sìp hòk

597 82 10
                                    

Vee pov

Aku berada di ruang tunggu bedah ortopedi sebuah rumah sakit di Jepang. Aku menatap Mark yang duduk disampingku. Dia menipuku, liburan yang dia katakan bagaimana bisa berakhir disini. Aku telah berulangkali meminta penjelasannya, namun jawabannya membuatku menelan kembali kekesalanku.

Mark menunjukkan kartu king dari permainan kami di taksi dan mengatakan, "P' kau priaku yang akan menjaga kata-katanya dan saat ini kau queen ku yang akan mentaati apa yang king perintahkan..."

Siahhh Mark! Aku tertipu bocah manis ini.

"Mark, apa kau berkolusi dengan ayah dan ibu?" Mark mengangguk dan tersenyum dengan kejam, membuatku semakin kesal saja.

Aku yakin orang tuaku ikut berperan, karena saat di bagian pendaftaran tadi kulihat Mark menyerahkan hasil check up terakhir milikku yang pasti dia dapat dari orang tuaku.

Seorang perawat memanggilku, aku dan Mark mengikutinya masuk ke ruang periksa.

Setelah dokter memeriksa kakiku, ia berbincang dengan Mark dengan bahasa Jepang yang satu kata pun aku tak tahu artinya.

Mark mengakhiri percakapan dan memberi hormat pada dokter itu yang menandakan kita bisa segera meninggalkan tempat ini.

Sebuah mobil menghampiri kami, Mark bilang itu sopir neneknya yang akan membawa kami ke rumah.

"Mark, apa nenekmu tahu tentang aku? Tentang kita?"

Mark mengangguk, "Ya, aku sudah bilang ke nenek."

"Lalu?"

"Lalu apa?" tanyanya balik.

"Apa nenekmu tak keberatan kamu bersamaku?"

"Nenek bisa mengerti, entah kakekku... "

Aku terdiam, aku tak ingin menempatkan Mark dalam situasi yang sulit di keluarganya. Tak semua orang tua akan selalu mendukung keinginan anak mereka seperti keluargaku.

Aku hanya bisa meyakinkan Mark bahwa aku akan tetap disisinya.

Tiba dirumah, kami disambut nenek Mark. 

"Masa"

"Nenek, aku merindukanmu...." Mark memeluk neneknya.

"Nenek juga."

Setelah beberapa saat mereka melepas pelukan, nenek Mark melihatku.

"Hallo nyonya!" sapaku.

"Khun Vee kan? Panggil saja nenek seperti Masa. Masa sudah banyak cerita pada nenek." aku tersenyum dan mengangguk. Syukurlah nenek Mark bisa bahasa Thai, setidaknya sedikit mengurangi tampilan bodohku. Mungkin aku perlu belajar bahasa jepang juga nanti.

"Ayo masuk dulu, nenek sudah siapkan makan malam."

Aku dan Mark mengikuti neneknya masuk. Rumah nenek Mark begitu besar, dengan gerbang kayu khas Jepang yang sangat tinggi di depan, taman yang begitu luas dihiasi kolam batu alam beserta bonsai, pancuran air dari bambu, dan kerajinan bambu. Terdapat pula beberapa pondok-pondok kayu di sudut taman.

Melalui jalan setapak kami melangkah ke dalam, kulihat bangunan utama yang terbuat dari papan. Arsitekturnya khas jepang namun aku tak tahu itu gaya apa. Seperti yang pernah kulihat di tv, nampak megah seperti hunian bangsawan atau aristokrat.

Masuk bangunan utama kembali melalui gerbang yang lebih kecil, ada lorong-lorong beratap yang saling terhubung. Bangunan disangga dengan pilar-pilar yang besar. Ada ruang terbuka di tengah bangunan yang dihias kolam batu alam dengan tanaman bonsai, dengan tampilan lebih kecil dari yang didepan.

Memasuki ruangan aku merasakan elemen interior tradisionalnya terasa halus, menyenangkan dan elegan khas bangsawan.

Kami duduk mengelilingi meja beralas tatami. Ini posisi yang sulit untukku tapi aku tak berani mengeluh.

"P' kalau tak nyaman harusnya bilang." kata Mark. Aku hanya tersenyum saat nenek Mark menatapku.

"Oh maafkan nenek, bagaimana aku bisa lupa... Ayo kita pindah ke meja besar."

"Maaf nek, sudah merepotkan.. " kataku.

"Tidak... jangan berkata seperti itu, nenek sangat senang Masa mau datang bahkan membawa teman." Nenek tersenyum tulus.  Ia lalu meminta para pelayan menghidangkan makanan, dan menyuruh mereka menyampaikan pada kakek Mark bahwa kami telah menunggu.

Kami mengobrol sembari menunggu kakek. Saat ia datang aku pun memberi salam, namun sayang sambutannya tak sehangat nenek. Aku tak berharap banyak saat Mark mengatakan padaku tentang kakeknya.

Selama makan obrolan hanya mengalir antara Mark dan neneknya, aku hanya sesekali menjawab jika neneknya bertanya. Dan kulihat kalau Mark tidak begitu dekat dengan kakeknya. Ada rasa mengintimidasi yang kuat dari kakek, bahkan selama makan Mark tak sedikitpun berani menatapnya.

Selesai makan kami istirahat di kamar yang biasa Mark pakai tiap kali datang.

"Mark, kakekmu sedikit menakutkan, lalu bagaimana dengan ayahmu?"

"Kata ibu dan nenek, aku, ayah dan kakek adalah tipe yang sama. Kami tak bisa dekat satu sama lain. Suasana akan sama seperti tadi jika ada ayahku." Aku hanya mengangguk, mencoba memahami karna aku sendiri belum pernah bertemu ayahnya.

(berharap kalo ada LM s2 ato dibikin full version dr novel 1&2, ada momen vee vs tsundere+possesive akut ayah Mark)

"Nah Mark! ada yang harus kita bicarakan sekarang dengan serius!" aku menatap Mark tajam.

"P' aku lelah, aku akan mandi dulu..." Mark beranjak akan pergi ke kamar mandi, aku menahan tangannya, tak akan aku biarkan dia kabur kali ini.

Mark kembali duduk disampingku.

"Katakan apa yang kau rencanakan?"

"P' aku rajamu..kau ratuku hanya perlu mengikutiku.. " Mark tersenyum manis.

"Jika kau masih bicara omong kosong... Aku akan mencium bibirmu sampai bengkak!" aku segera menarik tengkuknya.

"Peee...!" Mark berusaha menghindar tapi aku menahan tengkuknya dengan kuat dan tangan satunya aku pegang.

"Tumpahkan!"

"Okee! Lepas dulu.. " balas Mark. Aku pun melepas tengkuk Mark.

"P' aku ingin kau melakukan operasi rekonstruksi tulang, dokter yang tadi direkomendasikan nenek dan aku sudah berkonsultasi dengannya sebelum ini. P' aku tak ingin kau menolaknya."

"Mark... Aku pun ingin melakukannya tapi biaya itu tak terjangkau keluargaku...."

"Pee.. aku ada tabungan dan ayahmu kemarin memberi uang padaku untuk menggunakannya. Dan itu cukup sampai proses selesai..."

"Markkk.... " aku tak tahu lagi mesti bilang apa, aku menggenggam tangan Mark dan menutup mataku sejenak, mencoba meredam emosiku.

"Pee... aku tak suka kau merasa rendah diri dengan keadaanmu saat ini, aku tak suka kau merendahkan dirimu sendiri, membuatmu merasa tak layak. Pee...aku menginginkan P'Vee ku yang selalu percaya diri dan selalu penuh dengan dirimu." aku menatap Mark.

Selama ini aku tak tahu apa yang Mark pikirkan tentang aku, aku yang sudah pasrah dengan keadaanku, aku yang ketakutan tak bisa membuatnya bahagia atau bahkan menyakitinya lagi. Meski aku yakin perasaan kami masih sama.

"Markkk... "

"Pee..aku tak ingin kau mendorongku menjauh darimu. Dan Pee.. Aku senang saat kau selalu merawat dan menjagaku dulu, jadi tolong lakukan itu lagi untukku."

Aku tersenyum, apapun akan kulakukan untukmu. "Tapi kau harus janji satu hal.. "

"Apa?"

"Kau akan menerima aku untuk membayar kembali biaya." Aku tak ingin memanfaatkan Mark.

"P'Veeee...!"

"Janji?!"

"Hmmm" Mark seperti terpaksa menganggguk.

"Terimakasih Mark" aku memeluknya erat dan mencium keningnya.

Reconciled; Mechanic of loveWhere stories live. Discover now