11. Skorsing

80 81 87
                                    

***

"Kembali mengingat luka yang entah siapa yang menggoresnya."

___A___

***

Setelah sedikit perbincangan dengan abangnya, Airin hanya menuruti perintahnya, kini ia ikut sarapan walau hanya suasana dingin yang mencekam di antara ketiganya.

Airin tak mengedarkan pandangannya ke mana pun, ia masih asik dengan sarapannya yang sebenarnya malas sekali untuk ia kunyah, dia kesal, tapi tak mampu mengutarakan.

Alan berdeham cukup keras membuat suasana lebih mencekam. "Ehem! Mau diem-dieman mulu?" ujarnya memandangi kedua adiknya.

Airin hanya diam tak merespon, Galih menelan ludahnya, dia tak mau pagi ini semakin memberi jarak antar ketiganya. "Lagi sarapan bang, ngobrolnya entar."

Airin yang sudah malas dengan semuanya ingin meninggalkan tempat ini, dia mendorong kursinya ke belakang dan berdiri.

Spontan Alan ikut berdiri dan memegang lengan adiknya. "Mau kemana?!" tanyanya sarkas.

Sorotan mata Airin kepada Alan menyiratkan kekecewaan, dia memandang abangnya tanpa berbicara. Airin berusaha melepaskan tautan tangan abangnya. Berusaha menepis namun tetap saja tak terlepas.

"Mau kemana! Abisin makanan kamu!"

Galih semakin dibuat bingung. "Udah bang!" peringatnya.

"Lo jangan belain Airin terus! Airin bisa semakin menjadi!" terang Alan membuat nafas Airin memburu.

Dia menyentak tangan Alan keras. Tautan tangan itu terlepas. "Shut up your fucking mouth!" serunya dengan menekankan setiap katanya.

"Kamu tambah besar tambah bejat Airin! Bukannya nambah dewasa tapi kamu semakin menjadi kekanak kanakan!" bentak Alan.

Nafas Airin semakin memburu, matanya memanas mendengar penuturan abangnya, abang yang dia anggap pahlawannya berbicara seenaknya kepada dirinya. "I'm not as good as anyone else, but that doesn't mean I'm bad!"

"Udah bang, gak usah bentak-bentak adek!" lerai Galih yang kini ikut berdiri.

Alan tak menggubris ucapan Galih, dia kembali menahan tangan Airin. "Bisa ngertiin abang?!"

"Apa bisa kalian ngertiin gue? Gak 'kan?! Kalian mentingin yang lainnya, apa pernah kalian nanyain Airin udah makan apa belom? Pulang sekolah Airin pergi kemana aja kalian gak tau! Pulang ke rumah gak ada orang, pengin makan kadang gak ada yang bisa dimakan! Pernah kalian mikir?! Kenapa mama sama papa pergi?! Kenapa gak gue aja yang pergi waktu itu! Gue capek, gue gak mau ada di dunia ini lagi! Gue capek!" teriaknya dengan nafas menggebu-gebu, rongga paru-parunya serasa terhimpit, dihujami bebatuan yang tak kasat terlihat. Matanya menitikan air.

Pundak Alan serasa jatuh, dia serasa skakmat dengan ucapan adik bungsunya. Dia menatap nanar Airin yang pergi begitu saja dengan langkah lunglainya.

"Airin udah bukan Linlin bang, bukan Linlin yang ceria, cerewet, banyak mau. Sekarang dia berubah jadi Airin yang bisanya cuma mendem sendiri, dia merasa kesepian, Bang! Dia jadi dingin, auranya udah beda bang, lo harus bisa nyeimbangin dia, gue juga nyesel gak ada waktu buat dia."

Sudut Rasa (On Going)Where stories live. Discover now