22. Penolakan Kedua

Start from the beginning
                                    

Meskipun ingat jika pertemuan terakhir mereka kemarin sedikit tidak mengenakkan, tapi Queenzie tetap akan meminta tebengan Dhaffi. Siapa tahu suasana hati Dhaffi sudah berubah menjadi lebih baik.

Queenzie mengetuk pintu rumah Dhaffi. Tidak lama setelah itu, keluarlah Dhaffi yang sudah berpakaian rapi. Laki-laki itu hanya menampilkan wajah datar. Sedangkan di depannya, Queenzie tersenyum manis padanya. Queenzie sudah biasa mendapat respon seperti itu. Itulah kenapa dia tidak tersinggung dengan respon yang Dhaffi berikan.

“Mas, aku berangkat bareng kamu ya? Kenzo udah berangkat duluan.”

“Apa kamu lupa dengan ucapan saya kemarin? Berhenti memanggil saya dengan panggilan seperti itu lagi!” ucap Dhaffi mengingkatkan dengan nada dingin.

Queenzie sedikit terkejut dengan respon Dhaffi yang masih dingin seperti kemarin. “Maaf, Pak,” ucapnya. Dia lupa dengan ucapan Dhaffi kemarin yang memintanya berhenti memanggilnya ‘Mas’ lagi baik di area kampus maupun di luar kampus.

Dhaffi mengangguk. “Biasakan memanggil saya seperti itu! Saya tidak suka mendengar kamu memanggil saya ‘Mas’ lagi.”

Queenzie mengangguk dengan wajah yang sudah tidak secerah tadi.

“Saya boleh nebeng Bapak? Saya ditinggal Kenzo berangkat duluan.” Meskipun mendapat respon seperti itu dari Dhaffi, tapi Queenzie belum menyerah. Dia masih berharap Dhaffi mau memberinya tumpangan seperti sebelum-sebelumnya.

“Tidak. Saya ada urusan mendadak. Jangan jadi perempuan manja! Saya tahu mobil kamu tidak kenapa-kenapa.”

Queenzie tersenyum paksa. “Ya sudah. Kalau begitu saya permisi, Pak.”

Setelah mendapat penolakan dari Dhaffi, Queenzie langsung menghubungi Calvin. Untung saja Calvin belum berangkat.

[Flashback Off]

Queenzie tidak menyangka kalau urusan mendadak Dhaffi itu adalah menjemput Kinar.

“Pak... Bu...,” sapa Calvin sopan.

Dhaffi dan Kinar hanya mengangguk saja. Tatapan Dhaffi masih terfokus pada Queenzie yang sedari tadi menunduk. Perempuan itu bahkan tidak ikut menyapa Dhaffi dan Kinar seperti yang dilakukan Calvin.

“Ayo, Beb!” Calvin mengajak Queenzie pergi masih dengan merangkul bahu Queenzie. Nyalinya terbilang cukup besar karena dia tidak terpengaruh oleh tatapan intimidasi Dhaffi.

Hati Queenzie terasa nyeri. Dia cemburu melihat Dhaffi dan Kinar. Ini sudah kedua kalinya Dhaffi lebih memilih Kinar dari pada dirinya.

Queenzie kira sikap Dhaffi selama ini padanya menunjukkan kalau laki-laki itu juga mempunyai perasaan yang sama dengannya, tapi ternyata Queenzie terlalu percaya diri. Seperti yang Stella katakan, Dhaffi terlihat seperti punya hubungan khusus dengan Kinar.

Kalau Dhaffi saja terang-terangan menunjukkan kedekatannya dengan Kinar di depan Queenzie, bukankah itu bisa diartikan kalau tidak ada kesempatan untuk Queenzie mendapatkan hati Dhaffi?

“Ke kantin dulu yuk, Beb! Kenzo sama Stella udah ada disana,” ajak Calvin setelah membaca pesan dari Kenzo.

Queenzie mengangguk dengan wajah murung. Pikirannya berkecamuk memikirkan perubahan sikap Dhaffi yang terjadi dengan cepat. Baru kemarin lusa Dhaffi masih peduli pada Queenzie dan mau menemani Queenzie menonton film, tapi kemarin tiba-tiba saja laki-laki itu berubah dingin. Entah apa yang sedang terjadi padanya.

“Lo apain Queenzie sampai mukanya ditekuk gitu?” tuduh Kenzo saat melihat Queenzie menghampiri mejanya dengan wajah tertekuk.

“Enak aja! Bukan gue yang bikin dia kayak gini. Queenzie sedih gara-gara lo tinggalin kali,” jawab Calvin asal. Dia malas menyebutkan alasan sebenarnya kenapa Queenzie bisa cemberut seperti itu. Tentu saja Calvin menyadari perubahan wajah Queenzie setelah bertemu Dhaffi dan Kinar.

Kenzo menarik tangan Queenzie lembut agar duduk di sampingnya. Dia menangkup pipi Queenzie dan menatap matanya dalam. Wajahnya serius, tidak pecicilan seperti biasanya.

“Lo mau tas merek apa? Bilang sama gue, nanti gue bilangin ke bokap lo!” Kenzo bertanya seperti itu karena menduga Queenzie sedih karena sedang menginginkan tas keluaran terbaru seperti biasanya.

Stella memutar bola matanya jengah. Dia kira Kenzo benar-benar mengkhawatirkan Queenzie, tapi cowok itu malah bertanya pertanyaan yang tidak penting.

Queenzie memukul dada Kenzo pelan, sedangkan Kenzo tertawa puas karena berhasil mengerjai Queenzie. Dia menarik Queenzie ke dalam pelukannya. Dia tahu ada yang sudah merusak suasana hati Queenzie.

Queenzie balas memeluknya. Dia menyembunyikan wajahnya di bahu Kenzo.

Queenzie menahan mati-matian air yang berusaha keluar dari matanya. Dia merasa tidak pantas menangisi seseorang yang bukan siapa-siapa dalam hidupnya.

Meskipun menyebalkan, tapi Kenzo sangat peduli padanya. Dia terkadang lebih memilih langsung menenangkan Queenzie tanpa berniat ingin tahu apa yang sedang terjadi pada sepupunya itu.

Setelah sedikit tenang, Kenzo melepas pelukannya. Queenzie langsung meminum minuman milik Kenzo sampai tandas. Kenzo yang melihatnya hanya bisa mengelus dada. Dia harus sabar menghadapi perempuan yang sedang galau ini.

“Gue tadi lihat Pak Dhaffi sama Bu Kinar berangkat bareng,” ucap Stella membuat suasana hati Queenzie kembali memburuk.

Queenzie hanya menggumam saja. Responnya itu membuat Kenzo menatapnya menyelidik.

“Jangan bilang lo galau kayak gini gara-gara ngelihat mereka berdua berangkat bareng?” tebak Kenzo tepat sasaran.

“Gue cuma kesel. Dia tadi gak mau berangkat bareng gue, tapi malah berangkat bareng Bu Kinar.”

“Kan gue udah bilang, Zie, mereka itu ada hubungan khusus. Lo masih aja mau ngejar Pak Dhaffi,” ucap Stella mengingatkan.

“Gue lebih setuju lo sama Calvin dari pada sama Pak Dhaffi. Calvin lebih cocok sama lo, sama-sama bobrok.” Kenzo mengucapkannya dengan santai. Calvin yang mendapat dukungan pun tersenyum senang.

“Mau lo deket sama siapa aja nanti juga lo akhirnya sama gue, Beb. Udahlah, terima aja!” sahut Calvin.

“Iya, kayaknya lo emang jodoh gue deh, Vin.”

Calvin merentangkan tangannya yang langsung disambut pelukan oleh Queenzie.

Stella geleng-geleng kepala. “Lo bertiga sama-sama gila!”

💄💋💄💋

Hello, Mas Dosen! (TERBIT) Where stories live. Discover now