2. Buku Harian Amaiya

466 43 1
                                    

'Listen to intuition'

-Invastel

•~•~•

Pria dengan jas dengan jambang tipis yang menghiasi wajahnya itu tampak baru keluar dari SMA Garuda Jaya untuk pertama kalinya setelah dia baru saja selesai mendaftarkan keponakannya di sekolah ini.

"Fazza." Dia memanggil keponakannya pelan, karena agaknya keponakan tersayang itu ternyata tertinggal jauh di belakang.

Dengan langkah lebar, laki-laki dengan baju sekolah SMA pada umumnya itu segera berlari kecil dan mengiringi langkah pamannya sambil mengeluarkan senyum simpul. Sorot mata yang dingin namun tenang itu sedang sibuk memperhatikan suasana baru sekolahnya ini.

"Insha Allah, besok kamu sudah bisa berangkat ke sekolah. Semoga kamu betah, ya.." Pamannya merangkul anak tampan disampingnya ini, Fazza.

"Iya, Paman." Fazza mengangguk singkat.

Tiba di parkiran sekolah, ternyata hujan datang dengan tiba-tiba, mereka berdua mendongak menatap langit.

"Bagaimana ini? Paman sudah di tunggu klien di kantor.." gumam pamannya mendegus.

"Paman duluan saja, aku akan menunggu di sini hingga hujan reda."

"Kau yakin?"

Fazza mengangguk.

Pamannya sendiri membawa motor sedangkan tadi Fazza berangkat menggunakan sepeda barunya, karena Fazza lebih senang bersepeda dari pada menaiki motor.

"Baiklah, sebentar lagi sekolahan akan bell pulang. Berhati-hatilah .. jangan lupa kau pulang setelah hujan reda."

"Iya, Paman."

Fazza melihat pamannya pergi dari sekolah, sedangkan Fazza menuntun sepeda menepi dari parkiran. Dia berteduh di toko tutup tak jauh dari sekolah barunya.

Dia hanya merenung menyaksikan hujan semakin deras, suara rintik yang bersahutan membuatnya tenang sejenak.

Hujan ternyata datang cukup lama, dia melihat anak-anak SMA Garuda Jaya yang melewati toko itu menggunakan mantel, deru motor dan ocehan gadis-gadis yang bersuara tinggi terdengar hingga sini.

Apakah dia akan betah mendengarkan suara bising para gadis itu kelak? Entahlah. Fazza hanya membuang napas lelah sambil memejamkan matanya.

Beberapa waktu berselang, hujan tak kunjung reda dan bahkan semakin lebat. Fazza menaiki sepeda, berniat menerjang hujan ini karena dia tidak bisa berlama-lama lagi di sini. Lagi pun, jika dia ngebut tidak akan ada orang yang tertabrak karena tidak ada satupun lalu lalang kendaraan yang lewat.

Bruk!

Baru saja Fazza mengayuh beberapa detik yang lalu, dia tiba-tiba terjatuh tepat di depan gerbang sekolah.

Di tengah jalan yang basah itu, dia berdiam menatap lututnya yang berdarah, melirik tas yang isinya berserakan ditengah jalan.

Tidak ada satupun orang di sana, sepi.

Sampai seorang gadis menghampiri dari arah halte bus tak jauh dari sana, Fazza tidak mendongak menatapnya, dia tetap diam bersembunyi dibalik topinya yang basah.

F A Z Z A (End)Where stories live. Discover now