Arus 6

8.9K 1K 58
                                    

Tap your star! 💫













Sebenarnya, Shaka belum pulih benar. Namun menurutnya, pening yang kemarin mencengkram kepalanya sudah hilang, maka ia sudah baik-baik saja meski panas tubuhnya belum benar-benar normal.

Shaka benci belajar, tapi sekolah adalah tempat terbaik itu lari dari rumah untuk sementara waktu. Bukan berarti dia benci, hanya saja kadang-kadang rumah terasa kosong meski orang-orang didalamnya lengkap. Ia benci merasa terbiasa dengan eksistensinya sebagai hantu yang tidak terlihat atau tiba-tiba presensinya berubah sepenting permata saat sibungsu hilang dari radar.

Tetap saja, Shaka tidak sampai hati untuk membenci. Hingga marahnya saja ia pendam sedalam mungkin. Ia tidak tega, apa lagi ia sudah melihat jalan kehidupan pahit orang dewasa sedari kecil. Lebih baik seperti ini baginya. Walaupun ia kesusahan, setidaknya lingkungannya tidak menambah kesakitannya lebih banyak. Mama dan Papa baik-baik saja hingga kini sudah cukup untuk melengkapi kekosongannya. Biarlah Rayyan menjadi buronan yang harus ia pantau 24 jam, toh meski sedikit iri, ia tidak keberatan sama sekali.

Karena dari kecilpun Shaka sudah membuang waktunya untuk menjaga Rayyan.

Namun lagi-lagi, Shaka tidak mengerti dengan rencana Tuhan.

Ia tidak mengerti mengapa Tuhan mempertemukannya dengan Papa dengan jarak bersebrangan ditengah kota. Shaka yang berdiri kaku dihalte bus dan disebrang sana didepan toko kecantikan mobil Papa terparkir.

Tepat setelah ia turun dari bus, dan kendaraan itu berlalu setelahnya. Seperti meninggalkan kata-kata diudara yang masuk ketelinganya.

Surprise!! Shaka! Papa kamu selingkuh! Hahahaha.

Pemikiran seperti, apa Papa mau membelikan Mama kosmetik? Wew, sosweet banget. Seketika musnah saat seorang wanita dengan dress maroon selutut seperti sosialita keluar dengan Harun sambil merangkul Papanya mesra. Saat itu, Shaka berdiri dihalte yang belakangnya ditumbuhi pohon besar, dan rasanya seperti ditimpa pohon besar itu. Ada bunyi retak yang terdengar di dalam dada Shaka, sebuah kekecewaan terbesar.

Shaka kira semuanya baik-baik saja. Badai itu sudah berlalu. Yang ia lihat ternyata bukan sebuah bangunan kokoh, nyatanya dibalik satu fondasi yang ia tahan setengah mati, masih banyak puing-puing berceceran yang belum kembali ketempatnya semula. Semuanya masih berantakan, dan masih ada badai lebih besar datang mendekat kearahnya.

Dan petir serta awan hitam sudah mulai berdatangan.

Papa

Pa, Shaka mau ngomong sesuatu nanti.

Papa pulang kapan?

Papa lembur.

Shaka barusan liat Papa sama tante yang sama 10 tahun yang lalu.

Ada apa, Pa?

Ada jeda cukup panjang, hingga Shaka dapat memberhentikan taxi dan masuk kedalamnya. Sekitar 10 menit perjalanan barulah Harun membalas pesan singkatnya.

Tunggu diruangan Papa jam 8

Shaka memandang kosong balasan dari Papa 5 menit yang lalu, hanya untuk menyadari bahwa sungainya ternyata tidak setenang yang ia kira.

🐢🐢🐢



Shaka menunggu 1 jam lebih cepat dari jam yang sudah ditentukan tanpa rasa takut. Rayyan sampai bingung, kenapa Kakaknya itu masuk keruangan Harun, padahal pria itu belum pulang. Saat ditanya, cowok itu bilang disuruh Papa untuk menunggu diruangannya, dan ingin mengobrol perihal kuliah Shaka nanti. Karena pada dasarnya Rayyan tidak peduli, jadi cowok itu berlalu sambil membawa stoples berisi kuaci keruang tengah.

Shaka's Ending ✔Where stories live. Discover now