sǎam

1K 108 0
                                    

Vee pov

Sedari pulang dari kampus aku terus berdiam diri di kamar. Aku tak ingin melakukan apapun saat ini, berjam-jam rebahan di atas kasur tanpa bisa memejamkan mataku.

Tatapan Mark yang menunjukkan kemarahannya padaku sore ini masih nampak jelas kuingat.

Apa yang harus kulakukan sekarang, aku tak ingin menyerah tapi aku sangat lelah.

Kalo saja Mark mau bicara padaku, meskipun itu hanya cacian atau hinaan dari kemarahannya padaku, aku akan sangat menerima. Tapi Mark terus saja diam mengabaikanku.

Aku tak tau apa yang ada dipikirannya, aku tak tau apa yang dia inginkan, aku tak tau bagaimana menghadapinya.

Segala cara sudah aku coba, tapi dia masih acuh padaku.

Kalau saja dia mau mengatakan apa yang dia inginkan, demi apapun aku akan melakukan apa saja untuknya.

Mark, tak ada lagi kah sisa perasaanmu padaku? Kau bisa melampiaskan semua kemarahanmu padaku tapi tolong jangan diamkan aku seperti ini.

Siksaan ini benar-benar hebat. Selamat Mark, kau berhasil menghancurkanku.

###

Yoo pov

Ku lihat jam dinding di ruang tamu tepat menunjukkan pukul 3 pagi. Aku baru saja pulang minum bersama senior dari tempat magangku.

Aku ingat melihat motor Vee di garasi, jadi bocah itu kembali menjadi anak rumahan. Biasanya ia baru pulang menjelang subuh.

Segera aku naik lantai dua dan kudapati suara-suara dari kamar Vee.

"Mark! Mark, maafkan aku. Mark, aku salah, maaf."

Aku menghela nafas lelah, kumasuki kamar adikku untuk mengecek nya.

Ini untuk kesekian kali aku menemukannya mengigau dan menangis.

Aku sangat prihatin dengan keadaannya, tapi apa lacur, Vee yang dulu memperlakukan Mark seperti udara kini dia menyesalinya.

Aku ingin membantu tapi apa yang bisa kulakukan, semua tergantung Mark sendiri.

Kulihat badan Vee menggigil dan wajahnya merah serta basah dari airmatanya.

"Vee! Vee!"

Kupanggil dia dan kusentuh bahunya untuk ku bangunkan.

"Sial Vee! Badanmu terbakar!" Tak sengaja aku memekik, aku takut terdengar orangtua ku dan membuat mereka panik.

"Hhhhh"

"Vee! Bangunlah!" dia tetap bergeming.

Segera aku ambil alat kompres, thermometer juga obat demam.

Sekali lagi aku bangunkan Vee, dan kali ini berhasil. Aku memberinya obat dan minum, menyeka tubuhnya dan mengganti bajunya.

Membantunya kembali tidur dan mengecek suhu tubuhnya.

"Sial! 38 Vee!"

"Yoo, aku merindukan Mark, aku ingin melihatnya Yoo." Vee menggenggam ujung kemejaku dan menatapku dengan matanya yang berkaca-kaca.

"Ya, kau bisa menemui Mark besok pagi."

"Tidak Yoo. Aku menginginkan Mark sekarang. Antarkan aku Yoo."

Oh malamku sangat berat.

"Vee ini masih gelap, biarkan Mark tidur dulu."

"Aku akan menunggu di depan kamarnya."

"Satpam asramanya tak akan mengijinkan kamu masuk."

"Satpamnya mengenaliku, pasti boleh Yoo."

"Vee, badanmu demam."

"Barusan aku minum obat, aku segera sembuh."

"Vee kau sedang sakit, jika Mark melihatmu sakit dia pasti sedih. Kau tak ingin membuatnya sedih kan?"

Dulu tiap sakit dia hanya akan diam dan tidur sepanjang waktu, namun semenjak patah hati, dia berubah menjadi brengsek dan menyebalkan seperti ini.

Kalau bukan adikku dan tak takut membangunkan orangtuaku, aku akan menendang pantat bocah ini.

"Aku tak akan membuat Mark sedih lagi, tapi aku benar-benar ingin melihatnya Yoo."

Sialan Vee! Butuh waktu satu jam untuk membujuknya agar tenang dan melupakan niatnya pergi ke Mark.

Oohhh! Aku sangat lelah sekarang dan besok pagi aku harus kembali lagi ke tempat magang.

Reconciled; Mechanic of loveWhere stories live. Discover now