar bisa bolos kelas tambahan dan menyusul sang kakak ke rumah sakit. Pasalnya sejak hari pertama Hannah belum sempat menjenguk, tetapi Chan tidak menerima alasan apapun dan Hannah tetap harus mengikuti kelas tambahan.

"Sudah, belajar yang benar. Kamu datangnya besok saja,"

Untuk kesekian kali, Chan membungkuk sopan saat berpapasan dengan perawat sebelum memutuskan panggilan dengan adik perempuannya. Usai memasukkan ponsel ke dalam ransel, Chan mempercepat langkah menuju kamar inap Yeeun yang sudah ada di depan mata. Senyumnya melebar tatkala kenop pintu sudah ada di genggaman.

"Kemoterapi?"

Pintu kamar inap itu belum sepenuhnya terbuka saat suara sang ibu sudah lebih dulu terdengar di telinga.

"Iya, Nyonya," sahut Deokmi Ajhumma yang diiringi isakan tertahan, "dokter bilang operasi atau kemoterapi."

Masih di tempatnya, genggaman Chan pada kenop pintu menguat. Kakinya yang tiba-tiba melemas sebisa mungkin bertahan. Begitu pula dengan air mata yang sedikit demi sedikit menunjukkan eksistensinya di pelupuk. Jadi, sudah sejauh itu sakit yang Yeeun derita?

"Lalu tunggu apalagi? Ajhumma hanya tinggal menyetujui prosedurnya, bukan? Setujui saja demi kebaikan Yeeun."

"Tidak bisa, Nyonya."

"Kenapa tidak bisa?"

"Di sini saya hanya pengasuh, Nyonya. Meski saya ingin membantu dan menyetujui prosedur itu, uang saya tidak cukup untuk membiayai semuanya terlebih lagi ini adalah kemoterapi."

"Kalau begitu mintalah pada Tuan Park,"

"I-itu lebih mustahil lagi, Nyonya."

"Kenapa mustahil? Tuan Park adalah ayahnya,"

"Karena--hiks," isakan Deokmi Ajhumma terdengar lebih keras dari sebelumnya. Bahkan selama beberapa saat hanya isakan Deokmi Ajhumma yang dapat Chan dengar dari tempatnya, "karena ayahnya--Tuan Park--tidak akan pernah mau repot-repot datang apalagi mengeluarkan banyak uang untuk biaya perawatan Agassi."

"Apa? Bagaimana mungkin..."

"Jangankan itu, Nyonya, Tuan Park bahkan tidak akan pernah mau mengizinkan Agassi menjalankan kemoterapi meski tidak mengeluarkan uang sepersen pun. Karena beliau--hiks--sejak dulu beliau selalu berharap agar Agassi segera tiada."

×××

Chan memperhatikan dua buku tabungan yang ada di meja belajarnya. Setelah mendapatkan hasil dari jumlah keseluruhan, Chan menutup kedua buku itu dan membawanya keluar kamar. Seiring langkahnya menuruni anak tangga, Chan tiada henti mengedarkan pandangan. Dia bahkan selalu menyempatkan diri untuk memeriksa setiap ruangan yang dilewatinya.

Stand by Me - Stray Kids FanfictionWhere stories live. Discover now