Jeram 12

6.9K 880 11
                                    

Tap your star! 💫

___________________
When everything get tiring, just take a rest. But don't give up.














Terkadang saat teman-teman seumurannya memikirkan tentang masa depan, dimana mereka berlarian ke sana-kemari bertanya dimana mereka akan melanjutkan studi, dimana kota favorit mereka, tipe pasangan hidup mereka nanti atau ingin menjadi seperti apa mereka 10 tahun yang akan datang, itu benar-benar memuakkan bagi Shaka, atau lebih tepatnya...menyeramkan?

Tidak satupun yang dapat memprediksi masa depan. Saat kamu berencana menjadi seorang balerina, lalu Tuhan mengambil kakimu sebulan kemudian. Mungkin hal itu bisa kamu deskripsikan dengan 'dunia runtuh serata tanah'. Karena kamu seakan kehilangan harapan dan hasrat untuk melanjutkan hidup. Namun, Shaka tetap percaya Tuhan punya rencana lain. Meski tetap, karena ia hanya seorang manusia yang memiliki banyak ketakutan.

Itulah mengapa, baginya akan lebih mudah mengikuti arus yang sudah Tuhan buat untuknya. Meski terdengar santai dan membosankan, namun selama ini Shaka justru merasa kelelahan. Ia ingin sekali merubah arusnya meski hanya sedikit, dan ternyata yang menghambat arus kebahagiaannya adalah orang-orang yang membawanya kedunia ini sendiri.

Shaka tau ia tidak boleh serakah atau terlalu banyak mengeluh. Gibran juga punya masalah dengan orang tuanya, tipikal Asian parents yang ingin anak mereka menjadi yang sempurna untuk segala macam pelajaran, sedangkan Gibran tidak mampu menggapainya, atau bisa dibilang Gibran tidak punya minat dalam hal akademik. Gibran punya bakat olahraga dan bermusik. Jujur saja, musik-musik yang Gibran buat benar-benar luar biasa, brilian!

Anak itu tertekan, Shaka tau. Shaka itu perasa, dan sialnya dengan masalah yang datang kekehidupannya hal itu membuatnya sedikit kewalahan.

Shaka jelas lelah fisik dan mental.

Tapi Shaka tetaplah Shaka yang santai dan pemendam. Terlalu santai akan hidupnya sendiri, hingga merelakan hidupnya untuk menyelamatkan hidup orang lain. Shaka benar-benar buta dan tersesat.

Hari ini, Gibran membolos dua mata pelajaran terakhir. Ia bertemu dengan cowok berambut cepak itu dilapangan menuju parkiran. Dan sepertinya anak itu habis bertengkar. Pipinya merah, sudut bibirnya juga bengkak. Gibran bukan tipikal anak yang suka berkelahi, namun tampangnya memang memancing untuk ditonjok.

"Shaka!" panggilnya. Tangannya terayun memukul bahu Shaka pelan. Itu sakit, dan Shaka hanya bisa menyuarakannya lewat ekspresi wajah yang spontan sebelum cepat-cepat menyamarkannya.

"Muka lo Gib," ucap Shaka menunjuk poin-poin luka diwajah Gibran dengan sedikit meringis, seolah ia juga merasakan perihnya.

"Iya, abis berantem."

"Kenapa berantem?"

Gibran menaikkan bahunya pura-pura tidak peduli lalu berjalan mendahului Shaka, "Gue boleh nginap gak?"

Padahal satu meter lagi ia menggapai sepeda motor kesayangannya, namun Shaka justru berhenti seketika sambil memandang Gibran yang ikut mengeluarkan motor yang disekat tiga motor dari milik Shaka.

"Lo berantem sama siapa? Papa lo?" tanya Shaka membuat Gibran berdecak lalu mendekat kehadapan Shaka.

Ia lalu menunjuk pipi kanannya yang merah dengan ujung jari, "Ini ditampar Papa," kemudian ia menunjuk ujung bibirnya yang sedikit sobek dengan ekspresi datar, "Ini dari Fahmi, anak 12 IPS. Dia curi rokok gue, bangsat emang."

Shaka menghela nafas pelan kemudian menggelengkan kepalanya, lalu membawa motornya keluar dari barisan parkir.

"Gak usah berantem-berantem lagi lah, Gib. Berhenti juga ngerokoknya, nanti mati muda," ujar Shaka, tangannya mulai menekan tombol gas pada motor.

Shaka's Ending ✔Where stories live. Discover now