Waterfall 29

14.4K 1K 74
                                    

Kenapa manusia selalu mengulangi kesalahan yang sama meski sudah menyesalinya?

-


Hanya dingin dan sunyi yang bisa Shaka rasakan saat ini. Selain dunia yang tiba-tiba membisu, melihat adegan yang tidak pernah tľlerlintas sekalipun di dalam kepala kini terjadi tepat didepan matanya sendiri. Pertemuan menegangkan tiba-tiba ini membuat Shaka merinding, seolah menunggu bom yang sepertinya sebentar lagi akan meledak.

Siapa sangka Shaka, Mama, Papa, Mahen dan Miranda akan disatukan diruangan yang sama? Shaka tidak siap. Bahkan tidak pernah siap.

Perlahan garis merah dipipi kerahangnya mulai terasa perih. Ia mengusapnya pelan, hanya berdarah sedikit akibat kulitnya terkelupas oleh kuku-kuku panjang Miranda. Tanpa memperdulikan tiga orang dewasa yang tengah menyorot satu sisi lain dengan tatapan menerkam, Shaka masih mematung di tempatnya sambil bernafas dengan susah payah. Tiba-tiba keringat dingin menyerang tubuhnya dan udara kian menyempit. Sesaat ia sempat tidak seimbang hingga mundur satu langlah karena terhuyung namun sesaat kemudian yang ia lihat adalah Miranda dengan bahu naik turun menampar keras pipi Papanya, Harun.

Aneh. Padahal ia melihat semua orang mengeluarkan urat dileher mereka, bahkan Mahenpun meski sambil menjauhkan Ibunya hingga nyaris ke dekat pintu keluar, orang-orang yang lewat mulai mengintip dan mengetuk pintu, namun telinga Shaka hanya menangkap samar suara bising yang menyerang telinganya. Keringat sebiji jagung lolos turun dipelipisnya, dan nafasnya semakin menyempit hingga membuatnya terbatuk. Shaka ingin sekali memukul kepalanya sendiri. Dia juga ingin menenangkan situasi ini, namun bukannya maju, kakinya justru melemah hingga membuatnya jatuh teduduk. Shaka menyentuh dadanya sendiri dan merasakan jantungnya yang berdetak terlalu kencang dengan nafas yang semakin memendek.

Shaka takut.

Hingga kini tidak ada satupun yang berhasil meraihnya.

Semuanya masih bergelut dalam api sedangkan Shaka merasa dirinya berada diujung hidup. Shaka meremas dadanya sendiri sembari mencoba kembali meraup udara dalam tunduknya. Sampai akhirnya seseorang menyentuh pundaknya kemudian menggoyangkannya, Shaka bisa mendengar suara orang ini, namun kalimatnya tidak jelas sama sekali. Namun hatinya terus-terusan berterimakasih kepada Tuhan karena akhirnya ada seseorang yang menolongnya.

"....SHAKA! NAFAS! NAFAS!" Pekik orang itu panik. Shaka menurut, namun semakin ia menghirup udara masuk ke dalam paru-parunya, dadanya justru semakin sakit membuatnya tanpa sadar meremas pakaian lengan panjang orang itu.

Shaka mendongak, melihat seluruh mata kini justru menatapnya dengan berbagai tatapan. Bibir mereka sudah berhenti bergerak, Shaka ingin meraih Harun dalam kepalanya hingga kemudian kesadarannya benar-benar ditarik paksa jatuh ke dalam gelap.

***

Bangun-bangun hari sudah nyaris gelap padahal langit keorenan sore ini cukup indah untuk dinikamati dalam keadaan baik-baik saja. Gorden yang menutupi terik matahari pagi tadi berkibar dibawa angin masuk, namun kemudian seseorang menutup jendela dan hawa dingin perlahan memudar. Sambil mendorong tiang infusnya, tungkainya mendekat kearah brankar Shaka, samar-samar suara isakan semakin terdengar jelas ditelinga Shaka. Shaka terlampau mengenali suaranya, bahkan hanya dari suara hentakan kaki, karena dia memiliki tempo langkah yang berbeda dari semua orang dan hanya Shaka yang menyadarinya.

Masih setengah sadar, tau-tau tubuhnya ditimpai tubuh kurus orang yang menutupi jendela kamarnya. Dia memeluk Shaka terlewat erat sambil membasahi baju rumah sakitnya. Pelan-pelan, tangisnya berubah menjadi erangan dan semakin kuat. Shaka membalas pelukannya tak kalah erat, meski air matanya tidak terjun, namun hatinya ikut terharu dan terluka.

Shaka's Ending ✔Where stories live. Discover now