Tiga Puluh Empat

585 71 7
                                    

Aku merasakan tekanan intimidasi yang kuat dari tatapan tajam ayah pada P'Vee. Aku tak berharap akan ada situasi seperti ini. Jika saja aku tak keras kepala untuk terus berdebat dengan Pee, kurasa suasana mencekam ini tak akan pernah ada. Aku belum menyelesaikan masalahku dengan Pee, dan kini bertambah masalah baru, aku merasa kepalaku lebih sakit daripada terbentur saat kecelakaan.

"Masa" panggil ibu, ia mendekat padaku lalu menyentuh kepalaku dengan lembut seperti biasa.

"Bu, ini P'Vee." aku bicara pada ibu dengan suara rendah. P'Vee memberi hormat pada orangtuaku, ibu mengangguk padanya.

"Apa kamu yang membuat puteraku menangis saat itu?"

"Ya aku mengakuinya, aku minta maaf sudah membuat Mark sedih, aku sangat menyesal dan hal itu tak akan terjadi lagi."

"Bu, itu hanya kesalahpahaman." Saat itu adalah kesalahan kami berdua, aku tak ingin P'Vee terus disudutkan.

"Jadi kau bajingan yang tak tahu terimakasih itu?" ucapan ayah terlalu tajam.

Bugghhh

Ayahku meninjunya dengan keras, membuat P'Vee terhuyung, ia berusaha menahan diri dan kembali berdiri dengan tegak. Sudut bibirnya yang terluka karena pukulan James kembali berdarah.

"P'Vee!" teriakku sangat keras, aku bersiap turun dari ranjang.

"Vee..." Bahkan P'Nuea sampai masuk entah karena dia mendengar suara pukulan ayah atau teriakanku yang sama-sama keras telah mengejutkannya, kupikir dia datang bersama P'Vee tadi. Dia berdiri di depan pintu nampak mengkhawatirkan keadaan temannya, P'Vee mengangguk padanya, melihat kami berempat di dalam dan bukan tempatnya untuk ikut campur ia kembali keluar ruangan.

"Tak apa." P'Vee meyakinkanku, ia melihatku dan tersenyum lembut. Saat ini kondisi P'Vee sedang lemah karena sakit, ia terlihat gemetar dan masih harus menghadapi tekanan dari orang tuaku. 

"Dia sudah membuatmu sakit, dia hanya memanfaatkanmu dan dia masih tidak memperlakukanmu dengan baik. Biasakah kau mempercayakan masa depanmu dengan orang sepertinya?" Ayah masih menggunakan nadanya yang tajam.

"P'Vee tak seperti itu!" teriakku. Aku yang paling tahu bagaimana P'Vee, dia menyesali apa yang terjadi dimasa lalu, ia telah menebus kesalahannya dengan memperlakukanku begitu baik, dia sudah menunjukkan kesungguhanya padaku, kalau saja orang tuaku melihat betapa kerasnya usaha P'Vee.

"Tapi saat itu kau sangat tersakiti, lalu kenapa kau kembali?" 

"Kami sudah membicarakannya dan sepakat berdamai, karena kami masih saling mencintai bu." jawabku

"Saling mencintai? Apa kau yakin? Dia tak memiliki apapun untuk dapat meyakinkanku dengan masa depanmu, dia sudah membuatmu menangis, orang tuanya bahkan tak perduli saat anaknya terluka, kau yang repot mengurusnya, dia hanya memanfaatkanmu, dan baru saja didepanku dia berani membentakmu. Apa orang seperti ini yang kau pilih? Inikah yang kau inginkan?"

Suara ayah yang terdengar dingin membuatku sangat marah. Saat aku akan menjawabnya P'Vee terlebih dulu mengangkat suaranya. P'Vee mengangkat kepalanya menatap dengan berani pada ayah. 

"Saya mencintai Mark. Memang benar dimasa lalu saya telah berperilaku tidak baik padanya, saya sangat menyesal dan sayapun merasakan sakitnya. Saya mencintai Mark, karena dia Mark bukan karena latar belakangnya. Dari awal saya tidak tahu jika Mark memiliki keluarga yang begitu luar biasa, saya baru tahu saat Mark membawa saya pergi ke Jepang. Namun sedikitpun tidak terbersit dalam pikiran saya untuk memanfaatkannya. Saya sedang mengupayakan untuk mengembalikan hutang saya padanya."

"Keluarga kami memang hanya orang biasa, ayahku bekerja di bengkel kecil miliknya yang mana penghasilannya hanya cukup untuk menghidupi keluarga kami, namun kami bersyukur tidak pernah kekurangan. Ibuku hanya seorang ibu rumah tangga. Mereka tidak pernah mengajari kami untuk memanfaatkan orang lain, karena kami hanya orang biasa maka kami hanya bisa bekerja keras untuk mendapatkan apa yang kami inginkan, sehingga kami tidak perlu menunduk pada keinginan orang."

Reconciled; Mechanic of loveWhere stories live. Discover now