2. Sesak

164 156 202
                                    

Assalamu'alaikum

Wajib vote and coment!
Follow juga biar enak:)

Sekian, happy reading

***

"Percayalah, sesak yang nyata itu ketika rindu namun tak berujung bertemu."

___A___

***

Gelapnya ruangan benuansa putih bercampur biru, di situ terlihat seorang gadis yang menangis dalam diamnya, menyendiri di pojok ruangan dengan kaki yang ditekuk, wajahnya tertutup oleh rambut yang dibiarkan tergerai. Menangis sesenggukan tanpa ada yang mengetahui, tangannya memegang sebingkai foto yang di sana terlihat lima orang yang berfoto menatap kamera dengan senyum simpul yang mampu menghangatkan gadis tomboy itu.

Hampir setiap malam ia lakukan dengan melamun, bahkan dirinya makan pun tidak teratur, tidak ada yang mengetahui semua ini, abangnya yang terlampau sibuk, namun ia mencoba mengerti itu semua.

Yang dia punya untuk sekarang hanyalah kedua abangnya, paman dan bibinya yang memang tidak di negaranya membuat dirinya serasa tak mempunyai keluarga lagi.

Airin yang sekarang enggan dengan yang namanya berteman, semuanya hanya datang jika mereka butuh, membuat gadis ini malas untuk mencari teman, sahabat kecilnya ... entahlah dia menghilang bersamaan dengan hilangnya kedua orang tuanya menuju keabadian, tak ada yang memanjakannya, tak ada yang memarahinya, tak ada pelukan hangat seorang ayah terhadap putri kecilnya.

Decitan pintu terdengar samar bersamaan dengan lampu yang dinyalakan terang, dia tak mampu mendongakkan wajahnya, dia hanya bisa terdiam sembari menutup matanya.

Seseorang itu kaget tatkala tak melihat adiknya tak ada di ranjangnya, melainkan duduk meringkuk di pojok ruangan, dia segera menghampiri sang adik dan membawanya berdiri untuk duduk di tepi ranjang.

"Kenapa? Cerita sama abang," tanya Alan pelan.

Namun Airin hanya menggelengkan kepalanya pelan, dia menatap mata abangnya, seketika air matanya kembali menetes, sang abang hanya menatap iba adik kecilnya, memeluk tubuh kecil adiknya yang mulai bergetar.

"Gu-gue mau sendiri, mending lo pergi," ujarnya dengan suara parau.

Alan hanya tersenyum mendengar perintah adiknya. Bagaimana tidak, Airin menyuruhnya pergi namun pelukan dari adiknya itu sangatlah erat, Alan paham itu. Adiknya hanya gengsi, dia ingin diperhatikan, namun dengan caranya tersendiri.

"A-abang sibuk terus, abang gak nge-ngertiin Adek, Abang selalu pulang malem, bang Galih juga jarang ke-keluar kamar, Adek sendirian, Adek mau dimanja, tapi gak ada yang manjain Adek," Airin mengeluarkan semuanya, Alan mengerti itu, dia sadar jika dirinya memanglah sibuk, sibuk dengan kuliahnya dan dia juga sibuk dengan perusahaan alamarhum papanya.

Alan tak membalasnya, dia membiarkan Airin mengeluarkan unek-unek yang selalu ia pendam sendiri, semenjak orang tuanya meninggal, keduanya berubah pesat. Tidak ada canda tawa, tak ada yang berbagi cerita, tak ada lagi baku hantam dan masih banyak lagi.

"Abang sayang gak sama Airin? Kok abang gak pernah ajak bicara Airin, Airin pengen cerita banyak sama abang, tapi abang gak pernah ngertiin Airin, Abang gak manjain Airin lagi, biasanya ada papa yang manjain Airin, tapi sekarang udah gak ada, abang~ Airin pengin masakan mama, Airin rindu mama hiks hiks, Airin juga kangen sama Acis, Acis dimana abang? Kenapa Acis ikut pergi, kenapa abang? Hiks hiks," tangisnya meraung raung, hingga terdengar sampai luar.

Sudut Rasa (On Going)Where stories live. Discover now